Sosok tubuh tinggi dan besar baru saja memasuki ruangan operasional di gedung rahasia itu. Tanpa harus membalikkan tubuh ia telah mengetahui siapa pria yang sedang berjalan menyusurinya hanya dengan melihat bayangan melalui cahaya temeram yang terpantul dari lampu. Pria itu membuka jas dan menyerahkannya pada pria yang mengikutinya kemudian melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya. Semburat senyum licik terpancar dari bibirnya bersamaan dengan langkahnya yang beringsut mendekat."Pergerakanmu sangat lambat, Houxuan. Kau terlambat lima belas jam."
Dia adalah Wen Rouhan, pria berusia setengah abad yang mengeluarkan diri dari anggota kesepakatan kerjasama antara negara Cina-Amerika dalam upaya pengawasan pengkontribusian vaksin virus korona yang akan dikirim ke seluruh penjuru dunia.
Pria yang menjabat sebagai Letnan itu akhirnya memutuskan untuk hengkang karena merasa dirugikan. Mereka tak menunjuknya sebagai kapten sementara Wen Rouhan sendiri meyakini bahwa kehebatannya melebihi para pejabat lainnya di organisasi tersebut. Menunjuk Wang Hoxuan yang merupakan salah satu bawahannya, kemudian memberinya bayaran melebihi dari gaji yang didapat, perwira itu akhirnya mau bekerja untuknya.
Hanya saja, entah mengapa operasi yang mereka lakukan kali ini terlambat hingga satu kali penerbangan yang harusnya bisa mereka bawa sebelum malam tiba.
"Mengapa kau terlambat?" tuntun Wen Rouhan lagi.
Wang Houxuan menunduk, patuh. "Maaf, Letnan. Tapi saya harus memastikan semuanya aman." Ia mengangkat wajah dan mendapati tatapan heran dari Wen Rouhan, Houxan segera melanjutkan, "tim Wang Yibo telah mengendus pergerakan kita... jadi saya harus mencari pengalihan untuknya."
"Apa itu akan berhasi?"
Wang Houxuan menunduk lagi. "Saya usahakan, Letnan."
"Itu sudah seharusnya," sahut Wen Rouhan, menyeringai. "Kau kubayar."
"Ya, Letnan!"
Wen Rouhan terkekeh pelan mendapat jawaban memuaskan dari Houxuan. Setiap pekerjaan kotor yang selalu dilakukan salah satu bawahannya itu memang selalu berhasil. Bahkan petinggi lainnya yang bekerja sama dengannya pun mengakui. Bawahannya yang menjabat sebagai perwira itu tak hanya lincah namun juga memiliki paras tampan sehingga memudahkan Wang Houxuan mendapat informasi sekitar melalui para wanita malam.
Baik Wen Rouhan maupun Wang Houxan, mereka sama-sama tidak bermaksud untuk berhenti melakukan pergerakan ilegal ini atas dasar keuntungan besar. Itulah yang membuat mereka masih bekerjasama hingga sekarang.
"Baiklah kalau begitu," balas Wen Rouhan akhirnya. "Aku akan pergi, kau awasi tempat ini, mengerti?"
Wang Houxuan mengangkat tangan memberi hormat. "Siap, mengerti, Letnan!"
Dan Wen Rouhan pun meninggalkan gedung rahasia tersebut.
Malam itu hujan deras membasahi tanah Kota New York. Tim Wang Yibo masih siaga di tempat persembunyian mereka. Ini adalah malam kedua sejak Tim Yibo meninggalkan markas untuk melakukan pengawasan dan dia sedikit puas karena akhirnya bisa menangkap pergerakan illegal di sebuh gedung rahasia itu.
Dari balik dinding gedung usang di mana sudah menjadi tempat persembunyiannya selama dua hari itu, Wang Yibo menekan tombol pada walkie talkie yang terpasang di telinga sementara tangan lainnya memegangi sebuah senjata api.