[5.1]

63 25 208
                                    


"Pikiran ini selalu diisi kamu, namun hati ini selalu ingin dia."



Faren Dhanurendra

"Abaanggg!" teriak Dara dari luar rumah

Vion yang mendengar itu pun langsung beranjak menghampiri Dara. "Kenapa? Masih pagi woi, gausah kaya tarzan." Jawab Vion kesal

"Ya maap, abisnya Abang kalo gak di teriakin mana mau nyamper."

"Hm. Ada apasih?"

"Bang nampak si yessi gak?"

"Buset dah, gue kira apaan."

"Hih serius, Abang nampak gak?"

"Yessi kan lo tinggal di sekolahan kemarin lusa, Raa."

"Astagfirullah."

Dara benar-benar lupa, kemarin lusa Dara memang diantar pulang oleh Binca. Lalu bagaimana nasib sepeda kesayangannya itu? Yessi adalah nama dari sepeda kuning Dara, ntah apa alasannya dia memberikan nama itu. Sepeda itu adalah hadiah dari orangtua nya, saat Dara mendapatkan juara umum di kelas sepuluh. Itu merupakan hadiah terakhir bagi Dara, makanya dia sangat sayang pada yessi-nya.

"Ish! Dara gimana berangkatnya kalo kaya gini huuee." keluh Dara

"Pake mobil." jawab Faren asal

Mendengar itu Dara langsung membelalakkan mata. Berangkat dengan mobil itu bukan solusi.  Sederhana, Dara suka kesederhanaan. Bukan barang mewah, yang selalu di idam-idamkan kebanyakan orang. Padahal baik Papa ataupun Mamanya sudah memberikan fasilitas mobil untuk Dara. Namun sama sekali tak tersentuh oleh Dara, malah jika ia sedang butuh pasti menggunakan mobil Vion.

"Bentar gue siapin dulu." baru beranjak satu langkah tangan Dara sudah mencegah Vion untuk beranjak.

"Apa lagi?" tanya Vion

"Dara gak mau bawa mobil, abang aja yang antar Dara ke sekolah, yaaa" bujuk Dara sambil menarik ujung baju Vion

"Dasar batu." Vion langsung beranjak meninggalkan Dara, melihat itu Dara pun tersenyum lega.

Tak lama, mobil Vion pun sudah berada di depan Dara. Tanpa menyia-nyiakan waktu Dara pun segera naik. Dan perlahan mobil itu meninggalkan halaman rumah mereka. Saat diperjalanan hanya diisi dengan dentuman musik. Sesekali mereka berdebat tak jelas, seperti membicarakan mengapa daun berwarna hijau, mengapa lampu merah diciptakan bulat, dan masih banyak lagi pertanyaan konyol dari keduanya.

Tanpa terasa mobil itupun sampai di depan gerbang sekolah Dara. Sebenarnya bisa saja Vion mengantarkan sampai ke dalam, namun Dara tak pernah mengizinkan.

"Makasih abang kuh yang baik dan tampan bak titisan dewa." kekeh Dara yang langsung dibalas tatapan datar oleh Vion

"Hm. Belajar yang bener, biar otak lo bener."

"Astagfirullah, mulutnya berdosa banget."

"Hahahahaa" tawa garing Vion pecah

"Yaudah Dara turun dulu. Papaiii." yang langsung di balas anggukan kepala oleh Vion

Ketika Dara benar-benar sudah turun, mobil itupun langsung melesat lalu hilang dari persimpangan. Belum sempat Dara mengalihkan pandangan dari sana, muncul mobil yang tak asing baginya. Mobil itu perlahan mulai mendekat, lalu berbelok melewatinya begitu saja. Lagi-lagi Dara hanya bisa tersenyum getir.

"I miss you so bad." lirih Dara

"Iya bad banget ampe monangis." sahut Byan tiba-tiba di samping Dara

Sontak Dara pun langsung menoleh ke arah Byan. Lihatlah lagi-lagi dia merusak suasana. Kenapa dia ada disini? Benar-benar tidak jelas. Dara masih menatap Byan dengan tatapan yang tak bisa diartikan, begitupun Byan. Sampai akhirnya, Dara memutuskan untuk meninggalkan Byan, lalu bergegas masuk ke dalam kelas.

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang