"Celine.. Celine...,"
Aku mendongak mencari asal suara yang sepertinya tak asing bagi telingaku,
"Siapa sih Cel..?" tanya Eva di sebelahku
"Entah deh, lagian rame banget ngga keliatan," jawabku sambil menjinjitkan kakiku tinggi-tinggi
"Aduh aku panggilin dari tadi kok ngga nyaut sih..?" seru seseorang dari balik punggungku
Aku dan Eva langsung membalikkan badan dan melihat Fila yang tengah menunduk sambil mengatur nafas
"Ngga keliatan Fil, lagian tau sendiri abis upacara semrawutnya kaya apa," belaku
"Emang kenapa sih Fil..?" tanya Eva penasaran
"Aaaak...! Aku lupa...! Ya ampun, itu... itu....,"
"Apaan..?" sahutku dan Eva tak sabar
"Kak Dav..... kelas... cepetan..,"
"Apa....? Ngomongnya pelan-pelan dong Fil,ngga jelas nih dengernya,"
Fila meletakkan kedua tangannya pada pinggangnya, ia mencoba menarik nafas dalam dan mengeluarkannya dalam satu hembusan,
"Kak Davin nyariin kamu, dia di depan kelas, cepetan samperin,dia udah..... loh loh Cel tungguin,"
Aku tak lagi menunggu akhir dari kalimat yang diucapkan Fila barusan, otakku langsung merespon cepat dengan menyuruh kedua kakiku untuk segera berlari menuju kelasku.
Setelah berjuang sekuat tenaga untuk menerobos barisan ramai anak anak kelas X yang sedang melewati tangga, akhirnya aku bisa tiba di lantai dua sambil tersenyum lebar dan meminta maaf. Karena selama aksi "terobos paksa" tadi, tak jarang aku menyenggol bahu orang-orang di sekitarku dan membuat mereka kehilangan keseimbangan hingga nyaris terjatuh.
Setelah dihadiahi puluhan tatapan kebingungan, aku kembali melangkahkan kakiku sambil sesekali melompat agar kelasku yang berada cukup jauh bisa terlihat. Dan aku berhasil melihatnya....! Benar kata Fila, ia memang berdiri tepat di samping pintu kelasku. Tingginya yang memang sedikit di atas rata-rata memang terlihat mencolok di mata. Terlebih lagi untuk mataku. Aku sudah bersiap untuk berlari menuju arahnya sebelum aku tersadar sesuatu.
Ya, karena terlalu semangat berlari dari lapangan hingga lantai dua ini, penampilanku yang semula rapi sepertinya sekarang patut dipertanyakan. Aku segera berbalik dan berlari menuju toilet yang arahnya berlawanan dengan letak kelasku. Tanpa menghiraukan pandangan aneh dari beberapa anak yang telah berada di sana, aku segera menuju kaca besar dan...
"Ya ampun....astaga.....!" teriakku histeris, rambut sebahuku yang semula rapi dan cantik dengan aksesoris pita berwarna merah kini tampak awut-awutan. Bahkan pita itu tak lagi berada di tempatnya semula. Belum lagi wajahku yang kini mulai memanas dan bulir-bulir keringat mulai muncul di beberapa bagian wajahku.
Dengan gerakan cepat, aku berusaha menyatukan rambutku dan mengikatnya menjadi ekor kuda. Tampak lebih baik. Lalu, aku menyalakan air di westafel dan mulai membasahi wajahku. Setelah dirasa cukup, aku melap wajahku dan mematut diriku lagi di cermin. Memastikan tidak ada sedikitpun cacat cela yang bisa membuat diriku tampak buruk di mata seorang Davin.
Sambil mengaitkan pita merah tadi di saku seragamku, aku keluar dari toilet dan dengan langkah pelan mulai menuju kelasku. Perasaanku tiba-tiba berubah menjadi was-was. Takut apabila ia kini tidak lagi berada di tempatnya. Tapi untunglah, dari jarak yang masih jauh aku bisa melihatnya. Masih sama seperti tadi, satu tangannya di masukkan ke dalam saku celananya dan satunya lagi di biarkan bebas. Kepalanya bergerak perlahan seperti mencari seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
RomanceBagi Celine Oktaviani, masa lalu bukanlah hal yang tabu untuk diungkit kembali. Selama empat tahun ia telah "hidup" bersama seseorang dari masa lalunya melalui mimpi. Mimpi-mimpi itulah yang menjadikan dirinya yakin bahwa seseorang dari masa lalunya...