🌻 lega

437 48 4
                                    

Irene masih meluk Daris. Bukan karena dia menerima semua kelakuan Daris, tapi lebih kepada fakta bahwa Daris berani jujur.

"Aku udah tau kok, ya mungkin ga selengkap yang kamu ceritain, tapi aku tau semuanya. Aku cuma nunggu kamu jujur sama aku, walau butuh waktu yang cukup lama," kata Irene sambil senyum.

"Aku cuma takut kamu ga akan nerima aku kalau tau semua itu," Daris jujur bilang gini.

"Oh, itu sih pasti. Aku ga akan nerima kamu kalau kamu cerita kaya gitu saat mau nembak. Setelah aku deket lagi sama kamu sampai akhirnya pacaran, aku tau kamu udah mentaly stable, makanya aku terima kamu. Setelah denger masa lalau kamu dari temenku, jujur aku kecewa, bahkan sempet benci sama kamu. Tapi aku sama sekali ga ada niatan buat mutusin kamu, apalagi sekarang setelah kamu jujur."

Daris matanya udah mulai berkaca-kaca dan akhirnya meluk Irene lagi sambil berkali-kali bilang makasih.

"Makasih sayang, makasih banget. Maaf aku terlalu lama nyembunyiin ini dari kamu, maaf."

"Kamu tau, aku bukan Tuhan yang maha pengampun. Tapi aku percaya sama kamu, aku percaya kalau kamu udah berubah dan kamu yang sebenernya ya yang kaya gini. Manja, rewel, tapi tetep smart dan bertanggung jawab."

"Satu yang aku minta dari kamu, kalau ada masalah, tolong ceritain semuanya ke aku. Kalau pun kamu mikir masalahnya bikin hubungan kita renggang, kamu ga akan pernah tau hasilnya sebelum ngomong langsung ke aku kan?"

Maka malam itu dihabiskan dengan Daris yang bersyukur karena wanita yang saat ini jadi kekasihnya adalah Irene. Bahwa kekasihnya saat ini adalah wanita berkelas, wanita dewasa, dan nyaris sempurna.

Walaupun setelah itu, Irene jelas jadi makin protektif ke Daris, karena takut tuh cowo masih suka mabok-mabokan di club dan sampai tidur sama cewe lain.

🌻🌻🌻

"Mba Irene nanti malem ga ada acara kok. Emangnya Lia mau ngomong apa? Mau minta uang ya?" ledek Irene dari ujung telpon.

"Ih engga! Ya pokoknya mau ngomong ajaaa. Lia nanti mau ikut masak buat makan malem kita! Jadi jangan sampe telat pulang ya!" suara ceria Lia udah mulai kembali.

"Ada apaan sih Li? Jangan bilang lo dikeluarin dari sekolah, makanya lo mau ngomong sama gue dan mba Irene?" tuduh Jennie yang masih duduk di depan Lia setelah diberi tau rencananya, dan dari tadi ikut dengerin Lia telpon.

"Ih kak Jennie mah suudzon mulu! Pokoknya nanti jangan pulang telat! Mau pacaran dulu sama mas Doni gapapa sih, tapi gaboleh pulang telat."

Denger nama Doni disebut, Jennie langsung berdiri dari duduknya dan pamit ke Lia buat berangkat kuliah. Gatau tuh salting atau muak soalnya Lia nih kaya punya ambisi buat jadiin Doni sebagai kakak ipar.

Hari ini Lia libur makanya santai aja di rumah, dan mikir kalau ini waktunya Lia ngomong sama kedua kakaknya.

Jam 7 malem, semuanya udah duduk rapi di meja makan. Lia daritadi nyari-nyari moment yang tepat buat dia ngomong ke kedua kakaknya, tapi karena gugup, dia jadi diem aja.

Setelah makan malam selesai dan piring-piring udah diangkat ke belakang, diganti dengan puding dan cake, akhirnya malah Irene yang angkat bicara.

"Lia mau ngomong apa, sayang? Kayaknya tadi pagi bilang penting banget."

"Oh itu..." mereka diem beberapa saat, "Lia mau ngomong sama mba Irene dan kak Jennie. Masalah Lia mau jujur sesuatu hal ke kalian, tapi janji jangan marah ya?"

Setelah memastikan kedua kakaknya mengangguk, Lia melanjutkan, "Kemaren Lia abis dari rumah Yeira, terus ya biasa ngobrol sama temen-temen, masalah cinta-cintaan. Ternyata lagi-lagi cowok yang Lia suka, ga suka sama Lia."

"Di jalan pulang, Lia nangis karena kepikiran sama semua hal. Lia bertanya-tanya apakah Lia emang ga pantes buat dicintai? Semua yg Lia suka ga peduli sama Lia, mba Irene sama kak Jennie jarang ada buat Lia, dan Lia udah ga punya orang tua," Lia diam sejenak, yang bikin kedua kakaknya saling pandang karena kaget sekaligus merasa bersalah.

"Lia tau Lia udah gede, harusnya bisa apa-apa sendiri. Lia tau itu. Tapi walau Lia udah gede, Lia tetep pengin diperhatiin sama mba Irene dan kak Jennie. Selama ini Lia selalu main sendiri, kalau enggak ya main sama asisten. Mba Irene sama kak Jennie lebih sering di luar. Lia juga ga pernah ngerasain kasih sayang mama sama papa."

"Lia tau kalau Lia bilang gini, kesannya Lia kekanakan, tapi boleh ga Lia minta ke mba Irene sama kak Jennie, supaya lebih perhatian ke Lia? Supaya sisain waktunya dikit aja buat Lia? Ngobrol sama Lia, nanyain kabar Lia, atau ngajak Lia main," kini Lia ngomong sambil ngusap air matanya.

Irene yang udah ga tahan, langsung meluk Lia erat banget

"Sayang, maaf... maaf banget kalau Lia jadi ngerasa kaya gini. Maaf sayang. Mba Irene sama kak Jennie ga pernah ada maksud buat ga peduliin Lia."

Jennie juga ikut bangkit dari duduknya, buat meluk Lia dan Irene.

"Iya Lia, kak Jennie juga minta maaf banget karena Lia harus ngomong kaya gini ke kita. Harusnya kita lebih perhatian ke Lia. Maaf banget ya, sayang," ucap Jennie sambil nangis.

Malam itu dihiasi tangis penyesalan Irene dan Jennie, yang segera berganti tangis kebahagiaan dan kebanggaan mereka ke Lia karena dia udah mau jujur.

Irene dan Jennie bertekad buat lebih merhatiin Lia. Begitu pula Lia yang bertekad buat buat selalu jujur sama kedua kakaknya.

Lia lega karena berhasil ngungkapin unek-uneknya. Irene dan Jennie juga lega karena mereka jadi tau apa isi hati Lia.

Banyak kejujuran yang membinasakan, tapi ada juga begitu banyak kejujuran yang menyelesaikan. Daripada hancur karena tidak jujur, lebih baik jujur walau harus hancur. Toh nyatanya lebih banyak kejujuran yang membahagiakan, dan tentunya melegakan.

🌻🌻🌻

part serius-seriusnya udahan deh ya. chapter depan mulai yang ringan-ringan lagi aja.

btw ini chapter paling pendek, cuma 900an kata, biasanya 1000 lebih. maklum ya gaes, soalnya part ini mau dibikin gimana lagi kan? gini aja cukup menurutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

🌻 our family (keluarga maharani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang