" hahah..... kau sungguh menakjubkan.....hampir mati aku melihat raut wajahmu. Dan...dan..." Awan tertawa terbahak bahak sembari memegang perutnya keram. Sedangkan izi pun tertawa ia tak sanggup berkata-kata saat ini.
Sian blank. Tidak mengerti dengan situasi yang ia hadapi. Pakaian pria itu masih lengkap kemeja putih dengan jas navynya juga celana kain dan sepatu mengkilap Sian. Sian mengerutkan dahinya bingung.
" Ada apa ini?" Izi tertawa kali ini sembari memukul kursi yang ia duduki beberapa kali. Tak tahan dengan ke tololan saudar laki2nya itu.
Seakan sadar Sian melunturkan senyumannya. Kenapa ia baru ngeh bila mereka sial mengerjainya. Alis pria itu menukik tajam tanda tak suka.
" Ohhh jadi kalian bersekongkol untuk mengerjai ku? Hah! Keterlaluan" dengan dongkol Sian pergi begitu saja meninggalkan izi dan Awan yang masih berusaha meredakan tawa mereka.
Izi terdiam. Awan mengangkat bahu acuh seakan tak perduli. Padahal Awan sangat terbiasa dengan perubahan emosi kakaknya itu. Izi gelisah di tempat. " Awan....apakah Sian marah pada kita karna mengerjainnya seperti ini?" Tanya izi gadis itu meremas jarinya kebiasaan ketika ia merasa bersalah pada orang yang sangat ia sayangi. Izi akan melakukan hal itu kepada kedua kakaknya dan Albi. Para pria yang berarti bagi hidupnya.
Awan mengusap surai rambut izi. Ohhh ia tak menyukai sorot mata itu. Awan tersenyum menenangkan " tidak, dia memang seperti itu. Temparamen dan emosional. Jangan perlihatkan tatapan seperti itu sweety aku tak suka." Pria yang kini menggunakan kaos biasa dengan celana pendek selutut tak lupa gaya rambutnya yang klimis itu menatap izi intens. Merengkuh tubuh gadisnya.
Awan mengirup rakus aroma tubuh izi. Ahh dia sangat menyukai aroma itu. " Tapi dia kelihatan marah tadi awan. Aku ingin menemuinya" ujar izi.
Awan menghela napas sejenak. Ia tak rela melepaskan izi untuk Sian kakanya itu. Terhitung ia sangat jarang bertemu dengan izi. Tapi ia tak boleh egois. Akhirnya Awan mengangguk.
"Baiklah tapi jangan terlalu lama. Aku masih merindukan mu sweety" awan mengecup singkat pipi izi. Izi mengangguk sebagai jawaban. Ia akan menemui Sian pria itu jika merajuk sangat sulit membujuknya.Ohh,ternyata Sian ada di kamar nya, pakaian pria itupun sudah berganti dengan yang lebih santai. Sian duduk di pinggir ranjang nya dengan tatapan datar menatap ke luar jendela. Izi menghela napas sejenak.
"Sian?kau marah padaku? Apa kau kesal pada ku dan Awan?" Izi mendekati sian. Memeluk pria itu dari belakang. Izi mengeratkan pelukannya di leher sian. Sian diam tak merespon.
"Maafkan aku Sian. Aku pasti mengganggu waktumu dengan tingkah kekanakan ku ini..... tidak apa jika kau marah. Aku tak akan mengganggu mu lagi. Sekali lagi aku minta maaf" izi melepaskan pelukannya dan berniat untuk pergi tapi dengan gesit Sian menariknya. Memeluknya dengan sangat erat hingga ia kesulitan bernapas.
" Sian kau ingin membunuhku hah!! Lepaskan aku kesulitan bernapas!!" Sentak izi. Sian bukan nya melepaskan pelukan mereka dia hanya mengendorkan ya saja.
"Kenapa kau malah ingin pergi begitu saja?harusnya kau membujukku agar aku tak kesal lagi!.ehhh ini malah nyerah begitu saja" kesal Sian. Meletakan dagunnya dipundak izi yang sempit. Menghirup rakus aroma gadisnya. Izi menyeringai.
"Kau tau diriku Sian. Tapi bukankah aku sudah minta maaf padamu. Tapi kau tak menjawab ku. Ku kira kau butuh waktu sendiri dulu" ujar izi.
Sian melepaskan pelukannya. Menatap izi intens. Bibir pria itu mencebik. Sian gemas sekali dengan adik kecilnya yang kurang peka ini.
" Jangan menampilkan wajah seeprti itu Sian, menggelikan!"seru izi. Terkadang dia juga heran mengapa laki2 jika membuat raut wajah seperti itu bukannya lucu tapi jatohnnya menggelikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
🌼THIS IS MY REASON 🌼(Hiatus)
Teen Fictionhidup adalah sebuah pilihan. seperti apa kita menjalaninya,melewati proses yang ada. Mengikuti takdir sesuai alurnya. inilah aku dengan segala alasanku. do not plagiarize my story!! PLAGIAT JAUH2 sorry readers kalo ceritanya kurang menarik atau mbos...