Prolog

538 23 1
                                    

Penyihir. Apa yang orang pikirkan tentang kata itu? Wanita keriput jahat yang suka mengutuk orang dengan gigi ompong dan dagu runcing yang naik sapu terbang sembari memakai topi segitiga lusuh?

Oh, kau tidak sepenuhnya salah, kok. Maksudku, sapu, ya kami memilikinya untuk olahraga quidditch.

Apa itu quidditch? Hm, bisa dibilang itu olahraga kami. Kalian punya sepak bola dan kami punya quidditch. Maafkan aku, aku tidak terlalu paham cara kerja quidditch, karena aku tidak menggeluti itu. Aku benci olahraga.

Sepertinya tadi ada sesuatu yang akan kukatakan, aku melupakannya. Apa aku sudah memperkenalkan diriku? Belum? Baiklah mari berkenalan!

Halo! Aku Jennie Ruby, anak tunggal dari keluarga berdarah murni Ruby. Aku dan sihir sudah berteman sejak kecil tentu saja. Aku tahun kelima, asrama Ravenclaw.

Banyak orang berpikiran, asrama Ravenclaw adalah asrama yang dipenuhi orang-orang anggun, jenius dan kutu buku. Well, itu tidak sepenuhnya benar. Kalian pasti tidak akan menyangka ada murid Ravenclaw yang gemar melanggar peraturan.

Tentu saja aku suka belajar! Bau perkamen-perkamen tua selalu merileks-kan pikiranku. Tapi, aku juga tidak bisa berdiam diri lama-lama. Aku suka bergerak!

Hampir semua teman-teman asramaku membenciku karena aku terus-terusan memotong poin asrama. Oh, Merlin. Aku juga tidak mengharapkan itu terjadi, percayalah.

Tapi untungnya aku memiliki satu sahabat, ya walaupun dia agak kaku dan galak, setidaknya dia masih mau menemaniku. Akan kuperkenalkan dia nanti.

Aku juga punya seorang kekasih! Dia begitu tampan dan berkharisma—mungkin setelah ini Jennie akan dihabisi penggemarnya, karena mengatakan itu.

Baiklah maaf, dia seseorang yang kusukai. Seorang kepala murid dari asrama Slytherin, tahun ketujuh. Matanya setajam elang, arogan dan dingin. Yah, bisa dibilang begitu.

Alasanku tambah menyukai untuk berbuat onar, tentu saja karena aku akan berhadapan dengannya.

Si Head boy Slytherin, Namjoon Kim.

Melihatnya menyempatkan waktu untuk memotong poinku dan mendetensiku disela-sela jam sibuknya membuatku tersanjung.

Jika kalian bertanya, mengapa tidak dengan prefek saja? Oh, tentu saja aku tidak mempan dengan prefek.

Terkadang, aku sendiri juga tidak paham mengapa aku bisa mendapat asrama Ravenclaw. Gryffindor atau Hufflepuff lebih cocok untukku. Tapi, topi seleksi bilang, aku punya potensi besar yang bahkan tidak kuketahui itu.

Astaga, aku bahkan sudah ditahun kelima. Tapi, aku tidak merasakan munculnya potensi-potensi tersebut. Aku berpikir, mungkin topi seleksi berbohong, atau sudah rusak karena terlalu kuno.

Ah, aku terlalu banyak bicara sepertinya. Jadi, kuakhiri sampai disini, ya. Sampai ketemu di bab selanjutnya!

Slytherin Head BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang