"Kak, undangannya mau disebar kapan? Acara Kakak tinggal 2 minggu lagi lho," ucap Mama. Mama baru saja selesai menempelkan label Tom&Jerry di semua undangan yang sudah rampung sejak seminggu yang lalu.
Aku dan Mas Kala sedang sibuk membantu Mama membereskan undangan-undangan yang sudah ditempeli label nama. Undangan kami bagi menjadi beberapa kelompok, agar mudah saat disebar nantinya. Aku menyetujui ide resepsi ini. Dengan catatan, tidak terlalu banyak mengundang tamu.
"Terserah Mama aja. Seminggu sebelum acara kayaknya oke." Tanganku masih sibuk melingkarkan karet gelang di setiap tumpukkan undangan yang ada di meja.
"Bi, kamu mau undang temenmu di sini atau di rumah kamu?" tanya Mama.
"Beberapa temen deket mungkin aku undang ke akad nikah. Selebihnya di sana aja, Ma." Mas Kala membereskan tumpukkan undangan dan memasukkannya ke dalam kardus.
"Abi fasih banget ya manggil Mama." Mama nyengir ke arahku dan Mas Kala. Seketika, Mas Kala menjadi salah tingkah.
"Yeee, si Mama. Mana ada sih menantu manggil mertuanya "Mbak"?" selorohku. Memang pada awalnya, Mas Kala kesusahan untuk membiasakan diri memanggil Papa dan Mama dengan sebutan baru. Bahkan, Mas Kala masih saja sering salah, awalnya. Lama-kelamaan, lidahnyapun terbiasa.
"Ya nggak lah, Kak. Temen-temen dosen udah pada tau kan rencana pernikahan kalian?" tanya Mama.
"Jangankan temen-temen dosen, Ma. Kabar malah udah berhembus ke komunitas Babi Miyabi," sambarku. Mama seketika memasang tampang bingung. Mas Kala menyenggol lenganku.
"Babi Miyabi? Itu apaan, Kak? Komunitas peternak babi pecinta Maria Ozawa?" tanya Mama. Aku menggeleng.
"Jadi, calon menantu Mama ini punya komunitas, Ma. Babi Miyabi itu stands for Barisan Bidadari Miliknya Pak Abi." Kulirik Mas Kala yang ada di sebelahku. Dia menempelkan telapak tangan kanannya di wajahnya.
"Wih, beneran Bi?" tanya Mama, dan dianggukki lemah oleh Mas Kala. "Respon mereka gimana?"
"Duh, Ma. Horor banget. Mas Kala banyak yang ngebucinin. Iya kan, Mas?" kukerlingkan satu mataku ke arahnya. Dia membalasku dengan mengusap kepalaku.
"Tetep kamu kok pemenangnya," ucap Mas Kala.
"Duh...duh... Liat kalian, Mama jadi kangen Papa. Papa kok lama banget sih baliknya." Mama menatap ke arah jam dinding yang di pasang di atas TV.
"Papa kemana emang, Ma?" tanyaku.
"Papa ke kantor. Tadi sih udah pulang. Tapi, Mama telepon nitip dibeliin sesuatu buat dibawa pulang Abi. Untuk Ayah sama Ibu."
"Jangan repot-repot, Ma. Udah sering banget dikirimin makanan," ucap Mas Kala.
"Halah, nggak kok. Biasa aja. Kita kan keluarga." Mama bangun meninggalkan kami berdua di ruang tengah. "Mama mau masak dulu ya, Kak."
Satu minggu dari sekarang adalah saat-saat kami berdua menjadi sangat sibuk. Aku dan Mas Kala ikut turun tangan perihal pembagian undangan. Beberapa undangan untuk kolega-kolega Papa memang kami kirimkan lewat ekpedisi.
Ah! Ada perubahan rencana. Acara Ngunduh Mantu akan digelar seminggu setelah acara di rumahku. Keputusan diambil dengan pertimbangan yang cukup konyol menurutku. 'Biar masih kerasa aroma-aroma penganten barunya.'
Mas Kala juga mengajakku untuk membagikan undangan untuk acara Ngunduh Mantu pada teman-temannya. Mas Kala memperkenalkanku pada teman-temannya yang belum pernah kutemui sebelumnya. Aku terkejut saat tahu Mas Kala punya banyak teman. Sempat terpikir olehku Mas Kala seorang yang kurang senang bergaul. Ternyata memang benar kita tidak boleh menilai seseorang dalam 1 kedipan mata. Bahkan, Mas Kala aktif berolahraga dengan teman-temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia (Omku) Suamiku (COMPLETED) SEBAGIAN CHAPTERS DIUNPUBLISH YA
RomansTambahin cerita ini di library kalian ya. Biar tau kalo ada update terbaru 😘😘LIKE AMA COMMENT JANGAN LUPA YA BEBS..... ❤❤❤❤ Nadia paham betul bagaimana sakitnya dikhianati. Rasanya berkali-kali lipat sakit karena pengkhianatan itu dilakukan oleh d...