Bagian 8

9 2 0
                                    


Happy reading 🔥🔥🔥

Caca hanya memilih diam saat berada di meja makan. Makanan yang sudah tertata rapi hanya Caca pandang tanpa memakannya, nafsu makannya tiba-tiba saja hilang, permasalahan kemarin malam membuat dirinya tidak tenang.

Apakah Caca salah telah bersikap seperti itu kepada Farzan? Pikiran itu selalu berkecamuk di kepalanya, beberapa kali Caca mengusap wajahnya kasar. Rambut yang sudah tertata rapi kini agak sedikit berantakan karena usapan Caca. Kejadian itu membuat Caca sakit kembali, berputar bagaikan kaset rusak tanpa suara. Kenapa Caca yang harus berada di posisi seperti ini? Karena Tuhan sayang sama Caca.

"Ehem." Suara dehemen itu membuat Caca hanya menatap ke depan. Caca tahu siapa yang datang. Farzan hanya diam enggan membuka suara, diliriknya Caca sesekali sambil menatap ke arah lain. Farzan masih kalut dengan perkataan Caca kemarin malam. Apakah dirinya terlalu jahat kepada Caca?

"Silahkan dimakan Den," ucap Bi Surti sambil menata piring di meja makan.

"Iya, Bi," ucap Farzan. Farzan diam berharap Caca akan mengambilkan piring dan nasi untuknya, biasanya Caca yang melakukan itu setiap hari. Muka kumel Caca mulai terlihat ditambah matanya yang sembab seperti panda, Caca hanya diam dan memakan makanannya sendiri.

"Ehem." Farzan berdehem lagi, mengharapkan Caca peka dengan itu.

"Ambil sendiri!" ujar Caca dengan ekspresi datar, Farzan menatap Caca dengan sendu. Apakah Caca sangat membenci Farzan saat ini?

"Bi, Caca berangkat dulu." Caca mengambil tasnya kemudian mulai berpamitan kepada Bi Surti tapi tidak dengan Farzan. Farzan membuang napasnya kasar. Semua ini gara-gara Farzan sendiri.

'Kasihan Nona Caca,' batin Bi Surti.

"Den." Bi Surti memanggil Farzan yang masih setia duduk tanpa mengambil menu makanan yang telah tersaji rapi.

"Iya, Bi ada apa?" tanya Farzan menatap mata Bi Surti. Bi Surti menghempaskan bobot tubuhnya di kursi samping Farzan.

"Maaf sebelumnya. Bukannya Bibi mau ikut campur, lebih baiknya Den Farzan berikan waktu untuk Non Caca sendiri dulu. Bibi tahu apa yang kalian berdua permasalahkan. Biarkan Non Caca menenangkan pikirannya, di usianya yang masih remaja--dewasa membuat Non Caca sedikit labil, jadi Den Farzan harus sabar menghadapi Non Caca. Seusia Non Caca pasti butuh teman untuk sekedar mencurahkan isi hati. Jadilah teman Non Caca di saat dia sedih atau senang. Dengan mendengar semua isi hati Non Caca, pasti Den Farzan akan tahu apa yang Non Caca inginkan," ujar Bi Surti sambil tersenyum Farzan mengangkat bibirnya ke atas. Benar juga apa yang Bi Surti katakan.

"Terima kasih Bi. Aku sampai tidak kepikiran seperti itu."

"Bibi bisa mengerti karena Bibi juga seorang ibu. Non Caca untuk sekarang butuh teman untuk bisa mengerti dirinya, mendengarkan keluh kesahnya dan masih banyak lagi. Non Caca masih fase pendewasaan Den. Perlahan tapi pasti. Jangan paksa Non Caca untuk bersikap dewasa akan ada masanya itu terjadi. Maaf sekali lagi Den, lebih baiknya Den Farzan meluangkan waktu untuk Non Caca. Den Farzan terlalu sibuk dengan urusan kantor hingga Non Caca sering merasa sendiri. Untuk sekarang ini Non Caca belum memikirkan menjadi istri yang sempurna karena di usianya yang masih terbilang remaja--dewasa. Jadi Den Farzan jangan memaksa Non Caca untuk menjadi istri seorang CEO yang sempurna. Pasti Den Farzan paham apa yang saya katakan."

Farzan diam, dicernanya kata-kata Bi Surti ada benarnya. Selama ini Farzan hanya mementingkan dirinya sendiri dan urusan kantor. Benar, Caca butuh seorang teman yang bisa berbagi keluh kesah. Beberapa waktu ini Farzan memang egois dia menyadari itu.

"Terima kasih sekali lagi Bi. Bibi memang the best," ucap Farzan dan langsung memeluk Bi Surti. Farzan sudah menganggap Bi Surti sebagai ibunya sendiri begitu juga dengan Bi Surti yang menganggap Farzan dan Caca sebagai anaknya.

FARCA ( Farzan & Caca )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang