Seokjin menatap Sojung sendu, melihat luka-luka di wajah, tangannya membuat Seokjin meringis sendiri.
Lagipula bagaimana bisa seorang ibu bertindak seperti itu terhadap anaknya? Seokjin tidak habis pikir.
Setelah puas menatap Sojung lama, dia menutup pintu kamar Umji---tempat Sojung terpulas---kemudian pergi menuju ruang tamu, untuk berbincang santai dengan keluarganya.
"Ibuku merasa stress karena keuangan kami menurun, dan dia ..."
"Dia kenapa?"
"Dia menyuruhku menjadi seorang pelacur."
Seokjin, ibunya, dan adiknya membuka mulut lebar-lebar saat mendengar kata itu keluar dari mulut Sojung. "Astaga, bagaimana bisa seorang ibu melakukan hal seperti itu?"
Dengan matanya yang berkaca-kaca, Sojung bercerita, "Aku juga tidak tahu. Sejak ayah berselingkuh dan pergi, beliau jadi seperti ini. Akan memukulku jika tidak menurutinya, atau mengunciku di luar rumah semalaman."
"Jelasnya, aku sangat menolak keputusan ibu untuk bekerja di dunia gelap itu. Tetapi aku malah dipukul habis-habisan. Ku rasa kalau Seokjin tidak ke rumahku, aku sudah mati sekarang."
Melihat Sojung yang menangis, Ibu Seokjin juga tak kuasa menahan tangisnya. Beliau ikut merasakan sakit hati karena juga memiliki anak perempuan. Mengapa ya masih ada orang tua yang 'durhaka' terhadap anaknya?
Ibu Seokjin memeluk Sojung erat. "Kamu sangat kuat, Nak. Sekarang kamu tidak akan merasakan penderitaan itu lagi. Kamu akan tinggal bersama kami di sini."
Seokjin yang mendengar keputusan ibunya tersenyum senang, dia pasti akan bisa menjaga Sojung dengan baik. Tapi senyuman itu pudar saat Sojung menjawab, "Tidak."
"Loh, kenapa Sojung?" tanya Seokjin tidak terima. "Di sini aku bisa menjagamu, ada ibu, ada adikku. Kita juga sudah lumayan dekat."
"Aku tidak ingin merepotkan kalian. Lebih baik bawa aku ke panti asuhan saja," balas Sojung. "Aku merasa tidak pantas ada di sini."
"Hei, kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kami tidak akan merasa kerepotan sekali. Benar 'kan, Ayah?" Ibu Seokjin menatap suaminya dan dibalas anggukan oleh sang empu. "Tuh kan. Kehadiranmu di sini nanti bisa membuat rumah akan merasa lebih hangat dan ramai. Umji pasti akan senang memiliki kakak perempuan, iya 'kan?"
"Sangat, sangat benar! Ibu memang memahami perasaanku!" seru Umji sambil menunjukkan jempolnya, kemudian menatap Sojung dengan tersenyum senang. "Kau harus menjadi kakakku, Kak Sojung!"
Sojung tersenyum sekaligus merasa terharu. Baru kali ini dia merasa mendapatkan kasih sayang yang benar-benar tulus dan merasakan kehangatan yang luar biasa karena bisa bergabung dengan keluarga utuh dan harmonis ini.
"Terima kasih ... kalian orang-orang yang sangat baik."
***
Selesai menonton siaran bola dengan sang ayah, Seokjin bergegas menuju kamarnya untuk istirahat. Namun langkahnya terhenti saat melihat pintu belakang rumah terbuka. "Ibu kenapa ya malam-malam ke belakang rumah? Biasanya gak berani tuh."
Lelaki hendak mengecek dan alangkah terkejutnya ia melihat wanita berambut panjang dengan dress putih di halaman belakang rumahnya. Hendak saja ia menjerit, namun saat melihatnya lebih jelas lagi, Seokjin tahu bahwa itu Sojung.
"Sojung, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Seokjin. "Sungguh, kau membuatku kaget!"
Sojung menatap Seokjin heran. "Kaget kenapa? Daritadi aku diam saja kok."
"Bagaimana aku tidak kaget saat ke halaman belakang dan menjumpai rambut panjangmu yang terurai dengan dress putihmu. Bahkan tubuhku rasanya masih merinding!" seru Seokjin yang membuat Sojung terkekeh.
"Maaf, lain kali aku tidak akan memakai dress putih malam-malam," balas Sojung yang diangguki Seokjin.
"Oke."
Setelah itu hening. Seokjin dan Sojung termenung dengan pikirannya masing-masing. Tidak! Bukan ini yang Seokjin inginkan, Seokjin ingin Sojung yang ceria seperti saat bertukar pesan dengan dirinya.
Hendak memanggil Sojung, Seokjin terkesiap saat melihat Sojung menghadap atas dengan tersenyum tipis. Sontak saja Seokjin juga mengalihkan pandangannya ke atas.
Oh, benar. Ternyata ada bulan.
"Tunggu sebentar, Sojung. Jangan kemana-mana!"
Jelas saja Sojung kaget karena dari suasana hening, tiba-tiba ada yang berbicara. "O-oke."
Sojung memperhatikan Seokjin yang beranjak entah kenapa. Hingga beberapa menit kemudian, dia mendengar suara kamera.
"Wah kamera!" sahut Sojung antusias. "Apa dengan kamera ini kamu memotret foto bulan yang selalu kamu kirimkan padaku?"
"Tentu saja. Aku handal dalam memotret kan?"
"Iya! Apalagi kameranya sebesar ini woah," ucap gadis itu terkagum-kagum. "Apa tidak berat?"
"Kau mau mencobanya? Agar tahu sendiri bagaimana rasanya."
"Ti-tidak! Nanti kalau jatuh kan sayang, lebih baik aku melihatmu dahulu bagaimana cara memotret bulan itu."
Seokjin yang mendengar itu terkekeh. "Baiklah."
Dirinya mulai mengarahkan kamera ke sang bulan yang tengah menunjukkan sinar nya malam ini. Setelah selesai, ia menunjukkannya kepada Sojung.
"Wah, indah sekali!" pekik Sojung senang, gadis ini benar-benar maniak bulan. "Bisakah kamu mengirimkannya ke aku?"
"Pasti, kalau perlu akan ku cetak nanti," balas Seokjin, kemudian lelaki itu tiba-tiba memegang tangan Sojung. "Ayo ku ajari cara memotret bulan dengan kamera ini."
Awalnya Sojung ragu ia bisa memakai kamera sebesar itu, tapi dengan keyakinan dari Seokjin. Gadis itu berusaha untuk mencoba.
Berakhir malam itu di balkon atas rumah Seokjin, mereka berdua saling melempar tawa, merasakan serunya memotret bulan, dan memandangnya dalam waktu yang lama.
Entah kenapa, melihat senyum Sojung, ada rasa senang dalam hati Seokjin. Untuk itu, Seokjin berterima kasih kepada sang semesta yang mendukung bulan untuk menunjukkan pesonanya malam ini.
skjn_
skjn_ a moon girl
❤987likes
skjn_ mematikan komentar ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Time For The Moon Night [KSJ-KSJ] ✓
FanfictionEND. Bulan itu membuat mereka merasa dekat, meskipun mereka terpisah oleh jarak. "Kau tahu? Selama ini aku lebih mengagumi matahari terbit atau terbenam. Tapi semenjak kau memberitahuku bahwa bulan itu indah, aku jadi lebih menyukai bulan. Karena s...