Pembuatan Music Video (MV) tentu tak hanya selesai dalam satu hari. Hampir setiap pulang sekolah, mereka mampir ke studio untuk pengambilan gambar. Meski hanya sampai jam 8 malam, namun mereka begitu maksimal. Tim produksi pun membantu semaksimal mungkin, mencoba menyamai irama Shzyne dan memahami kondisi Sheza yang berkali-kali hampir tumbang.
Tanpa terasa, seminggu telah berlalu semenjak rekaman suara. Pengambilan gambar untuk MV pun telah selesai. Meski mereka punya waktu untuk istirahat dari kegiatan yang berat, tapi mereka tak benar-benar istirahat. Kadang, mereka harus bertemu dengan Fajar di sebuah kafe untuk membicarakan jadwal-jadwal, termasuk jadwal perilisan lagu, sekaligus menjadi awal debut mereka, kemudian disusul dengan penampilan pertama mereka secara live di sebuah Festival Musik Indonesia seminggu usai perilisan lagu pertama mereka.
Dan, di sinilah Sheza, merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah apartemennya dan Izhan, menaruh kepalanya di atas pangkuan Sarah yang datang mengunjunginya, sekaligus untuk persiapan gaun pernikahan Sarah dengan Marzuki yang tinggal menghitung 30 hari, tepat sehari setelah penampilan Shzyne pada Festival Musik Indonesia.
Tidak, tidak ada Marzuki. Ia sedang sibuk mengisi kuliah di Semarang. Izhan pun sedang sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter hewan yang harus rela bekerja meski di akhir pekan. Maka, tersisalah Sheza dan Sarah di apartemen ini. Rencananya, siang nanti Sarah akan menemani Sheza untuk kontrol. Sejak kejadian bertemunya Sheza dengan Lili, Sheza tak diperbolehkan untuk pergi kontrol ke rumah sakit sendirian.
Masih jam 8 pagi, masih ada waktu 3 jam untuk bersantai-santai di apartemen ini. Masih ada waktu bagi Sheza untuk memonopoli Sarah, bermanja-manja seperti anak-anak perempuan lainnya pada ibu mereka. Hal yang sejak umur 8 tahun tak pernah ia lakukan. Ia bahkan tak ingat pernah bermanja-manja dengan Lili.
"Agak hangat, ya, kamu," ujar Sarah yang asik mengusap-usap kepala Sheza, sesekali memainkan rambut Sheza. "Semalem dapet serangan, ya?"
Sheza mengangguk tanpa menatap Sarah. Matanya hanya menatap lurus pada acara animasi di televisi. "Hampir tiap malam, Bu. Kayaknya karna akhir-akhir ini sibuk nyiapin debut."
"Sekarang ada sakit atau sesak?"
Sheza menggeleng. "Nggak, kok."
"Bener?"
Sheza melirik dan menatap wajah Sarah dari ujung matanya. "Mana pernah Eja bohong sama Ibu?" ujar Sheza."Eja cuma bakal diem aja kalau nggak ditanya." Matanya kembali melirik untuk menatap televisi.
"Yaudah, Ibu percaya." Sarah pasrah.
Sheza tiba-tiba diam, padahal sejak tadi tangannya tak berhenti memainkan lengan jaket Izhan yang kepanjangan. "Bu," panggil Sheza memecah keheningan. Sarah hanya menanggapi dengan deheman pelan. "Kayaknya, Bunda Lili mau ambil alih DCE."
"Hah?" seru Sarah terkejut.
"Belum lama, Eja mergokin Bunda ketemu sama seseorang, bicarain perihal DCE. Eja minta tolong Si Kembar, dan Eja tahu kalau yang Bunda temuin itu adiknya Pak Jhon. Mereka mau ngejatuhin Pak Jhon," jelas Sheza singkat.
"Kamu udah kasih tahu Pak Jhon?"
Sheza mengangguk. "Tapi, Pak Jhon kayaknya nggak mau Eja terlibat. Pak Jhon bilang, aku cukup fokus sama debut kami. Urusan itu akan Pak Jhon yang bereskan," jawab Sheza. "Jadi, Eja juga cerita ke Pak Jhon tentang hubungan Eja dan Bunda, juga salah satu alasan Eja mau serius terjun di dunai entertain."
Sarah berhenti mengusap kepala calon anak tirinya. "Ibu nggak mau kamu ngedrop lagi gara-gara bundamu," ujarnya. Meski bicaranya tenang, tapi Sheza tahu bahwa calon ibunya itu sedang menahan marah. "Kalau sampe bundamu macem-macem lagi, bakal Ibu samperin dan bakar semua make-up dan barang-barang branded-nya. Biar dia minta maaf sampai sujud di kakimu."
Sheza tertawa mendengar ungkapan amarah Sarah. Bukannya menakutkan, tapi hal itu terdengar menggelikan di telinga Sheza. Saat Sheza perlahan mengangkat tubuhnya untuk duduk dan melihat wajah Sarah, Sheza sadar bahwa baru saja calon ibunya itu tersenyum. Sheza pun paham, bahwa Sarah baru saja menghiburnya.
"Ibu tahu kamu anak yang kuat, Ja." Ia mengusap pipi Sheza dengan lembut dan hangat. "Ibu tahu kalau kamu bisa bikin bundamu menyesal. Tapi, kamu tetep harus hati-hati, Nak."
Sheza mengangguk. "Tenang, Bu. Eja, 'kan, punya mata ajaib." Sheza menyengir lebar sambil mengangkat dagu dengan angkuh.
Kali ini, Sarah yang dihibur. "Iya, iya. Ibu percaya, kok."
🍀
Jika biasanya Sheza datang pagi untuk kontrol karena harus ambil darah dulu, kali ini jadwal itu terpaksa diundur karena Dokter Dhimas yang harus mengurus pasien darurat. Tepat sebelum jam makan siang, Sheza melakukan pengambilan darah dan pemeriksaan rekam jantung, kali ini ditambah dengan roetngen untuk melihat ukuran jantungnya. Barulah jam 5 sore Sheza bisa bertemu Dokter Dhimas untuk mendengarkan penjelasan hasil pemeriksaan hari itu.
Dokter Dhimas serius sekali membaca ssmua hasil pemeriksaan. Saking seriusnya, Sarah merasa sangat gugup dan berkali-kali melirik apa yang dibaca Dokter Dhimas, berharap tahu bagaimana hasil pemeriksaan Sheza secara langsung. Padahal, semua hasil itu sudah ia terima sebelum menemui Dokter Dhimas. Tapi, ia ragu untuk membuka dan membacanya, takut mengecewakan. Kini, ia menyesal tak melihat hasilnya lebih dulu.
"Oke." Gumaman Dokter Dhimas menyadarkan Sarah dari kegugupannya. "Untuk fungsi ginjal dan liver terlihat perubahan yang baik," sebutnya, seraya menyingkirkan beberapa hasil untuk mengambil hasil roentgen dan menaruhnya di lampu baca, kemudian menimpanya dengan hasil roentgen pada pemeriksaan dua bulan yang lalu. Meski hanya bayangan, tapi Sarah bisa lihat jelas. "Pembengkakkan jantungnya bertambah. Meski nggak besar, tapi ini sangat berpengaruh untuk Eja. Apa ada keluhan akhir-akhir ini?"
Sarah mengangguk. "Serangan hampir tiap malam. Kakinya kadang bengkak dan buat dia agak susah jalan. Dia juga bilang, kalau dia nggak kuat berdiri 10 menit, bahkan untuk naik tangga aja dia udan sesek napas," tutur Sarah. "Berarti... makin mengkhawatirkan, ya?" tanyanya ragu.
Dokter Dhimas tahu bahwa Sarah juga seorang dokter. Meski tak menekuni spesialis yang sama, tapi Dokter Dhimas percaya bahwa Sarah paham. "Saya nggak mau kasih yang muluk-muluk. Ibu udah paham," tanggapnya. "Saya denger, sebentar lagi mereka debut, dan akhir-akhir ini sibuk. Walaupun ada Zacky yang bantu jagain Eja, tapi tubuh Eja juga bukannya nggak ada limit. Kalau Eja masih suka forsir dirinya, lama-lama dia nggak bisa apa-apa kecuali bed rest total di rumah sakit," jelasnya.
Sarah menghela napas berat. Ia sadar bahwa keputusan itu berat untuk Sheza terima, seberat keputusan keluarganya untuk mencarikan pendonor untuk Sheza. "Gimana dengan pendonor?"
Dokter Dhimas mengusap wajahnya kasar. "Susah nyari yang cocok. Sekalinya dapet, timing-nya nggak pas. Tadi, saya habis bantu transplantasi jantung ke pasien senior saya. Kalau pasien senior saya masih bisa sabar, jantung itu bisa untuk Sheza."
Sarah menggeleng. "Jangan merasa bersalah, Dokter Dhimas. Saya paham situasi itu, dan saya yakin Sheza nggak akan kecewa. Sebaliknya, saya yakin dia akan bersyukur."
Dokter Dhimas terkekeh-kekeh. "Bener. Anak itu nggak setuju ide transplantasi. Dia malah bakal seneng kalau nggak ada yang namanya transplantasi." Tawanya pun disusul oleh tawa Sarah. "Sampai misi pertama Eja selesai, saya akan usahakan maksimal agar dia bisa bertahan terus sampai ada pendonor pada waktu yang tepat."
Sarah menganggukkan kepala. "Mohon bantuannya."
"Tentu. Bagaimanapun juga, saya udah anggep Eja adik kandung saya sendiri," tanggapnya. "Malah, saya seneng banget kalau dia bisa jadi calonnya Zacky." Ia pun tertawa keras dan puas.
Sarah ikut tertawa. "Bener. Mereka serasi banget," tanggapnya.
"Lalu, mana Eja?"
Sarah menyeka air mata tawanya yang sedikit menggenang di ujung matanya. "Katanya mau nunggu di kafe aja. Dia nggak mau denger hasilnya, katanya udah ketebak." Sarah terkekeh-kekeh. "Anak itu cuma nggak mau lihat wajah tegang saya. Dia tahu kalau ibunya ini bisa lupa diri."
Dokter Dhimas terkekeh-kekeh. "Ya, dan dia benci kalau lihat kita mengkhawatirkannya."
"Benar." Sarah mengangguk setuju.
🍀🍀🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
Your True Colour [COMPLETED]
Dla nastolatkówHighest Rank 2 #jantung (30/12/20) Bagi Sheza, aura milik setiap orang akan mencerminkan, sifat, kepribadian, pemikiran, dan kebenaran. Aura Sheza: 70% Indigo, 15% Hijau, 15% Kelabu Indigo: Spiritual Hijau: Penyayang, kesembuhan, ketenangan Kelabu:...