Chapter 9
Sooyoung masih sangat ingat, dulu saat usianya baru menginjak angka sembilan ia ingin sekali rasanya bisa ikut serta dalam kelas balet yang ada di sekalolahnya waktu itu. Ia bahkan pernah diam-diam mengintip ke dalam kelas balet itu, melihat dan memperhatikan setiap gerakan yang diajarkan sang guru balet kemudian ia mempraktikan gerakan itu pada malam hari dikamarnya sebelum tidurnya. Ia terus melakukan itu hingga ibunya tahu lalu memarahinya, memukulinya hingga memangkas rambutnya pendek.
Sooyoung juga masih ingat kalau ia pernah sangat ingin belajar musik. Ia sangat ingin bisa memainkan piano saat sekolah menengah dulu. Tapi ia tidak bisa dan tidak mau berakhir dengan rambut yang terlihat seperti anak lelaki lagi setelah terakhir kali yang dilakukan ibunya padanya. Untuk menyentuh pianonya walau ingin sekalipun Sooyoung tidak mampu. Ibunya sering berkata padanya kalau hidupnya sudah diatur oleh ibunya, semuanya sudah diatur dan Sooyoung harus menaati semua aturan itu karena ibunya sudah memberikan ia sebuah kehidupan. Ibunya sudah melahirkannya, jadi Sooyoung harus patuh pada ibunya. Sooyoung harus berbakti dan membalas semua kasih yang diberikan ibunya itu, kata ibunya dulu.
Tidak boleh bermain setelah pulang sekolah! Dilarang bergaul dengan teman yang bukan diperkenalkan ibumu! Nilaimu tidak boleh kurang dari angka delapan! Peringkatmu harus selalu jadi yang nomor satu! Tidak boleh jajan dan tidak boleh makan diluar! Harus ikut les belajar yang sangat membosankan itu! Harus masuk perguruan tinggi yang hebat! Harus terlihat sempurna! Harus menjadi seorang perempuan yang selau terlihat bermartabat serta berpendidikan tinggi!Harus mendekati lelaki kaya raya yang bisa membantu dan menyokong serta menyeponsori ayahnya dalam pemilihan wali kota pada waktu itu! Harus ini dan harus itu!
Tidak boleh ada pilihan!
Tidak ada pilihan!
Lalu apa gunanya Sooyoung hidup dan diberi sebuah kehidupan? Memangnya Sooyoung meminta dan berharap untuk kehidupan yang seperti itu? Tidak bisakah ia menjalani hidup seperti manusia lainnya atau setidaknya bisakah ia punya pilihan dalam hidupnya? Kenapa kehidupan begitu terasa pahit dan sangat brengsek padanya? Ibunya bilang Sooyoung harus membalas kasih, tapi memangnya apa yang dikasih ibunya selain kehidupan yang penuh derita ini?
Ayahnya yang suka sekali mabuk-mabukan dan berselingkuh serta memukuli ibunya sudah mati. Ibunya yang gila yang bahkan sering memukuli Sooyoung dan adiknya ketika terlalu stress menghadapi ayahnya pun sudah mati. Lalu kenapa? Kenapa kehidupannya masih saja begitu menyesakan? Kenapa kehidupannya masih saja penuh siksaan?
Kenapa?
Sooyoung membuka kedua matanya, mengedip-kedipkannya untuk membiasakan cahaya yang masuk ke dalam matanya itu. Kepalanya terasa sangat berat dan ia berharap kalau itu bisa membuatnya segera mati saja sebentar lagi. Dan sekarang ia tidak sedang salah lihatKan? Ia tidak sedang bermimpi dan nerakanya ternyata sudah menantinya. Ha... Hidupnya seperti sebuah lelucuan yang membuat orang tertawa tapi terasa sakit bagi yang ditertawakan. Ada Kim Taehyung dengan segala kebrengsekan nya sedang duduk ditepi ranjangnya, menggenggam satu tangannya dan menatapnya dengan wajah sok khawatir. Tampang-tampang malaikat berhati iblis.Cih...!
"Apa yang kau rasakan?"
Ingin mati dan cepat mati. Tapi Sooyoung hanya diam dan tidak berani menjawab karena wajah Taehyung sudah mendekati wajahnya, membelai lembut pipinya dengan tangannya sambil kembali membuka suaranya. "Ayo makan agar setidaknya kau bisa mengembalikan sedikit tenagamu."
"Dimana kau bertemu Jisung?" Sooyoung bertanya, lirih dan pelan.
Taehyung berdecak. "Ck... Kau sudah mau mati tapi masih saja menanyai adikmu yah? Setidaknya makan dulu. Aku membawakan roti kesukaanmu. Ayo kita makan dulu!" Taehyung telihat sedang berkutik dengan sesuatu disamping kursinya. Kemudian ada roti ditangannya. Sambil tersenyum tampan dan benar-benar terlihat seperti sang lelaki idaman, ia membuka bungkus roti itu, menyubitnya sedikit dan mengarahkannya pada bibir Sooyoung. "Buka mulutmu. Ini roti favotitmu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding a Good Person
Fanfiction"Aku akan semakin gila jika aku menerima tawaran untuk menikah denganmu." Lelaki itu tersenyum sambil menjawab santai, "Sayangnya aku tidak sedang memberikanmu sebuah pilihan. Kau tahu kalau aku bukan tipe orang yang bersabar." "Seharusnya kau yang...