Secret 17 - Tumbal?

273 53 4
                                    

Happy reading 😍

Gagal menjemput Anjani, gue memilih pergi ke warung Bang Karto. Perut gue juga butuh kehangatan karena sudah dari tadi demo minta asupan.

"Bang, bubur ayam satu, ya."

"Siap!"

Gue melirik ke arah gerobak Bang Karto, ada sosok bocah kecil, bisa dibilang cebol karena meski kecil tapi usia mereka menang jauh dari gue. Gue mengambil batu kecil, tak lupa gue bacain doa lalu gue sentil ke sosok bocah itu.

"Augh!" Sosok tuyul itu mengaduh ketika lemparan gue mengenai kepalanya.

Mata merahnya melirik marah ke gue, tapi maaf saja, gue nggak takut.

"Kalau mau cari perkara, mending lu balik aja, Bal."

"Dia mau mencuri uang lu, Bang."

Si Tuyul tiba-tiba lari ketika Bang Karto menatapnya tajam. Gagal dia mengambil uang Bang Karto yang ada di laci gerobak.

"Biasa juga lu abaikan, kenapa jadi ikut campur sekarang?"

"Pala gue sakit, Bang."

"Bukan hanya kepala yang sakit, tapi otak dan hati lu juga sakit."

Benarkah?

"Lu makan dulu, gue masih ada pelanggan."

Menatap mangkuk berisi bubur buatan Bang Karto. Lebih baik gue mengisi energi dulu sebelum mencari perkara dengan makhluk yang mencoba gangguin gue.

Mungkin benar kata orang bahwa makanan bisa mengembalikan mood seseorang. Karena itu yang tengah terjadi sama gue. Bubur ayam buatan Bang Karto mengenyangkan perut gue dan meringankan pikiran gue.

"Gimana? Udah enakkan?"

Gue menoleh, menatap Bang Karto yang bertanya sama gue. "Lu kasih jampi-jampi ya, Bang?"

Bang Karto terkekeh, "Pakai resep cinta, Mas."

HASYEM!

"Gue masih doyan lubang, Bang."

Bang Karto terbahak seraya menghampiri gue. "Lu itu diajakin becanda malah serius. Kenapa? Lagi galau?"

"Makin parah dari kemaren, Bang."

"Apanya?"

"Sukma gue. Makin kenceng yang narik."

"Lawan dong. Itu juga kalau lu mampu," kekeh Bang Karto.

Dua sosok berkata kalau gue nggak bisa hadapin. Sebenernya, apa yang sedang gue hadapi?

"Memang siapa lawan gue sampai pada bilang gue nggak mampu?"

"Bukan nggak mampu, Bal, tapi, kalau lu mampu. Gitu aja lu nggak paham!"

"Beda, ya?"

"Beda dong."

"Bedanya di mana, Bang?"

"Dikeyakinan."

"Pusing gue, Bang."

"Gue juga pusing, Bal."

"Lu pusing kenapa, Bang?"

"Gue pusing liatin lu. Bikin sepet mata gue."

"Bang, gue ternyata kena karma Anjani. Biasanya gue suka ngeles tiap dia nanya. Mungkin gini, ya, rasanya lagi nanya terus dialihkan terus."

Bang Karto tertawa mendengar ocehan gue. "Lu suka gitu sama cewek lu?"

"Lebih tepatnya, gue suka bikin dia kesel, Bang," kekeh gue.

Forbidden SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang