6

37 16 0
                                    

Future Father In-law

Ini baru pukul setengah enam sore. Diana baru pulang dari kantor, hari ini seperti biasanya Galang menjemput untuk pulang lalu turun tepat di depan gang. Jadi Diana harus berjalan beberapa meter lagi untuk sampai rumah. Tempat tinggalnya bukan berada di perumahan mewah, hanya di jalan kecil yang tenang dan jauh dari jalan utama yang bising. Sore itu nampak baik-baik saja, tak ada yang aneh. Sampai saat ia masuk ke dalam rumah, dan menemukan dua orang laki-laki yang tak asing lagi di matanya.

Dzaky dan Hardian duduk bersama di kursi kayu ruang tamu. Dua orang itu terlihat sudah cukup akrab, yang berarti Dzaky cukup sering datang ke rumah untuk menemui sang ayah tanpa sepengetahuannya. Dua laki-laki itu mengalihkan perhatian kepada Diana yang baru pulang kerja. Sejujurnya Diana masih terpaku dengan pemandangan yang ada di depan mata.

"Kalau begitu saya pamit om." Dzaky langsung berdiri di ikutin dengan Hardian.

"Diana baru aja pulang, gak mau ngobrol dulu gitu."

Dzaky tersenyum singkat tapi tak sampai pada matanya. "Nanti aja lagi, besok juga ketemu lagi. Saya pamit dulu ya, om. Soalnya pulang kerja langsung ke sini."

"Iya, hati-hati."

Selepas itu Dzaky keluar dari rumah Diana. Mereka berdua sempat saling pandang, kemudian pria itu menyapa sekaligus pamit pada Diana. Kemudian dengan motornya, Dzaky menghilang dari pandangan Diana.

"Dari jam berapa dia di sini?"

"Sekitar jam setengah lima, mungkin? Ayah juga gak ingat."

"Mulai kapan dia main ke sini? Kok ayah gak pernah bilang?"

"Kamu juga gak pernah cerita siapa pacar kamu sekarang."

"Tapi Dzaky bukan pacar Diana."

Hardian menoleh antara tertarik dan bingung dengan ucapan anak perempuannya. "Tapi kenapa dia malah berani ngelamar kamu? Kamu udah putus sama pacar kamu?"

"Aku sama Galang gak putus, yah."

"Tapi jawab, dari kapan dia mulai main ke sini?"

Wajah Hardian nampak berfikir untuk menjawab pertanyaan Diana. Dia mau mengingat persis kapan pertama kali Dzaky dan niat anak laki-laki itu datang ke rumah.

"Pas kamu bilang mau nginap di rumahnya Alya, pas akhir pekan waktu itu."

Diana diam-diam mengumpat di dalam hatinya. Dia ingat hari itu. Menginap di rumah Alya hanya alibi semata, karena kenyataannya dia bersama Galang. Itu juga sebagai hari mereka memutuskan kembali bersama. Diana memang awalnya berniat untuk menginap semalam di rumah Alya, menghabiskan waktu bersama teman baiknya. Tapi di tengah-tengah saat tersebut, Galang datang.

Awalnya Alya mengacuhkan Galang, meminta pria itu pergi karena tak ada satupun dari mereka ingin berurusan dengan Galang. Tapi semakin lama di diamkan, Galang benar-benar memiliki muka tembok. Tidak memikirkan jika ia sedang di perhatikan oleh semua orang di pusat perbelanjaan. Akhirnya Diana menyerah, memberikan waktu untuk Galang berbicara.

Galang dan Diana memutuskan untuk berbicara secara privasi, agar tak lebih banyak lagi memakan perhatian orang-orang di sekitar. Awalnya Diana pikir mereka akan berbicara di dalam mobil, di parkiran. Namun, seharusnya Diana ingat ini Galang. Laki-laki itu akan melakukan sesuka hatinya, jadi setelah tahu mereka akan pergi menuju aprtenen Galang. Sepanjang perjalan, mereka tak mengatakan apa-apa. Lalu ketika mobil berhenti, Diana tak mau turun ataupun melepaskan sabuk pengaman karena ia ingin mereka bicara di dalam mobil. Tapi sayang, ini Galang. Laki-laki yang tahu caranya untuk mendapatkan yang ia mau. Pembicaraan alot, yang tetap ingin dimenangkan oleh Galang dan hasilnya sesuai apa yang di inginkan pria itu.

"Hei!"

Diana menoleh kearah kanan dengan sedikit tersentak, ia menemukan Galang yang tengah fokus menyetir, tapi tangan kirinya sekarang sibuk mengusap kepalanya. "Kamu kenapa melamun?"

"Gak papa kok."

Galang tidak bertanya lebih lanjut, dia malah meraih tangan Diana untuk ia genggam sebelum akhirnya di cium punggung tangan kekasihnya itu. Diana memperhatikan segalanya, dan kadang ia meragukan apa yang pernah dia baca di tumpukan novel-novel romantis yang pernah ia baca. Selepas itu, genggaman tangan mereka tak terlepas, tapi pikiran Diana pergi entah kemana.

"Kamu mau ketemu sama ayah gak?" Pertanyaan yang entah darimana asalnya malah meluncur di bibir Diana. Tapi itu berhasil langsung menarik perhatian laki-laki yang ada di sampingnya.

"Emangnya ada apa?"

"Gak ada apa-apa, sih. Siapa tahu kau mau memperlihatkan keseriusan kamu sama ayah."

"Aku kayak gini aja udah serius  banget sama kamu." Galang menjawab dengan jempol mengusap punggung tangan Diana dan menatap sekali dengan serius pada kekasihnya sebelum kembali pada jalanan. "Akan ku pikirkan nanti."

***

Dan hari itu tiba tanpa Diana sadari, karena semuanya tampak seperti biasa. Galang selalu menjemputnya dengan pakaian yang rapi, sebab laki-laki cukup sering keluar untuk bertemu dengan beberapa teman setiap harinya. Tapi hari ini berbeda, karena untuk pertama kalinya mobil Galang terpakir di depan rumah. Diana baru menyadarinya ketika mobil sudah di matikan mesinnya.

"Kamu mau ketemu ayah hari ini?" tanya Diana yang hanya di jawab anggukan oleh Galang. "Kenapa gak bilang dulu, kamu cuma mau ketemuan kenalan atau mau la-langsung.."

Galang tertawa ketika mendengar Diana yang tiba-tiba gugup untuk mengucapkan kata terakhirnya. Dan Galang tahu dan mengerti apa yang hendak di katakan oleh kekasihnya itu. Melamar.

"Cuma mau kenalan dulu sama calon mertua, gak usah gugup gitu yang harusnya gugup itu aku. Tapi kalau emang kamu berharap yang lebih serius daripada ini, aku juga siap kok."

"Nanti dulu, aku belum siap. Terus kita baru pacaran sebentar."

"Setahun pacaran itu seharusnya bisa mempertimbangkan hal selanjutnya juga, Diana. Gak perlu pacaran sepuluh tahun."

"Aku belum siap."

"Aku tahu, makannya hari ini aku cuma kenalan sama ayah kamu. Nanti kita bisa bicarain hal ini kedepannya."

Selepas itu mereka keluar dari Mobil. Galang dengan buah tangan untuk Hardian, dan Diana dengan keringat dingin yang tiba-tiba muncul. Diana membiarkan Galang masuk kemudian duduk di kursi kayu, dan mulai memerhatikan dekor ruang tamu tersebut. Beberapa foto Diana dengan anak laki-laki yang lebih muda dari gadis itu lebih mendominasi. Sampai ia tak sadar jika Hardian sudah berdiri di sampingnya.

"Yah, ini Galang. Pacarnya Diana."

Perkenalan itu sontak membuat Galang berdiri sejajar dengan Hardian, kemudian mencium punggung tangan pria paruh baya itu. Sepercaya dirinya di depan Diana, rasanya tetap kedua kaki laki-laki terasa lemas.

"Saya Galang, Galang Juandra Putra. Umur 27 tahun, saya lulusan Universitas Indonesia. Saya bukan pekerja kantoran seperti Diana, tapi saya punya usaha kecil-kecilan sekarang udah punya beberapa cabang."

Tobehobest i dont have anyidea bout this chapther. Di tambah lagi, perkenalan sama camer yang lebih terkesan sombong. Tpi namanya menawarkan diri, jadi harus memperhatikan yang terbaik
Disini galang keliatan baik terus ya

Unexpected Propose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang