Bahu Airin menegang, tubuhnya gemetaran dan keringat dingin menghiasi pelipisnya. 'Bagaimana kalau itu Jihoon? Habis aku.' Pikir Airin.
"Rin? Airin?" Panggil seseorang yang ada di belakang bahu Airin. Suara itu lembut dan terkesan feminim. Hal itu melegakan Airin. Karena suara itu jelas ciri khas kaum Airin. Airin lantas menoleh dan mendapati kakak kelasnya, 1 tingkat diatasnya.
"Eh, Kak Lisa? Kok baru berangkat Kak?" Tanya Airin yang mencoba berbasa-basi guna menyamarkan ketegangan perasaannya. Tangan Airin yang semula mengepal erat, perlahan membuka dan menyisakan basahan keringat dingin telapak tangannya.
"Kamu nggak ke sekolah? Kok malah bengong disini?"
"Ke sekolah kok Kak. Ini lagi mau jalan." Kata Airin.
"Yaudah, kalau gitu aku duluan ya." Pamit Lisa. Setelah itu, Lisa pun melambai pada Airin lalu kembali fokus berjalan menuju sekolah mereka.
Airin membalas lambaian itu dengan senyuman. Setelah dirasa kakak kelasnya itu tidak menengok lagi ke arah Airin, barulah ia menghembuskan nafas dan mengelus dadanya. Kali ini dia selamat. Untung saja hari ini dia memakai sweater, jadi bekas lukanya tak dapat dilihat oleh siapapun.
Setelah Airin menetralkan semua hal tentang perasaannya, barulah ia mulai melangkah ke arah yang sama seperti 2 orang tadi. Tak lupa juga kembali memasang headseat yang saat ini memutar lagu hiphop kesukaannya.
Dengan bersenandung kecil menikmati alunan lagu favoritnya, tanpa terasa Airin telah sampai di tujuannya. Gedung dengan 3 lantai dominan warna putih menjadi pemandangannya setelah melewati gerbang.
Airin menghembuskan nafas lagi. Kali ini, ia tidak bisa menghindar untuk pertemuan dengan kekasih 2 tahunnya. Ia harus memasang hati seperti apa lagi?
Karena kelas Airin berada di ujung, ia harus melewati parkiran sekolah terlebih dahulu. Dengan kepala menunduk ia menscroll asal-asalan benda pipih yang dia pegang. Ia butuh alasan apapun untuk tidak mempedulikan parkiran yang notabene dikuasai Jihoon dan teman-temannya.
Ia terus melangkah. Berharap waktu berjalan dengan cepat agar ia segera sampai di kelasnya. Ia takut, sangat. Namun bukannya sampai di kelasnya, ia malah tak sengaja menabrak punggung salah satu siswi. Hal itu membuat Airin spontan membungkukkan badannya dan berucap 'maaf'. Ia pun terpaksa mendongakkan kepalanya dan terkejut. Banyak sekali orang-orang di hadapannya berkerumun layaknya semut berebut gula. 'Tumben sekali? Apa ada artis yang datang?' Pikir Airin.
Sekolah Airin memang sering digunakan untuk lokasi syuting drama bertema sekolah. Jadi, wajar jika Airin berpikir hal demikian. Airin pun berjalan menyamping melewati kerumunan itu. Tepat di pertengahan ia berhenti. Indra pendengarannya menangkap nama yang familiar. Nama yang diteriaki oleh kumpulan orang itu. "Park Jihoon!! Park Jihoon!!"
Begitu kerasnya hingga menembus headseat yang terputar lagu bervolume keras ditelinganya. Ia mengerjap terlebih dahulu. Mencoba berpikir apa gerangan yang dilakukan kekasihnya sampai namanya disoraki seperti itu.
Airin lantas melepas headseat dan handphonenya, lalu memasukkannya ke dalam tas ransel yang ia pakai. Ia mulai melangkah dengan pasti, membelah kerumunan. Tepat saat kakinya berdiri di barisan paling depan, Airin semakin membulatkan matanya.
"PARK JIHOON!!" Teriak Airin.
Ia tidak menyangka Jihoon kembali berkelahi. Kali ini, amarah Airin tak bisa dibendung lagi. Melihat teman masa kecilnya jatuh tersungkur di tanah dengan bibir bawah yang sobek.
Jihoon berhenti disaat itu juga, disaat Airin meneriaki Jihoon dengan nada amarahnya yang kental. Ia melihat Airin tepat dimanik coklatnya. Kilat amarah benar-benar begitu kontras dimata kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks Y
Hayran Kurgu"Untukmu penguat hidupku, Terimakasih" Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan. Semua terasa begitu padat. Sungguh, aku benar-benar tidak ingin berada di situasi seperti ini. Kamu adalah sebuah cahaya yang sangat mustahil bisa ku genggam. Kamu selay...