22

9.1K 556 18
                                    

🌺🌺🌺

Anggi yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya kaget dengan sosok yang masuk ke ruangan.

"Ryan?!"

Ryan melambai dan duduk begitu saja berseberangan dengan Anggi. Senyum pria itu seolah tidak juga pupus. Sejak dulu, masih sama. Namun rasa yang berbeda sudah di rasakan oleh Anggi.

"Ada perlu apa, tumben sekali kamu datang tanpa pemberitahuan dulu," seloroh Anggi sambil membereskan dokumen yang tengah dia periksa sebelum kedatangan Ryan.

Ryan mengangkat bahunya, "cuma mengunjungi seorang teman dan berniat mengajaknya makan siang."

Anggi tersenyum, "biasanya juga telpon."

Ryan balas tersenyum lebih hangat lagi, "aku tidak mau di tolak kali ini. Karena seperti yang kita tahu, kamu selalu menolak ajakanku dengan berbagai macam alasan."

Anggi salah tingkah. Ryan adalah seseorang yang sangat ingin dia hindari. Sebisa mungkin dia akan menolak semua ajakan pria itu untuk bertemu. Bukannya apa-apa, Anggi cuma tidak mau di cap sebagai pemberi harapan palsu, apalagi dia juga tahu jenis perasaan apa yang di miliki Ryan terhadapnya.

Hufht. Serba salah.

"Jadi, dengan datang langsung kamu pikir aku tidak bisa menolak?" Olok Anggi.

Ryan tergelak, "tentu saja. Kalau bisa, aku akan menyeretmu dengan paksa agar ikut denganku," katanya yakin.

Mau tidak mau Anggi tertawa mendengar lelucon yang tidak lucu itu.

"Kamu emang pantang menyerah, bukan begitu?" Tanya Anggi dengan alis terangkat.

"I am," sahut Ryan.

Anggi menggeleng lemah.

"Jadi, tunggu apa lagi? Ayo kita pergi!" Seru Ryan riang.

"Tck! Dasar pemaksa!" Umpat Anggi, dia beranjak mengikuti langkah Ryan.

🌺🌺🌺

"Bukankah aku sudah bilang kalau aku mencintai orang lain?" Tuntut Rehan sangat kesal. Pasalnya, saat ini dia tengah makan siang di sebuah kafe sederhana bersama gadis itu. Ririn.

Ririn memaksa Rehan untuk makan dengannya dengan cara datang ke tempat kerja pria itu. Mengabaikan delikan dan kata-kata tajam dari Rehan. Ririn memang tipe pejuang. Dia tidak akan menyerah dengan mudah sebelum mendapat apa yang dia inginkan.

"Aku tahu. Tapi, aku juga berhak mendapat kesempatan untuk membuatmu berubah pikiran. Kita sudah di jodohkan, ingat?" Ujar Ririn santai. Sesantai caranya menyantap salad buah yang menjadi pesanannya.

Rehan menggeram jengkel, "kamu... benar-benar menguras kesabaranku!"

Ririn mengangkat bahu dengan cueknya, "aku bukan orang gampangan. Well, aku tidak akan mundur sebelum janur kuning melengkung," ujarnya.

Dalam hati Rehan ingin sekali dia memukul kepala Ririn dengan garpu di tangannya. Atau...membuat kepalanya botak juga ide bagus. Tapi itu cuma bisa terjadi dalam angan-angan.

Tuhan...Rehan sungguh ingin terlepas dari gadis itu!!!

"Wah!! Itu kak Ryan!" Pekik Ririn begitu mendadak hingga hampir membuat Rehan tersedak.

Mau tidak mau Rehan menatap ke arah yang di tunjuk Ririn. Dia mengerjap begitu melihat ke arah itu.

Anggi... Pikir Rehan lirih. Dia melihat Anggi tengah tertawa bahagia di sana. Entah apa yang mereka bicarakan.

"Kamu kenal dengan kak Ryan?" Suara Ririn seakan datang dari jauh.

Rehan menatap gadis itu dengan hampa.

"Tidak. Kamu kenal?" Bahkan Rehan merasa asing dengan suaranya.

Ririn mengangguk dengan semangat, "dia itu kakak kelasku waktu SMP. Astaga, dia nggak berubah! Malah makin tampan! Apa kamu pikir gadis yang bersamanya itu pacarnya atau barangkali istrinya? Mereka terlihat serasi," cerocos Ririn.

Nafsu makan Rehan lenyap seketika. Lagi, dia memandang ke meja Anggi.

Benar kata Ririn, mereka terlihat serasi, pikir Rehan nelangsa.

Mendadak Rehan berdiri, "aku mau kembali kerja. Aku banyak pekerjaan!"

Ririn tergagap dan ikut berdiri, "tapi kita kan baru..."

Tepat saat itu Anggi menatap ke arah mereka dan matanya beradu pandang dengan Rehan. Untuk beberapa detik, keduanya sama-sama hanyut. Anggi dengan rasa asing yang baru dia miliki belum lama ini. Dia melihat Rehan dan Ririn bergantian.

Diakah gadis yang di jodohkan dengan Rehan? Anggi bertanya dalam hati.

Dan yang lebih menyakitkan adalah, Anggi harus melihat sikap Rehan yang seakan tidak mengenalnya. Pria itu pergi begitu saja, mengabaikan pekik panggilan gadis yang tengah bersamanya.

"Nggi, kamu oke?" Tanya Ryan cemas.

Anggi menarik nafas panjang, dadanya semakin berdenyut sakit karena Rehan. Entah kenapa. Dan dia juga merasakan dorongan untuk menangis saat ini. Apalagi matanya sudah berkaca-kaca.

"Hei, Nggi?" Ryan semakin cemas begitu melihat kondisi Anggi.

Anggi menggigit bibir, menghapus mata agar air matanya tidak jatuh. "Maaf Yan, sepertinya aku harus kembali," suaranya bergetar.

Ryan mengerjap, "baiklah. Ayo aku antar."

Tapi Anggi menggeleng, "tidak usah. Aku naik taksi saja. Terimakasih untuk makan siangnya," kata wanita itu tanpa benar-benar memandang Ryan. Anggi pergi dari sana.

Anggi berlari meninggalkan kafe dengan perasaan kacau.

🌺🌺🌺

Nadia begitu terkejut begitu dia membuka pintu dan langsung mendapat pelukan sekuat badai, untung saja dia masih bisa menjaga keseimbangan hingga tidak jatuh.

"Anggi!!" Nadia syok begitu dia melihat Anggi menangis saat melepas pelukannya. "Apa yang terjadi?!" Tuntutnya.

Anggi menggeleng, menghapus air matanya dan menatap Nadia.

"Ada apa denganku, Nad? Aku tidak suka melihatnya dengan orang lain. Aku benci itu, Nad! Aku cuma mau dia memperhatikanku seperti selama ini..." Rengek Anggi.

Nadia benar-benar bingung saat ini, tidak mengerti apa yang di bicarakan sang sahabat.

"Kita masuk dan kamu bisa cerita apapun padaku. Ayo!"

Anggi membersit hidung dan mengikuti Nadia memasuki rumah.

Mereka duduk berdempetan di sofa, "sekarang katakan yang jelas apa masalahnya," kata Nadia tegas.

Anggi menggigit bibir.

Haruskah dia bercerita sementara dia sendiri masih tidak memiliki gambaran akan perasaannya?

🌺🌺🌺

TBC
30072020

Coming (Back To You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang