Keping 11 - Bercak

620 83 10
                                    

~~~

Velan terpaksa naik angkot ke sekolah mengingat sepeda motor merah mudanya masih berada di bengkel untuk diperbaiki. Dia sendirian. Jennie sudah berangkat ke Bali sejak pagi-pagi sekali. Velan ikut bangun tadi untuk membantu menyiapkan seperangkat barang-barang Jennie. Akan tetapi, dia ketiduran karena kelelahan.

Velan menengok jam di pergelangan tangannya, pukul 06.47 pagi. Tiga belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Namun, gadis itu masih berada di angkot yang terjebak macet.

Velan gelisah, gelagatnya tidak bisa diam. Dia terus meminta supir angkot untuk melaju cepat. Tapi tentu saja supir angkot itu mengelak, sebab padatnya kendaraan di hadapan.

"Saya turun di sini aja deh, Pak," kata Velan. Dia membayar ongkos dengan uang sepuluh ribuan, lalu melangkah cepat menyusuri trotoar. Velan harus sampai tepat waktu di sekolah, jika tidak dia pasti akan mendapat hukuman dari Bu Happy. Ah, Velan benci itu.

Rambut yang dicepol asal perlahan mengendur seiring langkah memburu Velan. Sepanjang trotoar banyak genangan air dimana dia harus melompat supaya alas sepatunya tidak kotor.

Sesekali Velan melirik pergelangan tangan, memeriksa waktu. Pukul 06.56. Empat menit lagi, Velan harus mempercepat langkah. Tapi tampaknya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Ketika Velan masih dalam posisi berjalan, tiba-tiba mobil kelabu melaju dari arah yang sama dan melewati kubangan air. Bisa ditebak, cipratan air itu mengenai seragam Velan tanpa permisi. Sungguh estetika sama dengan nol.

Netra Velan mendelik. Dia tak bisa berkutik ketika sebagian tubuhnya dipenuhi air berwarna kecokelatan. Kemeja putihnya kotor dan tampak menjijikan.

"WOI, BERHENTI! AISH, DASAR SETAN ALAS! SERAGAM GUE JADI KOTOR, NIH!" teriak Velan tanpa memedulikan berpasang-pasang mata yang melihatnya aneh. Velan berlari mengejar mobil itu. "GUE INGAT PLAT NOMORNYA YA! AWAS AJA SAMPAI KETEMU! WOIIII, BERHENTI TAI!"

Dada Velan naik turun. Emosinya telah memuncak sampai ubun-ubun. Velan terus mengejar mobil itu. Kecepatan langkahnya tidak sedikitpun menurun saat ternyata mobil itu berhenti tepat di depan gerbang SMA Angkasa Raya yang telah tertutup rapat.

Velan langsung mendekat dan menggedor-gedor jendela mobil dengan ganas. "KELUAR LO!"

Pemilik mobil menurunkan kaca jendela. Seketika pupil mata Velan membesar ketika tahu pengendara tidak punya aturan itu adalah ... Galdo. "ASTAGA, LO LAGI LO LAGI!" decak Velan frustasi.

Alis kanan Galdo terangkat, dia menatap aneh seragam Velan yang dipenuhi bercak kecokelatan. Galdo tidak sadar kalau bercak-bercak itu disebabkan olehnya.

"Lo lihat kan kemeja gue?" Velan menunjuk tepat di bercak berukuran paling besar. "Gara-gara lo, nih! Gue enggak mau tahu, lo harus tanggung jawab!"

Galdo terlihat bingung. "Gara-gara gue?"

Velan mendengkus dengan senyum remeh. "Lo bahkan enggak sadar kalau buat kesalahan ya?"

Galdo diam.

"Lo tadi bawa mobil ngebut, terus lewat kubangan yang penuh air lumpur. Di samping mobil lo ini, ada gue. Air lumpurnya nyiprat semua. Gue hafal plat nomor mobilnya, gue enggak mungkin salah. Itu mobil lo! Masih enggak sadar juga?"

Pagi-pagi sudah mendapat omelan. Lagian siapa suruh bikin orang emosi. Galdo hanya menatap Velan datar tanpa berniat mengucapkan sepatah kata.

"Gara-gara lo juga nih gue telat! Hih, gerbangnya udah ditutup lagi! Nyebelin banget sih lo! Gue enggak habis pikir sama sikap lo! Iya, kemarin gue emang udah maafin lo. Tapi, setelah tahu sikap lo yang terus-terusan super nyebelin ini, gue cabut pernyataan gue semalam! Enggak sudi maafin lo, dasar Gado-Gado!"

[KASRA] VelandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang