Bagian 4

12 3 0
                                    


|Kenapa harus menyakiti jika kamu mencintai?|

Happy reading 🔥⚠🔥⚠🔥

"Bagaimana keadaannya Dok?" tanya Farzan sambil memasang raut wajah cemas. Dokter John membuang napasnya kasar setelah itu dia mulai memeriksa Caca lebih lanjut.

"Sepertinya istri Tuan mengalami kelelahan. Makan-nya tidak teratur serta dehidrasi cukup tinggi. Apakah istri Tuan sebelumnya sudah meminum obat?" tanya Dokter John sambil memandang Farzan. Farzan mengangguk.

"Sudah Dok," katanya sambil beralih menatap Caca.

"Jika memang sudah minum obat, harusnya panasnya turun tapi ini ... tidak ada tanda-tandanya. Mungkin istri Tuan tidak meminum obatnya," ucap Dokter John kemudian mulai mengeluarkan obat-obatan.

"Minumkan obat ini tiga kali sehari setelah makan, dan yang warna kuning ini minum sebelum makan."

"Baiklah Dok. Apa perlu Caca dirawat di rumah sakit?" tanya Farzan.

"Jika sampai besok tidak ada perubahan, maka istri Tuan harus rawat inap di rumah sakit. Kalau gitu saya permisi dulu," ujar Dokter John kemudian pergi bersama dengan Eldrik.

"Kamu kenapa seperti ini sih Ca? Saya khawatir sama Kamu." Farzan mengelus pipi Caca kemudian ikutan berbaring di sebelah Caca. "Kenapa Kamu selalu membuat saya merasa bersalah? Cepat sembuh Ca."

Cup!

Satu kecupan mendarat di kening Caca yang memucat, setelah itu Farzan ikut tertidur di samping Caca.

***

"Ughhh," lenguh Caca ketika membuka matanya. Hal pertama kali yang dirasakannya yaitu rasa pusing di kepalanya serta rasa berat di bagian perutnya, karena tangan Farzan yang memeluk perut Caca.

"Kamu sudah bangun?" tanya Farzan sambil memandang Caca. Farzan memang sudah bangun dari tadi, badan Caca yang panas membuat tubuh Farzan gerah hingga dia terbangun. Caca hanya diam sejenak memandang Farzan kemudian memalingkan wajahnya.

"Ngapain Om di sini?" tanya Caca tanpa melihat Farzan.

"Saya hanya ingin merawatmu dan meminta maaf atas sikap saya yang tadi," ujar Farzan sambil memandang Caca, sedangkan yang dipandang hanya acuh tanpa memerdulikan Farzan.

"Oh." Dua huruf yang dapat membuat Farzan bernapas berat. Apa yang harus dilakukan Farzan agar Caca mau memaafkannya?

"Ada yang sakit lagi?"

"Tidak," ucap Caca berbohong. Sebenarnya kepala Caca sangat pusing seperti tertindih batu besar. Jika Caca jujur, gengsi dong. Kan Caca masih dalam mode marah dan ngambek kepada Farzan. Kalau Caca luluh bisa gengsi dong.

"Kalau gitu saya akan mengambilkan bubur dan minum untuk Kamu, setelah itu minum obat." Tanpa menunggu jawaban dari Caca, Farzan langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan Caca bubur.

"Kenapa Om Farzan jadi baik kepadaku? Tidak, aku tidak boleh tertipu dengan sifat baiknya," ucap Caca kemudian berusaha untuk berdiri. Belum juga kaki Caca turun dari tempat tidur, lagi-lagi kepala Caca berdenyut hingga menimbulkan pusing yang berkali-kali lipat.

"Akhhhh!" Jerit Caca hingga terdengar di pendengar Farzan. Saat itu Farzan memang sudah berada di depan pintu kamar. Dengan cepat Farzan segera berlari ke dalam kamar.

"Caca Kamu kenapa? Apa yang sakit?"

"Kepala Caca sakit Om," rengek Caca.

"Kamu makan dulu, setelah itu minum obatmu!"

"Tidak mau pahit Om," ucap Caca sambil memegang kepalanya.

"Jika Kamu tidak minum obat, maka rasa pusing itu tidak akan hilang. Makan dulu ya?" Farzan mencoba membujuk Caca agar Caca mau makan.

"Pahit Om," lirih Caca dengan mata yang berkaca-kaca. Farzan yang melihat itu merasa tidak tega, ada rasa sakit di hatinya ketika melihat Caca seperti ini.

Grep!

Tanpa menunggu aba-aba lagi, Farzan langsung memeluk Caca. Caca hanya diam tidak memberontak. Kepalanya yang sakit membuat Caca tidak memiliki daya sama sekali. Caca hanya memejamkan matanya, yang dirasakannya sekarang yaitu hangat dan nyaman berada di pelukan Farzan.

"Mana yang sakit?" tanya Farzan. Suhu badan Caca memang sudah sedikit turun panasnya, tapi Farzan masih bisa merasakan panas di tubuhnya juga karena memeluk Caca.

"Kepala Caca sakit Om hiks ...." Caca terisak di pelukan Farzan.

"Om elus ya? Siapa tahu sakitnya hilang." Farzan mengelus kepala Caca dengan lembut terakhir dengan mencium kepala Caca.

"Sudah hilang sakitnya?" tanya Farzan.

"Sedikit Om," ucap Caca parau.

"Makan dulu buburnya ya Ca?"

"Iya."

Farzan menyuapi Caca dengan sangat tlaten, meski beberapa kali Caca memuntahkan buburnya hingga mengenai kemeja Farzan.

"Sudah Om, Caca mual," ujar Caca kemudian meminum air hingga tandas.

"Baiklah, sekarang minum obatmu."

"Iya."

"Apakah ada yang Kamu mau lagi?"

"Tidak." Caca hanya menggelengkan kepalanya.

"Caca ada yang ingin saya tanyakan kepada Kamu." Tiba-tiba saja Farzan membuyarkan lamunan Caca dengan berbicara seperti itu.

"Apa?" tanya Caca.

"Apakah Kamu tadi tidak minum obat?"

Deg!

Pandangan Caca langsung beralih ke tempat sampah di samping almari di mana Caca membuang obatnya. Farzan yang melihat arah pandangan Caca langsung beranjak ke arah tempat sampah itu karena merasa curiga.

"Apakah Kamu membuangnya Caca?!"

Caca hanya bisa diam. Alasan apa lagi yang harus Caca berikan pada suaminya itu? Kini tatapan Farzan menjadi tajam, Caca hanya bisa mendelik merasa takut dengan tatapan suaminya. Caca takut, takut jika Farzan akan memarahinya lagi seperti kemarin dan hari ini. Ayolah! Hati Caca masih sangat rapuh jika dibentak sedikit. Kenapa Farzan tidak peka itu? Ck! Menyebalkan, suka sekali membuat Caca menangis.

"A--aku ...."

"Caca!" kini Farzan mulai menaikkan suaranya hingga membuat Caca mendelik ke dalam selimut.

FARCA ( Farzan & Caca )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang