⚠️ Self harm...
Sudah nyaris seminggu ini kunjungan JiAcheng terhenti, manager yang selalu ada di samping Zhanzhan itu hanya menghubungi via telepon setiap sepuluh menit sekali untuk memastikan kalau pria tampan itu masih hidup.
Zhanzhan tidak bertanya, tapi dia sudah bisa menduga bahwa ini adalah perintah Yibo.
Karena sekarang bahkan para pelayan yang biasanya berkerumun di sisinya, juga terlihat menjaga jarak. Mereka hanya muncul sesekali ketika akan mengantar hidangan untuk Zhanzhan ke kamarnya.
Rumah besar yang sunyi itu kini makin sepi seolah tak berpenghuni, tak ada jejak bayang dari mahluk hidup yang melintas.
Hanya Zhanzhan, dan keheningan serta pikiran gila nya yang tersisa.
Yang tiap detik menghasutnya untuk kembali "bermain". Membuat setiap jengkal kulitnya yang tersembunyi kini berhias luka, karena setiap kali pekikan suara yang menulikan telinga itu datang bergemuruh, Zhanzhan tidak punya pilihan lain selain menenangkan mereka dengan sayatan sayatan dangkal yang menyisakan pedih namun menenangkan.
Yibo tidak bercanda tentang niatnya membalas dendam, dia benar-benar membuat Zhanzhan mati perlahan dipeluk kesunyian.
🐣 🐣 🐣
Pagi yang membosankan datang lagi, Zhanzhan memutuskan keluar dari kamarnya setelah berhari-hari mengurung diri, dia bertelanjang kaki, turun perlahan menyusuri tangga. Kemeja putih over size yang ia gunakan sedikit berkibar menutupi tubuhnya yang penuh luka.
Langkahnya terhuyung, karena reaksi alkohol yang membuat kepalanya pusing. Telapak kakinya yang putih bersih mengerut ketika menapak di atas lantai marmer yang dingin.
Tapi langkahnya terhenti, Zhanzhan berdiri linglung di lorong sepi yang menghubungkan taman dan ruang baca, dari tempatnya, dia bisa melihat Yibo tengah duduk, menengadah menikmati sapuan lembut mentari pagi yang menyembul malu dari balik awan kelabu.
Di pangkuan pria tampan itu ada Liying yang tengah berbaring, sambil membelai dagu Yibo. Wajah gadis itu secerah bunga lili yang bermekaran di musim semi.
Putih, suci, tak bernoda.
Pasangan itu tampak bahagia, tertawa riang menikmati kursi yang berayun pelan setiap kali kali panjang Yibo menghentak.
Pusing yang menyerang kepala Zhanzhan kembali berdenyut, disusul dengan suara retakkan imajiner dari hatinya yang patah.
Matanya yang berkabut, mengerjap cepat seolah dengan begitu butir bening yang mulai membanjir akan kembali melesak masuk.
Zhanzhan tidak tahan lagi, dia segera berbalik, memutar langkah kembali ke kamarnya. Sementara Yibo membuka matanya yang teperjam, perlahan menatap dingin ke arah di mana Zhanzhan berdiri tadi. Dia menyunggingkan seringai kejam yang sedetik kemudian sudah berubah menjadi senyum lembut untuk memanjakan sang tunangan.
"Bo Ge, ayahku mulai sering bertanya kapan kita akan menikah? Kita sudah bertunangan selama lima tahun." Tanya gadis itu sambil menatap ke arah Yibo yang menunduk membelai anak rambut yang berserakan di pelipisnya.
Yibo tampak berpikir sejenak, "Hm, bagaimana kalau akhir tahun ini, menjelang natal? Atau setelah natal?"
Bola mata bundar Liying bependar, akhir tahun sudah hampir di depan mata. Itu artinya pernikahan impiannya tidak lama lagi akan terwujud, dia segera mengangguk sambil menggenggam jemari Yibo. "Aku setuju! Gege, aku akan segera memberi tahu hal ini pada ayah, kita juga harus mulai mempersiapkan semuanya. Natal hanya tinggal tiga bulan lagi!" Serunya riang.
Yibo tidak menjawab, ia hanya tersenyum lembut seraya mengusap pelan pipi Liying yang merona merah karena terlalu bersemangat.
Dalam benak, dia mencela dirinya yang begitu brengsek mempermainkan gadis cantik ini. Tapi ini adalah satu-satunya cara untuk memuaskan dahaganya atas tatapan penuh luka yang diam-diam Zhanzhan sembunyikan setiap kali pria tampan itu melihatnya mencumbu gadis ini.
Raut kesakitan Zhanzhan, baginya adalah sebuah pembuktian bahwa bukan hanya dirinya yang hancur lebur, tapi pria itu juga.
Dia bisa saja menghentikan semua, dan memaafkan tindakan Zhanzhan dulu, lalu memulai semuanya dengan benar. Tapi, Yibo menolak. Masih ada batu besar yang mengganjal benaknya. Bayangan punggung dingin Zhanzhan yang menjauh, meninggalkannya tersungkur, menangis sendirian masih begitu membekas. Seolah baru kemarin pria tampan itu berkata dengan kejam bahwa dia sudah berganti majikan dan tidak memerlukan Yibo lagi.
Semua itu hanya akan hilang setiap kali dia melihat tatap sendu dari raut cemburu Zhanzhan.
Hal itu memberinya ilusi bahwa dia akhirnya dicintai! Pria itu juga mencintainya!
🐣 🐣 🐣
Zhanzhan berjalan terseok, hatinya sakit, pandangannya kabur. Dia ingin menangis, namun tak mampu.
Air matanya seolah tertahan, hanya perasaan meledak menyesakkan yang menyebar di rongga dadanya membuat nafasnya tersengal.
"Ugh…." Rintihnya seraya memukul-mukul dada, berharap dengan gerakan lemah itu, sesuatu yang tak kasat mata yang mengganjal di sana akan luruh.
Namun, alih-alih lega ia justru malah terbatuk. Dia sampai membengkuk memeluk tubuh kurusnya yang berguncang. Sudut matanya memerah dengan saliva yang merembes bercampur noda merah keruh.
Rasanya seperti tercekik.
Hingga akhirnya dia melangkah tergesa, mengabaikan pandangannya yang berkabut, menyambar botol wine di atas nakas yang isinya sudah nyaris habis, dia meminumnya dengan rakus, hingga cairan merah pekat itu meleleh mengotori kulitnya yang putih, mengalir turun, menyelinap ke balik kemejanya yang juga ikut kotor ternoda.
Zhanzhan menghela nafas, rasa manis yang membakar mengaduk perutnya mengembalikan sedikit kesadarannya yang tadi sempat melayang.
Dia terkekeh, menertawakan dirinya yang bersembunyi disini karena sakit hati dan cemburu.
Apa haknya?
Siapa dirinya hingga berani meletakkan perasaan seperti itu untuk tuan muda keluarga kaya yang juga adalah bossnya. Mereka memang pernah punya kisah cinta, tapi itu dulu sebelum dia menyakiti pemuda tampan itu.
Sekarang, yang berdiri di depannya bukan lagi Yibonya yang manis dan penuh cinta. Yang bersamanya saat ini adalah Tuan Muda Wang yang dingin bermulut kejam, dan hanya akan bersikap lembut kepada tunangannya.
Yibonya yang dulu sudah lama mati, dan ironisnya dia sendiri yang sudah membunuh pria baik itu.
Zhanzhan tidak pantas mengeluh.
Dia harus menerima hukumannya.
Harus!
Batinnya di tengah rasa sesak yang meremat, juga nyeri yang membanjiri ketika lagi-lagi bilah tajam pisau lipat kesayangannya kembali membelai kulit halus seputih pualamnya.
Darah merembes lagi, tapi isak tanpa tangis Zhanzhan pelan-pelan berubah menjadi tawa yang kencang penuh kegilaan.
Dia mencabik dan menghujam, menikmati rasa sakit yang berbaur dengan kepuasan dari setiap sayatan yang menembus kulitnya.
Namun, tidak seperti terakhir kali yang sampai membuatnya kehilangan kesadaran, kali ini Zhanzhan berhenti di tusukkan kelima. Darah yang berceceran membuatnya sadar, bahwa dia tidak boleh mati di sini.
Tidak!
Dia tidak ingin merepotkan Yibo untuk mengurus tubuhnya yang rusak, penuh luka dan kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled
FanfictionKalau aku menghilang apakah semua akan usai? ⚠️Triger Warning⚠️ Self harm Bullying Suicide 21+