1. Berkelana

248 14 2
                                    

✳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lari adalah satu-satunya pilihan. Buat seorang Ralista Putri, kesendirian adalah sebuah hadiah. Walau tidak mengenali siapa pun di benua biru ini, Lista —sapaan akrabnya— akan merasa jauh lebih bahagia. Banyaknya harta peninggalan kedua orang tua tidak menjamin kebahagiaan Lista selepas lulus sekolah. Di tengah kesibukan kuliahnya, Lista memilih untuk mencari suasana baru dimana dirinya akan merasa lebih dihargai.

Sejak tiba di Kroasia, Lista tidak pernah berpikir tentang apa yang akan ia lakukan disini. Hanya ingin menyendiri, menghilang di antara penduduk Sveti Martin na Muri, sebuah daerah di bagian barat laut Kroasia yang berjarak kurang lebih 109 km dari pusat Kota Zagreb.

Pagi hari Lista diawali dengan sekedar bersepeda. Dengan mengenakan jaket yang agak tebal, legging selutut dengan rambutnya yang diikat asal, Lista menyusuri Murska 19 dan mengarah ke Dunajska Ulica, yang juga merupakan salah satu akses terdekat menuju negara Slovenia.

Gabut, itulah alasan kenapa Lista bisa-bisanya menyusuri jalan yang jelas-jelas belum ia ketahui. Ia hanya pernah mengelilingi daerah ini sampai di depan Gereja Sv. Martina Biskupa, lalu kembali ke penginapannya.

Selebihnya, bahkan Lista tidak pernah terpikirkan untuk itu.

"Ini gue mau kemana sih?" gumam Lista ketika menyadari bahwa sepertinya ia terlalu jauh pergi dari penginapannya. Saat matanya mencari-cari sesuatu, hanya ada sebuah restoran di kanan jalan dan sebuah lapangan sepakbola di seberangnya.

Lista menyadari sesuatu, lapangan yang dikenal sebagai NK Polet itu terlihat sangat ramai. Beberapa pemain disana terlihat melakukan latihan ringan, juga para coach yang terlihat memberikan arahan.

Memang, beberapa turis yang menginap di tempat yang sama dengan Lista sempat menyatakan, bahwa terdapat laga uji coba sepakbola antarnegara yang diadakan di Kroasia. Mungkin disini salah satunya, namun sepertinya Lista tidak begitu ingin peduli.

Karena, Lista kini hanya ingin kembali ke penginapan, rasa gabutnya telah hilang. Berganti dengan rasa malas untuk sekedar mengayuh pedal sepeda yang membawanya kemari.

"Gabut banget gue, bisa-bisanya sepedaan jauh banget. Bisa nyasar ke negara lain kalo kebablasan," ujarnya sembari melihat ke arah belakang memastikan ada atau tidaknya kendaraan lain yang melalui jalan itu.

Lista memutuskan untuk kembali, memutar arah sepedanya dan kembali menyusuri jalan Dunajska Ulica.

Tidak salah jika kini Lista menggunakan jaket yang sedikit lebih tebal, karena udara pukul sepuluh pagi saja bisa menyentuh angka 19 derajat celcius.

Sebelum Lista sempat mengayuhkan sepedanya lagi, ponsel yang ia bawa di saku jaket bergetar. Lista meraihnya, lalu melihat nama siapa yang tertera di sana.

Dafina is calling...

Notifikasi yang paling ia benci, namun bagaimanapun Lista harus tetap mengangkatnya karena suatu alasan.

"Kak Lista.."

Lista diam tak menjawab. Dalam kamusnya, tidak ada salam pembuka yang harus diucapkan bila Dafina menghubunginya.

"Apa kabar, kak?"

"Ini harus banget lo yang nelpon?" jawab Lista dengan nada acuh tak acuh. "Kalo lo cuma mau nanya kabar gue, tentang sarapan gue, dan apa yang gue lakuin disini, sorry, gue mau liburan, bukan dengerin pertanyaan unfaedah dari lo," sambung Lista lagi.

"Kak, kakak kenapa sih sama aku? Sebegitu bencinya kakak sama aku.."

"Terus? gue harus baik-baik gitu sama lo? Setelah semua yang lo lakuin?!"

Lista tahu seharusnya ia tak melakukan ini sebagai seorang kakak. Namun sakit hatinya akan kejadian masa lampau, membuat emosinya kerap memuncak jika Dafina selalu mempertanyakan alasan Lista berbuat kasar pada Dafina.

"Aku gak pernah berniat begitu kak, aku gak pernah mau semuanya terjadi kayak gini.."

"Semua akan baik-baik aja kalo gak ada lo di dunia ini, kebahagiaan gue hancur!" tutup Lista dengan nada sedikit meninggi, sekaligus mengakhiri panggilan.

Mood Lista seketika hancur, niatnya bersepeda untuk menjernihkan pikiran di pagi hari malah membuat emosinya meninggi. Memang, kembali ke penginapan adalah pilihan terbaik.

Layar ponsel berganti dengan homescreen yang menampilkan figur kedua orangtuanya. Foto yang diambil beberapa hari sebelum masa kelam hidupnya dimulai, dan entah kapan akan berakhir.

"Ayah, ibu, Lista kangen.." lirihnya sembari menatap ponselnya, rasa rindu sesaat menghampiri.

Meletakkan kembali ponsel pada saku jaket, lalu sejenak meregangkan otot tangannya untuk bersiap kembali mengemudikan sepedanya, walaupun dalam kondisi mood berantakan.

Lista kembali mengayuh pedal sepeda, membayangkan jika semuanya bisa ia putar ke waktu semula.

"Andai Dafina gak pernah terlahir ke dunia, semuanya gak akan begini.." gumamnya sembari menatap jalanan yang kosong, dikelilingi rumah penduduk dan lahan pertanian yang subur.

Lista merasa bahwa kesendiriannya adalah surga, sedangkan kehadiran Dafina adalah hukuman untuknya.

sedikit dulu. anggap semua baik2 aja ya, gak ada travel ban segala macem, enjoy!

love from nowhere || brylian aldamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang