12. Sebatang Cokelat dan Pulpen yang Hilang

293 84 13
                                    

Tepuk tangan menggema di ruang kelas 10 IPS-Geografi. Kelompok tiga, yakni Zara dan Azka baru saja mempresentasikan materi kelompoknya dengan lancar dan lugas. Bahkan Bu Wenda ikut bertepuk tangan antusias ketika dua muridnya itu menyelesaikan presentasinya.

Zara duduk di bangkunya seraya tersenyum lebar. Ternyata satu kelompok dengan Azka tidaklah merepotkan. Bahkan cowok itu sangat bagus diajak kerja sama.

Terbukti, beberapa menit lalu ia baru saja menyelesaikan presentasinya dengan Azka. Sepanjang menjelaskan materi di layar proyektor secara bergantian, Zara tak pernah sekali pun mendapati Azka tersendat atau terhenti di tengah jalan. Cowok itu benar-benar melakukan tugasnya dengan baik dan benar.

Dan, bravo!

Kelompok mereka mendapat applause dari seluruh penghuni kelas.

"Enak banget, sih, lo, Ra. Bisa satu kelompok sama Azka. Udah ganteng, pinter, jago public speaking lagi. Iri gue, iri!" Lily membuka suara seraya mencebikkan bibir. Mengundang kekehan kecil dari Zara.

"Sori nih, ya, Ly. Kelompok gue sukses bukan cuma karena Azka doang, gue ikut andil juga tau!" Zara berujar dengan nada sedikit ketus. Meskipun diam-diam ia memuji Azka, namun tetap saja ia tidak ingin ada yang bilang kelompok mereka sukses hanya karena ada Azka di dalamnya.

"Iya, Ndoro. Tapi enak banget, sih, jadi lo. Dapet temen kelompok yang otaknya sama muka tuh sinkron."

"Lah, emang lo dapet temen kelompok yang otak sama mukanya gak sinkron gitu?"

Lily menghembuskan napas kesal. "Si Mail tuh, kemarin aja kerja kelompoknya dia banyakan main game anjir! Mana yang susun materi gue semua lagi. Dia mah, bantuin recokin aja kerjaannya."

Diam-diam Zara mengulum tawa, sedikit prihatin dengan sahabatnya ini. Mail Suherman. Salah satu teman kelasnya itu memang merupakan sosok yang bodo amat dengan tugas dan sejenisnya. Hidupnya hanya diisi dengan game, game, game lagi. Sampai hampir seluruh kelas sudah mengetahui kebiasaan buruk itu. Dan sekarang berimbas ke Lily yang sepertinya sedang apes karena mereka teman sekelompok.

"Udah, sih, sabar aja. Toh, hari ini bukan kelompok kalian yang tampil. Pastiin aja pas kalian nanti dipanggil, suruh Mail buat nampilin yang terbaik," ujar Zara seraya mengusap-usap pundak Lily, berusaha menenangkan.

"Itu, sih, pasti."

Dan obrolan keduanya terinterupsi oleh suara Bu Wenda yang tampaknya ingin menyudahi pertemuan hari ini. Bersamaan suara guru itu mengucap salam, bel istirahat pertama berdenting nyaring.

***

Dalam sekejap, kelas 10 IPS-Geografi langsung sepi dan hening. Hanya ada beberapa murid di sana yang masih betah lama-lama di kelas. Termasuk seorang cowok yang tampak memegang sebatang cokelat yang sudah diikat pita berwarna biru muda.

Cowok itu tersenyum-senyum sendiri lantas berdiri dan menghampiri sebuah bangku yang berada di bagian kiri. Sebelum meletakkan cokelat itu di salah satu kolong meja, terlebih dahulu cowok itu memandang keseluruhan kelas.

Aman.

Dua cewek yang masih tertinggal tampak sibuk sendiri dengan ponselnya.

Maka, dengan gerakan cepat, cowok itu cepat-cepat memasukkan sebatang cokelat tadi di kolong meja. Setelahnya, ia segera berlalu dari sana, keluar dari kelas.

Di sisi lain, ada seseorang yang tampak berlari menuju kelas 10 IPS-Geografi. Sosok itu tampak bergerak dengan tergesa-gesa. Ketika di ambang pintu ia berpapasan dengan si cowok pemberi cokelat tadi. Tak ada yang spesial, mereka hanya saling melempar senyum.

Zara's Mission [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang