9

35 3 2
                                    

Alcohol on System

Hampir pukul sepuluh malam, hanya perlu beberapa menit sebelum jam menujukan pukul sepuluh tepat. Diana sudah mulai menguap sejak sejam yang lalu, sejak ia mulai membaca novel-novel lamanya untuk mengundang kantuk. Itu berhasil, dia sudah bersiap bertemu dengan mimpi jika saja tidak ada gangguan dari ponselnya. Benda tipis itu memberi tahunya jika seseorang menelpon Diana. Itu dari Galang, tak butuh waktu lama ia langsung mengangkat.

Ketika Diana mendekatkan benda tipis itu pada telinganya, bukan suara Galang yang ia dengar. Lagipula suara penelpon terdengar tenggelam karena musik yang berdetum keras di seberang telpon, dan seruan tak jelas terdengar. Diana sudah tahu dimana Galang berada tanpa perlu menebak lagi.

"Hallo, Diana? Ini yang jawab telponya Diana kan?"

"Siapa ini?"

"Samuel, temannya Galang. Kita pernah ketemu beberpa kali kalau kamu inget."

Sejujurnya Diana tidak terlalu ingat siapa yang sedang berbicara dengannya. Karena Galang hanya memperkenalkan ia pada teman-teman kekasihnya itu, hanya sekedar nama. Galang tak akan membiarkan Diana dekat dengan temannya.

"Ada apa? Kenapa nelpon pakai handphone Galang?"

"Kamu bisa ke sini? Galang mabuk parah, dan dia gak mau di penggang sama siapa-siapa."

Di sela-sela perkataan Samuel, Diana masih mampu dengar suara Galang yang terdengar tak jelas. Hal itu juga berhasil membuat Samuel mengumpat. "Sialan, ya-ya. Ini pacarmu, gak ada yang mau ambil dia. Cuma minta jemput, biar kamu ada yang antar."

Walaupun suara Samuel masih bisa di kalahkan bising yang ada di sekitar, tapi telinga Diana masih mendengar cukup jelas. "Kalian ada dimana?"

"Biasa, Night Night. Kalau kamu gak bisa ke sini gak papa. Biar aku yang mengurus bayi besar yang satu ini."

"Tunggu sebentar, akan ku susul kalian."

"Hati-hati kalau gitu--brengsek gak ada yang ngerebut Diana, udah mending tidur aja, santai. Pacar kamu jalan ke sini."

Itu kalimat terakhir yang Diana dengar sebelum memutus panggilan mereka. Kemudian hal pertama Diana lakukan adalah memesan taksi online, lalu meraih jaketnya dan kemudian menelpon tetangga depan. Butuh beberapa puluh detik untuk panggilannya di angkat, dan tanpa sambutan salam Diana langsung mengatakan tujuannya.

"Ran, keluarin motor sekarang. Anterin aku ke mini market depan."

"Mau ngapain? Jam segini sudah tutup."

"Kalau gitu temenin beli martabak manis, cepat. Aku tunggu di depan."

"Aku gak akan mau nurutin mau kamu kalau kamu gak jelas kayak gini."

Langkah Diana terhenti saat mendengar ucapan Rani, butuh beberapa detik untuk kembali pada kesadarannya. Ia meraih dompet, dan segera keluar kamar. Keadaan rumah sudah gelap, karena jam tidur rumah ini sudah mulai sejak setengah jam yang lalu. "Aku tunggu di bawah, aku jelasin langsung."

Selepas itu, Diana menemukan Rani yang baru saja keluar dari rumah dengan wajah sedikit tak iklas meninggalkan kasurnya. Wajahnya juga terlihat kesal, tapi ia tetap menuruti permintaan Diana.

"Jadi mau ngapain keluar malam-malam gini?" Rani bertanya sambil menggaruk rambutnya yang dengan potongan laki-laki.

"Galang ada di Night Night sekarang."

"Terus? Dia 'kan udah biasa ke sana, jadi apa yang baru?"

"Dia mabuk parah, dan benar-benar gak mau di ganggu sama teman-temannya. Mereka udah coba buat bujuk Galang buat pulang, tapi dianya gak mau."

"Terus?" Rani kembali mengulang pertanyaannya, dengan kening berkerut tanda tak suka. "Kalau gitu biarin aja dia, gak usah di ganggu. Kalau bisa kamu juga gak usah ngurusin anak orang, kalau dia emang gak mau di bantu."

"Aku tahu, tapi akan lebih parah kalau Galang tetap di sana. Dia pasti bikin masalah, kita hanya perlu antar dia pulang. Selesai."

Rani memandang Diana dengan tajam, sebelum mengerang dan menghela nafas. Ia menymgiyakn permintaan Diana, setelah mengeluarkan motor dari garasi mereka langsung pergi. Agak sedikit menyusahkan memang. Diana dan Rani tidak langsung menuju Night Night, dari rumah mereka menuju ke mini market yang cukup dekat dari rumah lalu mengganti kendaraan mereka dengan taksi mobil online.

Setelah sampai mereka langsung memasuki Night Night, tanpa peduli tampilan mereka. Dua orang dengan pakaian tidur mereka, bercampur dengan orang-orang yang mengenakan kaos, jin, atau gaun. Ia dan Rani langsung bergerak mendekat ke arah meja dimana Galang terus memasukan cairan pahit yang membakar tenggorokan terus-menurus.

"Galang."

Tidak tahu Galang mendengar suaranya atau tidak, Diana memanggil pria itu sambil menepuk pundak kekasihnya. Galang langsung melihat pada gadis itu, awalnya wajah Galang terlihat kesal tapi ketika menetahui siapa yang berdiri di hadapannya, Galang lamgsung tersenyum.

"Diana, aku kangen banget sama kamu!" Suara Galang cukup keras untuk di dengar oleh Diana, dan pria itu lansung memeluk gadis yang ada di hadapannya. "Aku kangen banget."

"Kita cuma gak ketemu seharian."

"Dan itu gak mengubah apapun kalau aku kangen banget sama kamu, kelewatan kangen." Selepas itu Galang tertawa. Diana tak ambil pusing apapun yang di ucapkan Galang, yang harus di lakukan gadis ini adalah meningkatkan kewaspadaan.

"Kita pulang, ya? Aku anterin kamu pulang."

Galang mengangguk dengan antusias. Melihat respon itu, Diana memberikan kode mata untuk Rani untuk segera membantunya memapah Galang, dan keluar dari tempat itu. Butuh usaha keras, dan kekuatan yang cukup untuk memindahkan tubuh Galang ke dalam mobil, walaupun mereka berdua. Rani dan Diana mutuskan membiarkan Galang terbaring di kursi belakang.

Hingga mereka sampai di gedung apartemen Galang. Dua orang itu kembali memapah tubuh Galang yang besar itu untuk menuju unit milik pria ini. Galang benar-benar mabuk. Mata sayu, kesadaran yang luar biasa minim, dan aroma semerbak dari alkohol yang di minum Galang tercium. Ketika Diana berhasil membuka pintu unit Galang, mereka bertiga langsung masuk dan membaringkan tubuh Galang di sofa terdekat.

Mereka berdua terengah lelah memapah tubuh Galang. Sejujurnya beberapa kali tubuh pria itu hampir terjatuh, tapi mereka berhasil sampai paa tujuan mereka.

"Kalau mau minum, ambil aja langsung."

Dengan anggukan Rani, Diana lansung pergi ke kamar Galang. Lalu lembali dengan kaos, dan selimut. Diana dengan telaten menganti kaos milik Galang, melepaskan sepatu pria itu sebelum akhirnya menyelimuti tubuh Galang. Perkerjaan malam ini telah selesai.

"Ayo pulang."

Rani mengangguk menyetujui saran Diana. Tapi selangkah ingin melangkah, tangan Diana di cekal oleh Galang. Tak menginginkan gadis itu untuk pergi.

"Kamu gak akan ninggalin aku, kan?"

Diana menatap bingung pada Galang, lalu pandangannya ke arah Rani. Temannya hanya mengerakan kedua bahunya ke atas, sebagai tanda ia tak tahu dan tak peduli.

"Tadi siang aku ketemu orang gila itu, aku udah ngasih dia pelajaran dan ngasih tahu dia kalau kamu punya aku. Dan selamanya gitu. Tapi, tadi siang. Dia bilang kalau ayah kamu gak suka sama aku, dia bilang ayah kamu gak suka aku."

"Tadinya aku cuma mau ngasih pelajaran buat gak mengejar perempuan yang sudah punya pacar, biar sadar diri. Tapi dia bilang kalau ayah kamu tahu. Lagian lukanya udah sembuh, gak berbekas. Dia padahal juga gak tahu kalau kamu udah maafin aku untuk setiap luka yang ada di badan kamu. Kamu udah maafin aku, kan?"

Semoga ini cukup, amin. Btw ada beberapa scene yg gk bisa di jelaskan luas. Tpi udahaku ketik cantik kok. Aku berharap dan berdoa ini bisa masuk rank wattpad.

Sampai ketemu senin dn jumat lgi, klo pun enggk. Aku ttp usahin updat 2 x seminggu

Unexpected Propose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang