Keping 7 - Bekas Luka

699 100 46
                                    

~~~

Jarak kafe sudah lumayan jauh, akan tetapi rasa kesal masih bersarang pekat di dada Velan. Mengapa pula semesta mempertemukannya dengan cowok yang sempat datang di masa lalunya. Iya, kalau cowok itu memberi kebahagiaan. Jika ujung-ujungnya hanya mematri luka, bagaimana? Tentu saja Velan tidak sudi, walau hanya berpapasan. Bikin malas saja, bikin suasana hati terjun bebas hingga dasar.

Apalagi setelah dia mendengar panggilan sayang dari Ratih untuk Biru. Semakin gondoklah Velan. Dulu saja semasa mereka masih berhubungan, Biru tidak pernah memanggilnya begitu. Panggilan manis cuma ada dalam mimpi saat mereka berpacaran. Pas lagi sayang-sayangnya, Biru pergi meninggalkan Velan, selingkuh dengan gadis lain. Tanpa Velan ketahui sudah berganti pula gandengan cowok itu sekarang.

Padahal Velan kan belum menemukan pengganti Biru semenjak mereka putus.

Velan berjalan menyusuri trotoar dengan telapak kaki yang dihentakkan kuat-kuat. Hati dan pikiran tidak henti-hentinya mengumpat segala tingkah Biru dan kebodohannya sendiri. Dia menyesal karena dulu sempat menyukai cowok playboy seperti Biru. Bayangan masa lalu merembet masuk kembali ke pikiran Velan, tapi ulu hatinya yang justru terasa nyut-nyutan.

Andai saja Velan diberi keajaiban memutar waktu, gadis itu akan melakukan dua hal. Sebisa mungkin menghindari kecelakaan yang menimpa keluarganya, dan menghapus perasaannya terhadap Biru.

Brak

Suara benda jatuh membuat pikiran Velan tentang Biru melayang. Dia berhenti melangkah dan mencari dari mana suara itu berasal. Netranya sibuk menelusuri, hingga Velan menangkap figur seorang cowok dari kejauhan. Kedua mata Velan memicing. Semakin Velan mendekat, semakin jelas apa yang dia lihat. Sosok laki-laki terduduk di perbatasan gang sembari memegang perutnya yang kesakitan. Banyak balok kayu berukuran besar berceceran di sepanjang gang, tumpukan sampah juga berserakan di sekitar sana.

Velan terkejut, dan langsung menghampiri cowok itu.

"Astaga, Kak Galdo kenapa?"

Cowok yang tidak berdaya itu, Galdo. Wajahnya dipenuhi lebam keunguan. Darah segar keluar dari sisi bibirnya yang sontak membuat Velan semakin panik.

"Kak Galdo kenapa bisa gini, sih?" Velan menyisihkan poni Galdo untuk melihat seberapa parah luka yang ada di pelipis. Kemeja seragam cowok itu pun terlihat lusuh dan kotor. "Ya ampun, Kak Galdo habis berantem?" tanyanya, melihat luka di pelipis Galdo sontak membuat Velan meniup luka-luka itu.

"Kak Galdo kuat jalan enggak? Kita ke apotik ya, beli obat untuk ngobatin luka-luka Kakak. Atau Kakak tunggu di sini aja, gue beliin sebentar."

"Gue enggak apa-apa," lirih Galdo.

"Gimana bisa enggak apa-apa? Wajah lo penuh luka, Kak. Kalau enggak segera diobati, nanti bisa infeksi," tegas Velan, napasnya tersekat.

"Kakak tunggu di sini, gue beliin obatnya dulu." Velan bangkit dari posisi jongkok. "Jangan kemana-mana ya, Kakak di sini aja. Inget!"

Langkah Velan memburu keluar gang. Dia bertanya kesana-kemari tentang lokasi apotik terdekat. Ternyata berada di ujung jalan dan untuk tiba di sana membutuhkan waktu lumayan lama.

Velan tidak menghentikan langkahnya barang sekejap, dia tetap pergi meski pun apotik itu jauh. Dia berusaha sekuat tenaga untuk berlari, dia rasa Galdo benar-benar membutuhkan pertolongan pertama.

Meski lelah, Velan tetap enggan menghentikan langkah.

Setibanya di apotik, Velan segera membeli kebutuhan untuk menyembuhkan luka seperti kapas, obat merah, alkohol, dan plester. Entahlah, saat ini Velan tidak bisa berpikir jernih. Apa pun yang terlintas di kepalanya, dia beli. Lagi pula, Velan tidak memiliki pengalaman mengobati luka sebelum-sebelum ini.

[KASRA] VelandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang