[3]

109 30 169
                                    

"Mengingat adalah luka yang sakit. Bahkan sangat menyakitkan, apalagi jika terdapat kelamnya sebuah kenangan"
.
.
.
.

Kini jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun, Dara masih belum bisa terlelap. Ia masih memikirkan bagaimana ia bisa sebodoh ini. Dengan seluruh badan yang tertutup selimut itu, ia berusaha menghilangkan pikiran buruk yang semakin menggerogoti. Kejadian tadi siang dan malam ini sudah cukup menyita banyak pikirannya.

Dara memang bodoh, memilih tetap bertahan dengannya, meski sudah berjuta kali dijatuhkan. Bahkan ditikam dengan luka tak kasat mata di hati. Anehnya setiap ia disakiti akan mudah sekali luluh dengan kata-kata manis. Maka tak heran, jika banyak orang yang tak mengetahui seberapa rapuhnya Dara dalam hal ini.

"Udah berapa kali yaa." tanya Dara pada dirinya sendiri

Tanpa sadar air mata itu turun deras begitu saja, isaknya pun mulai terdengar memilu. Selama ini ia memendam semua yang terjadi, kisah cintanya, bahkan hancurnya keharmonisan keluarga kecilnya.

"Aku tau semuanya hiks." ucap Dara di sela tangisnya

Ia pun terduduk, dengan kepala yang di senderkan ke dinding. Masih dengan isakan yang sama, bayangan peristiwa-peristiwa itu berputar sangat jelas dan runtut, membuat Dara terus merutuki apa yang sudah terjadi. "kenapa sakit banget." ucap Dara sambil memukuli dadanya

Ting!
Ting!
Ting!
Ting!


Dengan nafas sesenggukan ia meraih benda pipih yang berbunyi itu diatas nakas. Ketika benda itu menyala, dapat ia lihat empat pesan itu datang dari Bundanya.

Bunda(hara)❤

Assalamualaikum sayang

Maaf Bunda belum bisa pulang. Tapi bunda janji setelah semuanya membaik, bunda segera pulang.

Bunda tau kmu pasti sudah tidur, jadi gak Bunda telfon. Jaga diri baik-baik yaa, salam buat Vion.

Have a nice dream princess Bunda❤

Dara kini tengah mengadah ke atas atap kamarnya seraya mengatur nafasnya yang terengah supaya tak sesak. Namun semua gagal, kini ia telah kembali menangis dan merasakan dadanya begitu nyeri. Dengan cepat ia menelungkupkan wajahnya ke bantal, yang kini sudah sangat basah itu.

Saat Dara ia ingin membalas pesan Bundanya, ponsel itu malah kembali berdering. Ternyata panggilan masuk, dengan cepat ia mematikan ponselnya, dan menaruhnya di nakas.

"Maafin Dara bun hiks, Dara gak kuat buat denger suara bunda hiks hiks." ucapnya memilu

Tangisnya kembali pecah, malam itu ia habiskan dengan mengeluarkan semua air mata kekecewaan yang selama ini ia pendam.

***


TOK TOK TOKK!!!


"DARA!! BUKA WOI, UDAH SIANG INI!!!!" teriak Vion

"Mungkin Non Dara lagi gak enak badan, Den." ucap bi Inem

Mereka berdua memang sejak tadi menggedor pintu Dara, tetapi tetap tidak ada sahutan dari dalam kamar Dara.

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang