Bagian 10

42 4 1
                                    


Happy reading 🔥🔥🔥

Bugh!
Bugh!
Bugh!

"Cari Caca sampai ketemu! Jika tidak, mungkin Kamu akan dikirim ke alam baka oleh Devan!" Pukulan keras itu menghantam rahang Farzan. Farzan hanya diam, enggan untuk menjawab atau menyela perkataan Nico.

"Sudah, Pa. Jangan pukul Farzan terus." Tea berusaha melerai Nico dan Farzan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Biarkan saja, Ma. Anak ini harus diberi pelajaran agar dia mau mengerti! Papa kasih waktu Kamu satu minggu untuk cari Caca, jika dalam satu minggu Kamu tidak menemukan Caca, maka Kamu akan tahu sendiri akibatnya." Nico berlalu pergi dengan emosi yang sudah menggebu-gebu, sedangkan Farzan mengusap ujung bibirnya yang berdarah.

"Duduk dulu, Nak." Tea menuntun Farzan untuk duduk di sofa.

"Maafin Farzan, Ma." Farzan berhambur memeluk Tea. Entah kenapa hanya pada Tea saja Farzan menunjukkan sikap lemah dan manjanya. Mata Tea sudah berair, sebenarnya ada apa dengan anak dan menantunya?

"Sudah, Farzan. Lebih baik Kamu segera cari Caca, jangan sampai Papa Devan tahu dulu soal perginya Caca dari rumah." Tea mengelus lengan Farzan, Tea masih ingat betul dulu Farzan masih kecil dan suka membuat Tea marah, tapi sekarang Farzan sudah menjadi dewasa bahkan sudah berumah tangga.

"Iya, Ma."

"Apakah ada yang sakit, Nak?" Tea mengamati wajah putranya itu dengan lekat. Terlihat jelas di sudut bibir sana ada darah yang keluar.

"Tidak, Ma. Ini sudah biasa Farzan kan laki-laki jadi harus kuat. Papa benar, Farzan memang tidak bisa menjaga Caca. Maafin Farzan, Ma." Farzan menangis sambil menunduk, Farzan menangis karena dia telah gagal menjaga Caca. Tea yang melihat itu hanya tersenyum.

"Jangan minta maaf kepada mama, Nak. Minta maaflah kepada istrimu--Caca. Ingat! Kamu ini suaminya, sudah sepantasnya Kamu menjaga Caca bukan menyakitinya. Sebenarnya mama juga mau marah kepada Kamu mama kecewa, tapi semua sudah terlanjur. Tidak ada gunanya menyesal." Tea bangkit dari duduknya meninggalkan Farzan sendiri di sofa hitam itu.

Tea kecewa, sangat kecewa dengan Farzan, kenapa sifat Nico harus menurun ke Farzan? Tea tahu bagaimana perasaan menantunya itu sekarang. Memang berat. 

"Kembalilah, Sayang," gumam Farzan sambil memandang poto Caca yang ada di hp-nya.

[ Halo, bagaimana? ]

[ Maaf, Bos. Kami belum bisa menemukannya ]

[ Cepat cari Caca atau kalian akan tahu akibatnya ]

Sambungan telepon diputuskan sepihak oleh Farzan. Kenapa sampai sekarang anak buah Farzan tidak bisa menemukan Caca? Ke mana sebenarnya Caca pergi?

***

"Badan Kamu masih sakit, Ca?" tanya Alice yang kini sedang mengompres Caca. Caca memang kabur ke rumah Alice setelah kejadian waktu itu, sudah satu minggu ini Caca menginap di rumah Alice.

"Sedikit, Lic." Alice memandang Caca iba. Sahabat yang dulunya periang sekarang harus selemah ini? Semua ini gara-gara pria kesetanan itu.

"Kamu makan dulu, Ca. Setelah itu minum obat."

Entah mengapa Caca merasa sangat tidak enak dengan Alice.

"Makasih, ya Lic. Kamu sudah mau membantu aku," ucap Caca sambil menggenggam tangan Alice. Alice tersenyum kemudian mencoel pipi Caca.

"Kenapa terima kasih? Aku senang kok ada Kamu di sini, jadinya aku gak kesepian lagi."

"Kamu memang sahabat terbaik aku, Lic."

"Kamu juga, Ca." Keduanya saling berpelukan. Caca sangat bersyukur bisa mendapatkan sahabat sebaik Alice.

***

"Gimana, Bel?" tanya Gabriel--Papa Abel pada Abel.

"Sebentar lagi, Pa. Mereka sekarang ini marahan dan sebentar lagi akan pisah," ujar Abel kemudian mulai menyeruput tehnya.

"Kerja bagus, tidak perlu susah payah kita berusaha. Mereka sudah akan pisah dengan sendirinya." Gabriel tersenyum puas mendengar berita bahwa Farzan dan Caca akan berpisah. Rencananya akan berjalan dengan lancar untuk kali ini.

"Tunggu saja tanggal mainnya anak ingusan." Gabriel menatap Abel sambil tersenyum.

"Sebentar lagi kita akan menang, Pa." Abel tersenyum smirk penuh kemenangan.

"Ingat! Tetaplah bersandiwara!"

"Selalu itu, karena Abel tahu apa yang harus dilakukan."

***

Sudah ada seminggu lebih Caca tidak masuk sekolah karena demam, Selama itu juga Farzan terus mencari keberadaan Caca. Masih ada waktu lima hari untuk Farzan, jika tidak maka Farzan mungkin akan dikirim ke alam baka oleh Devan atau Nico. Untung saja Devan atau Gisel belum tahu masalah rumah tangga anak dan menantunya, karena mereka sekarang sedang berada di London.

"Kamu minum obatmu dulu, Ca. Setelah itu baru Kamu menyalin catatan ini."

"Iya." Caca memang memaksakan diri untuk menyalin catatan pelajaran agar tidak tertinggal jauh.

Tok!
Tok!
Tok!

Suara ketukan pintu berhasil membuat Caca dan Alice saling bertatapan.

"Aku ke depan dulu untuk melihatnya." Caca mengangguk.

***

"Iya, sebenta--" ucapan Alice terpotong ketika tahu siapa yang datang.

"Anda ...?" orang itu hanya tersenyum sambil membenarkan tatanan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin.

Siapa yang datang?

Comwelnya Sayangkuh!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FARCA ( Farzan & Caca )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang