Junghwan terbangun, lalu mendudukan dirinya dikasur. Dia melihat kesekitar dan tidak menemukan batang hidung Papanya. Lalu Junghwan menatap jendela ruang rawat inapnya yang kebetulan view nya pemandangan kota semarang pagi hari.
Lalu dia memeluk kakinya dan kini netranya menatap selang infus yang tertancap ditangan kirinya. Dan ya perasaan Junghwan kosong sekarang, dia nggak tahu apalagi yang harus dia lakukan.
Pikir Junghwan melayang dan ingatan masa kecilnya hinggap dalam pikirnya, bak film yang berputar di kepalanya secara otomatis.
Dia rindu masa dimana dia dilimpahi kasih sayang yang amat besar oleh nenek dan kakeknya. Dia rindu tertawa puas karena humor dari Kakeknya.
Sejak dia menginjakan kaki di Indonesia semua yang membuatnya bahagia hilang seketika, dan digantikan oleh isak tangis, sakit hati dan kesengsaraan. Junghwan tercukupi dengan materi dari Papa dan Mamanya namun dia sangat gersang oleh kasih sayang dari keduanya orang tuanya sendiri. Miris bukan, dari kecil udah jauh dari orang tua, ketika dia dekat dengan orang yang telah membuatnya ada di dunia ia malah merasa asing.
"pagi anak Mama" sapa Hayi yang tiba-tiba masuk begitu saja. Kedatangan Hayi berhasil membuat film pendek yang berjudul 'indahnya masa kecil Junghwan' tamat seketika.
"anak Mama kenapa tiba-tiba ngelamun? Kakak ada pikiran yang ganggu kakak?" tanya Mama Hayi sambil menata sarapa untuk Junghwan. "Kakak mau sharing sama Mama?"
Junghwan menggelengkan kepalanya, dia nggak mau sharing sama Mamanya. "ya udah kalau nggak mau sharing, tapi Kakak mau makan kan?"
Junghwan dengan semangat mengangguk, Junghwan kalau ada makanan, sedihnya pasti ditunda dulu.
"Mama bawa sop ayam sama nasi bento" Mama Hayi udah menatakan sarapan untuk Junghwan di meja kecilnya "karena sekarang Mama tahu, bukan tahu tapi lebih tepatnya inget Kakak nggak suka bubur, alergi kacang terutama kacang tanah dan susu" Hayi duduk disebelah Junghwan.
"Kakak mau Mama suapi?"
Junghwan mengangguk sekali lagi. Hayi mulai menyuapkan nasi dan sop ayam kedalam mulut Junghwan.
"enak?"
Junghwan mengacungkan kedua jempolnya "Mama tu nggak pernah suapi Kakak ya?" Hayi mulai mengingat apakah dia pernah menyuapi Junghwan "eh pernah, kan Kakak dibawa nenek sama Kakek umur dua puluh bulan, jadi sebelum hari itu mah Kakak kalau makan disuapi sama Junghwan"
Tiba-tiba pintu terbuka dan munculah sosok Papa Mbin dari balik pintu "eh bayi sapi Papa lagi sarapan ya"
"loh katanya ada rapat Pa?" tanya Hayi pada suaminya
"males rapat, mending peluk bayi sapi Papa" dan sekarang Junghwan sedang makan disuapin Mama dan dipeluk sama Papa.
'kalau Junghwan nggak nyoba bunuh diri, apa Mama sama papa bakal peluk Kakak sama suapin Kakak makan?' pertanyaan tersebut tiba-tiba terlintas dipikiran Junghwan. Sampai netranya meneteskan air mata.
Hanbin dan Hayi yang menyadari itu langsung saling menatap satu sama lain. Hayi langsung menyimpan sarapan Junghwan yang kebetulan udah habis.
"sayang, Junghwan kenapa?" Mama Hayi langsung memeluk Junghwan erat sama seperti Hanbin lakukan.
"Kakak, kalau mau benci Papa boleh banget. Papa emang pantas buat dibenci, apalagi sama Kakak anak Papa tapi Papa tega sakitin Kakak. Kak sekarang Kakak mau jadi apa, mau kuliah dimana, jurusan apa terserah kakak. Kalau kakak mau balik ke Korea pun Papa setuju, karena Papa sadar kamu tersiksa disini. Dan alasan Papa buat ngikat kamu disisi Papa dan Mama, karena Papa hanya ingin menghabiskan waktu sama Kakak, dan nebus waktu yang pernah terlewat ketika Kakak kecil. Namun kalau kakak abis SMA ini mau balik ke Korea, Papa hanya berpesan. Jadi anak baik ya Nak, Papa sama Mama sayang Kakak" percaya nggak sekarang Papa Hanbin juga ikutan nagis, nggak cuman papa, Mama pun juga ikutan nangis. Karena dia merasa gagal jadi Mama yang baik untung Junghwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home ☑️
Fanfictionkehidupan keluarga Kim dan juga permasalahan nya Warn cerita ini mengandung kata-kata kasar, beberapa dan juga adegan selfharm . . . . start : 30 Agustus 2020 end : 20 Oktober 2020