semoga kali ini gak ada typo yang fatal, hehe.
happy reading!✴
Mobil hitam itu berhenti tepat di depan sebuah rumah tingkat berwarna abu-abu, dengan halaman penuh rumput segar nan hijau yang tidak begitu luas, namun menambah kesan asri.
"Ta, turun di sini aja ya?"
Mendengar itu, Lista menatap ayahnya heran. Masih dengan seragam putih abu-abu dan tas sekolahnya, terduduk di kursi depan mobil bersama sang ayah.
"Ih Ayah, emang mau kemana lagi?"
"Jemput adik kamu lah, sekalian jalan."
Lista hanya bisa menghela napasnya, setelah apa yang terjadi beberapa tahun itu, sang ayah hanya berlaku seolah tidak ada yang terjadi.
"Yaudah sih, Dafina biasa pulang sendiri juga."
"Gak boleh begitu kamu, udah berapa kali ayah bilang?"
"Ayah lupa ya? karena dia, sekarang ibu—"
"Mau sampai kapan kamu nyalahin adik kamu terus?"
Lista hanya bisa terdiam setelahnya. Walaupun tahu bahwa ini sudah kesekian kalinya, rasa kesalnya sering muncul ketika sang ayah lebih membela Dafina.
"Sekarang kamu masuk, ganti baju. Habis jemput Dafina, kita makan siang bareng, ya?" pinta sang ayah, masih berusaha untuk membujuk putrinya yang 'keras kepala' ini.
Tatapan Lista menajam, "Enggak, kalo bareng dia." ujarnya, sambil membuka pintu mobil dan menuruninya dengan kasar.
"Lista!"
Kesabaran ayah sudah mencapai batas, walaupun beliau tahu, teriakannya barusan tidak akan pernah berguna. Semua sikap Lista selalu di maklum, kecuali yang menyangkut Dafina, sang adik.
Sedangkan Lista, hanya bisa melangkah kasar menuju rumahnya. Membuka pintu rumah meninggalkan mobil sang ayah yang masih belum pergi dari tempat berhentinya.
Berlalu begitu cepat, bahkan rasanya seperti baru terjadi di hari kemarin. Hati kecilnya pernah berbisik, 'apa yang gue lakuin sebenernya salah atau enggak?'. Namun seiring berjalannya waktu, perasaan itu semakin tertutupi, tertutup dengan amarah yang dapat meledak sewaktu-waktu.
"Ayah orangnya terlalu baik," lirihnya kala semua itu terputar kembali di kepalanya.
"Ayah selalu ngewajarin semua sikap gue, kecuali sikap gue ke Dafina." lanjutnya sembari menatap jalanan yang kosong.
Walaupun hari masih terang, kini sudah memasuki lewat dari pukul enam. Suhu udara mulai menurun, dan Lista lupa mengenakan hoodie. Gereja Sv. Martina Biskupa menjadi tempat termenungnya hari ini, entah sampai kapan, Lista tidak tahu lagi kemana ia harus menghabiskan waktunya.
Lista yang bersandar pada pagar tadi mulai menggosokkan kedua telapak tangannya, sembari sesekali meniupnya agar terasa lebih hangat. Bisa-bisanya ia keluar penginapan dengan pakaian setipis ini. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, tertiup angin yang berhembus bersamaan dengan udara dingin yang menusuk.
"Lain kali pake jaket, udah tau jam segini."
Terkejut, tentu. Lista bisa melihat seseorang yang entah sejak kapan ada di sebelahnya. Dengan jaket hitam, kaos ungu dan celana pendek. Itu Brylian, tidak lupa dengan tas ransel berwarna abu-abu, turut bersandar pada pagar setinggi kurang dari satu meter itu.
"Bry! Gue kira siapa." Orang yang ia sebut namanya itu tersenyum.
"Gue lupa nanya sesuatu sebelum gue pergi ke Čakovec kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
love from nowhere || brylian aldama
Fanfiction-ON HOLD- Mengembara, menelisik setiap jengkal langkah yang tersisa di Kroasia. Mengingat tentang cintanya yang kerap kali bertepuk sebelah tangan, tidak menjadikan Brylian kehilangan asa. Seiring waktu, ia menemukan sesuatu yang terlihat tidak bi...