Prolog.

1K 62 2
                                    

Aku masih menjentikkan jemari ku diatas tuts piano yang sudah usang ini. Menikmati tiap alunannya. Saat tempo berubah menjadi cepat, saat itu mulai memelan, seolah-olah musik classic dengan mudahnya membuat darah ku berdesir. Aku bukan typical orang yang mudah jatuh cinta.

Catat.

Aku bukan typical orang yang mudah jatuh cinta.

Tapi untuk yang satu ini, aku tidak bisa mengelak. Aku menghabiskan waktuku hanya untuk piano bersejarah ini. Peninggalan Ibu ku; seorang pianist hebat di Stockholm, Sweden. Hanya saja, semua itu berubah saat aku, Ayah, dan kakak perempuan ku memutuskan untuk pindah ke London semenjak kepergian Ibu.

Mungkin talenta Ibu ku turun ke anak perempuannya yang berambut coklat kemerahan ini. Bagaimana tidak? Aku selalu kecanduan ketika aku memain kan nya berulang kali. Seperti, inilah salah satu cara ku untuk menghindari berbagai masalah yang dibawa Ayah semenjak kepergian Ibu; istri barunya.

Berbeda dengan kakakku yang sering keluar malam, menghabiskan waktu bersama pacar nya yang rocker abis dan tidak kenal waktu apa itu siang atau malam. Dia menyetel musik rock keras-keras kapanpun dia mau. Tapi, kakak ku tidak sekeras apa yang kau lihat. Dia akan se-classic piano Ibu saat kau mengenalnya. Dia tidak sekuat yang kau bayangkan. Dia melakukan itu hanya karena ingin melampiaskan segala amarahnya yang datang saat melihat perempuan yang sok menjadi Ibu dirumah.

Hidup ku tak lebih baik setelah ayah menikahi janda beranak satu itu.

Oke, kembali ke piano. Aku bersekolah di Guildhall High School di London. Aku mengambil ekstra pelajaran musik di sekolah. Gadis berusia 17 tahun ini ingin sekali melanjutkan sekolah musiknya di Manhattan School Of Music di New York. Jika saja aku bisa egois, pasti aku sudah mendaftarkan diriku untuk audisi di Manhattan tahun depan.

Sayangnya, tidak.

Kau tahu kan? Hidup ku tambah berantakan setelah Ayah menikahi janda beranak satu itu.

"Jewels, kamu harus berhenti memainkan piano jelek itu! Suaranya sumbang!", teriak wanita setengah baya yang mabuk.

"Apa kau bisa berhenti berpura-pura mencintai ayah ku? Berpura-pura saja kau tidak bisa berhenti. Bagaimana aku yang mencintai piano ini?!", jawabku setengah berteriak.

"Jewels, jangan bodohi dirimu sendiri membalas perkataan orang yang sedang mabuk.", bisik Jaqueline.

"Apa?! Dia yang membuat suara piano ibu menjadi jelek. Dia melempari piano ini dengan apapun yang dilihatnya. Apa salah jika aku-"

PLAKK!!

Tamparan keras mendarat di pipiku. Itu sudah biasa. Sudah biasa aku diperlakukan dengan wanita yang menikahi Ayahku hanya karena hartanya. Bagaimana Ayah bisa sebuta itu dengan cinta? Ketika anaknya pun tidak pernah di lihat olehnya.

Loveless.

Itu kata yang tepat untuk mendeskripsikan ku.

Aku tidak pernah merasakan jatuh cinta sedalam aku mencintai piani dan segala ke-klasik-an nya.

Adakah orang diluar sana yang mencintaiku melebihi aku mencintai piano ini, Ibu dan kakakku?

Kurasa tidak.

PIECES OF SECRET / C.HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang