Kami semua beranjak keluar rumah setelah mendengar Ibu Riska berteriak. Saat tiba di pintu, kami kaget karena Riska sudah bersimbah darah. Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Riska. Riska sudah terkulai lemas di pelukkan Ibunya. Seketika kami semua berhambur ke arah Riska dan ibun
"Bawa ke rumah sakit!" ucap Papa kencang.Papa, Mas Kala dan Pak RT dengan sergap membopong Riska masuk ke dalam mobil Mas Kala yang kebetulan terparkir di luar. Riska dibaringkan di kursi tengah, sedangkan Ibu Riska memposisikan kepala Riska di pahanya. Pak RT duduk di kursi depan, menemani Mas Kala yang mengemudikan mobil dan bersiap ke rumah sakit.
"Mas ke rumah sakit dulu ya, Tih." Mas Kala berpamitan padaku. Aku mengangguk.
"Iya, Mas. Aku nyusul sama Papa Mama, ya." Kukecup punggung tangannya. "Ati-ati di jalan."
Aku, Papa dan mengikuti mobil Mas Kala dari belakang. Kami menuju rumah sakit yang kebetulan letaknya tak jauh dari rumah. Kurang lebih 15 menit berkendara, kami sampai di rumah sakit. Riska segera dibawa ke IGD untuk segera mendapatkan penanganan.
Kami semua menunggu di luar sementara Riska ditangani.
"Kenapa Riska bisa begitu, Tante?" tanya Mas Kala. Bu Hera, Ibu Riska menggeleng.
"Tante nggak tau, Bi. Tau-tau Riska ngeluarin silet dari tasnya. Dan..." Ucapannya tak berlanjut. Bu Hera menangis sesenggukan. Mama yang juga seorang Ibu memeluknya.
"Sabar ya, Bu. Riska akan baik-baik saja," ucap Mama menenangkan Bu Hera.
"Semua gara-gara anak kalian!" Bu Hera melepaskan pelukkan Mama dengan sangat kasar. Mama terlihat sangat kaget dengan sikap Bu Hera. Kutarik Mama segera ke sebelahku.
"Tante!" teriak Mas Kala. "Tante nggak pantes ngomong kayak begitu."
"Kenap, Bi? Apanya yang nggak pantes? Kalo aja kamu mau menuhin permintaan Riska, dia nggak akan sampe berbuat nekat kayak begitu. Ibu mana yang nggak hancur liat anaknya begitu??" Bu Hera terlihat sangat marah. Dia menepuk-nepuk dadanya dengan kencang.
"Tante, sebelum semua terjadi, aku dan Ratih sudah jauh bertunangan. Jadi, jangan pernah libatkan Ratih di masalah ini." Mas Kala mulai terlihat sedikit marah. Tangan kanannya mengepal kencang. Ku hampiri Mas Kala dan kugenggam tangannya.
"Mas, udah." Kuajak Mas Kala untuk duduk. "Udah, jangan terlalu emosi, ya."
"Kalau sampe terjadi sesuatu yang buruk sama Riska, kamu harus tanggung jawab!" Bu Hera melotot ke arahku.
"Tante!" Mas Kala hendak segera berdiri, namun kucegah dia untuk tetap duduk. Kutepuk lebut punggung tangannya. Kubisikkan padanya bahwa aku baik-baik saja.
Ayah dan Ibu Mas Kala datang dengan tergopoh-gopoh. Mereka datang karena sebelumnya Mas Kala menelepon dan menceritakan semua yang terjadi. Mereka terlihat sangat terkejut.
Sudah hampir satu jam Riska ada di dalam ruang IGD. Sampai akhirnya seorang dokter keluar dan menemui kami yang masih menunggu di luar.
"Gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Bu Hera panik.
"Anak ibu baik-baik saja. Untungnya, luka sayatannya tidak dalam, dan tidak mengakibatkan pendarahan yang hebat. Pasien sudah selesai kami tangani. Pasien disarankan untuk dirawat selama 2-3 hari ke depan." Dokter menjelaskan keadaan Riska. Kami semua menghembuskan napas kelegaan. Tak akan bisa kubayangkan apabila sesuatu yang buruk sampai terjadi pada Riska.
"Terima kasih banyak ya, Dok. Terima kasih," ucap Bu Hera. Dia menggenggam tangan dokter itu dengan kencangnya.
"Iya, Bu. Kalau begitu, saya pamit dulu. Pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat. Dimohon keluarga untuk segera mengurus administrasinya, supaya bisa dicek ketersediaan kamar rawatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia (Omku) Suamiku (COMPLETED) SEBAGIAN CHAPTERS DIUNPUBLISH YA
RomanceTambahin cerita ini di library kalian ya. Biar tau kalo ada update terbaru 😘😘LIKE AMA COMMENT JANGAN LUPA YA BEBS..... ❤❤❤❤ Nadia paham betul bagaimana sakitnya dikhianati. Rasanya berkali-kali lipat sakit karena pengkhianatan itu dilakukan oleh d...