Denting suara alat makan yang beradu menjadi alunan melodi yang menari di area ruang makan hotel. Terlalu cepat waktu berputar hingga tak ingat lagi berapa hari sudah Lista berada di Zagreb, menghabiskan waktu entah sampai kapan.
"Gue mau ke luar sebentar."
Dean yang masih sibuk dengan alat makan, sejenak mengalihkan perhatian. Tatapannya terlihat tajam, memastikan teman baiknya itu tidak salah bicara. Untuk saat ini, mengizinkan bukan hal yang bagus.
"Ngapain? Lo belum makan, cuaca sedingin ini gak bagus buat keluar apalagi perut kosong."
Lista menggeleng, "Mau cari makan di luar aja."
Dean yakin mengizinkan bukan suatu hal yang bagus, namun berdebat bukan juga solusi terbaik. Meski perutnya sudah kenyang, sedikit berjalan kaki untuk menemani Lista mencari makan malam tidaklah buruk. Setidaknya jika lapar kembali menghantui, Dean bisa memesan apapun yang ia mau.
"Sebentar, gue ambil jaket," ujar Dean, terdengar sebagai sebuah inisiatif yang bagus daripada harus berdebat, secara tidak langsung mengizinkan dengan syarat tidak boleh seorang diri.
Dean beranjak dari tempat duduk setelah merapikan alat makan, namun Lista menarik tangannya.
"Gak usah, gue mau jalan sendiri."
Dean tidak yakin, sejujurnya. Namun lagi-lagi, berdebat bukanlah hal yang bagus pula.
Dean bukan kayak orang lain yang gue kenal, dia tau gue. Dalam lubuk hatinya, Lista yakin Dean mungkin tidak akan mengizinkan, namun tidak pernah menghakimi.
"Lo yakin, Ta?"
Lista mengangguk, dirinya bukan lagi anak kecil yang harus dipantau.
"Oke, hati-hati ya. Kalo ada apa-apa hubungin gue biar gue jemput."
Di sisi lain, Dean hanya bisa berpasrah, berdoa semoga tidak ada hal buruk lain yang terjadi, mengingat sang sahabat sedang dalam kondisi yang serapuh-rapuhnya.
✴
Gue laper.
Entah apa yang Lista pikirkan saat memutuskan keluar dari hotel, padahal sejak siang nafsu makannya hilang seketika, bahkan saat Dean kembali dari Zrinjevac dan mengajaknya makan malam. Namun kini perutnya mulai berteriak meminta jatah.
Bohong jika Lista benar-benar pergi untuk mencari makanan di luar hotel. Tidak ada tas, apalagi dompet. Hanya benda pipih berkamera itu yang digenggamnya.
Pikirannya berkecamuk sejak siang, dan itu mungkin cukup untuk mengalahkan rasa laparnya sejak tengah hari tadi.
Gue kangen Ayah.
Gue kangen Ibu.
Kunjungannya bersama Dean ke Kamenita Vrata benar-benar membawa pikirannya kepada mendiang kedua orangtuanya. Tidak, Lista tidak menyalahkan Dean sama sekali. Lista hanya sedikit ... sensitif?
"Dingin juga," lirihnya, langkah terhenti sejenak untuk menatap langit gelap Zagreb dengan udara dingin.
Harum aroma udang bakar tercium tidak jauh dari tempat Lista berdiri, rasa laparnya semakin menjadi. Aroma itu datang dari sebuah resto seafood tepi jalan yang ... terlihat cukup ramai. Sepertinya enak, sampai seramai itu?
Rasa laparnya disertai hembusan udara dingin yang terasa menusuk, saking terburu-burunya, ia tak mengenakan pakaian tebal sama sekali. Hanya kaus lengan panjang yang sebenarnya cukup tebal, namun tetap tidak melindunginya dari hembusan udara dingin Zagreb.
Gue gak bawa dompet, tapi gue laper.
Yang awalnya tersihir aroma seafood, mengurungkan niat, membiarkan rasa lapar yang tak kunjung reda barang sedetik. Kursi taman panjang di hadapan menyapa Lista untuk sejenak beristirahat, setidaknya untuk beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
love from nowhere || brylian aldama
Fanfic-ON HOLD- Mengembara, menelisik setiap jengkal langkah yang tersisa di Kroasia. Mengingat tentang cintanya yang kerap kali bertepuk sebelah tangan, tidak menjadikan Brylian kehilangan asa. Seiring waktu, ia menemukan sesuatu yang terlihat tidak bi...