Orion dan Oracle (3)

251 41 11
                                    

derit kursi yang disentak spontan mengundang atensi seluruh penghuni meja makan. itu orion, sedang berdiri dengan raut wajah yang kelewat dingin.

"rion gaenak badan. ijin pulang ya, mi, pi." tanpa banyak basa basi, orion berlalu meninggalkan ruang makan.

windy menatap tak enak pada kalila dan suaminya, kemudian berbisik pada oracle yang sedang makan dengan khidmat disebelahnya, "kamu inisiatif kejar rion dong, cel."

oracle berusaha mengelak sambil balas berbisik, "ma, rion udah gede- bentar, dia udah bisa ngeliat ecel?"

ibu satu anak itu menepuk paha oracle keras, "ya udah bisa lah ceell, duh mama pusing sama kamu. cepet kejar!"

"i-iya ma!"

oracle berlari keluar, meninggalkan tanda tanya lagi bagi orang tua orion. windy kemudian berusaha mencairkan suasana, "oracle lagi kejar rion. biasa anak muda. ayo lanjut lagi makannya."

meski merasa amat bingung, makan malam hari itu tetap berjalan dengan baik dengan dua pasangan paruh baya sebagai pesertanya.

mari kita sorot lagi tokoh utama, sekarang oracle sedang berada di halaman keluarga orion. pemuda itu ragu antara masuk atau tidak. secara, oracle sudah lama sekali tidak memasuki rumah orion maupun bertemu dengan penghuninya, alias orion itu sendiri.

"masuk ga ya? tapi kalo masuk gue hadapin si orionnya gimana. duh gue mana bego banget pake ga sadar kalo dia udah bisa liat. ecel bego!" rutuk oracle pada dirinya sendiri.

pemuda mungil itu berjalan mondar mandir di halaman depan, berharap orion melihatnya lalu mengajaknya masuk, seperti dulu.

tapi sudah lima belas menit ia berjalan di halaman rumah orang lain seperti orang bodoh, orion tetap tidak keluar untuk sekedar bicara padanya.

"setan, masuk ajalah gue," ujar oracle sambil menghentakkan kakinya kesal.

ia berjalan masuk ke dalam rumah orion. ia masih mengagumi isi rumah ini, sama seperti dulu sewaktu ia pertama kali menginjakkan kaki ke dalamnya. arsitektur yang minimalis namun elegan seperti tak lekang oleh waktu menambah kesan tersendiri untuk oracle.

"ngapain lo masuk rumah orang? mau maling?" sebuah nada sinis membuat oracle menoleh kedepan.

"ri, lo udah bisa liat gue?" tanya oracle tak percaya. sungguh, seiring berjalannya waktu, orion tumbuh menjadi pemuda yang begitu tampan. saking tampannya sampai oracle tak percaya kalau orang yang didepannya ini adalah orionnya.

ya, orionnya, dulu.

orion mendecih lalu tersenyum sinis, "sekarang gantian lo yang buta? sampe gabisa liat kalo gue udah normal lagi?"

oracle tersentak ketika mendengar kata-kata menusuk yang orion lontarkan padanya. "ri, maksud aku-"

"iya, maksud lo apa ninggalin gue tanpa kabar selama bertahun tahun setelah lo ambil penglihatan gue?"

orion berjalan maju, membuat oracle memundurkan tubuhnya perlahan-lahan, "denger ya, gue ngerasa jadi orang tolol nangisin lo bertahun tahun, sedangkan kayaknya lo hidup dengan baik tanpa tau gue menderita disini."

oracle merasa ciut didepan orion yang sedang memojokkannya sekarang, "ri, denger aku dulu-"

yang lebih tua berhenti menyudutkan oracle, kemudian menjauh, bersandar di dinding disebelahnya. "mau jelasin apa lagi?" tukasnya dengan nada dingin.

merasa dapat kesempatan berbicara, oracle segera berusaha menjelaskan, "ri, aku sayang kamu, makanya aku tinggalin kamu. tolong percaya sama aku."

pemuda louise itu hanya mengangkat sebelah alisnya lalu mendecih pelan.

Winter - HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang