17. Terlepasnya Status Tersangka

264 85 15
                                    

"Rey!"

Langkah Rey sontak terhenti ketika suara cempreng Zara memanggilnya. Cowok yang dijuluki Oppa lokal di kelas itu karena gayanya yang menyerupai para cowok Korea menyugar rambutnya seraya menunggu Zara sampai di dekatnya.

Suasana sekolah masih sepi karena jam masih menunjukkan pukul setengah 7. Masih segelintir murid yang sudah datang.

"Kenapa, Ra?" tanya Rey heran. Kini Zara sudah ada di sampingnya.

"Gue boleh minta waktunya bentar nggak?"

Rey berpikir sejenak, sebenarnya tadi ia ingin langsung ke kantin. Pacarnya sudah menunggu di sana untuk sarapan bersama.

"Yaudah, bentar doang tapi. Cewek gue udah nunggu nih," ujar Rey jujur.

"Ini ... gue cuman mau nanya—"

"Langsung aja, Ra. Gak usah pake pembukaan segala."

"Iya, jadi sebenarnya tuh gue pengen ngomongin ini dari kemarin, tapi—"

"Aduh, Ra. Bisa cepetan dikit nggak?"

Zara bisa merasakan hawa panas bergumul di kepalanya. Kenapa semua murid cowok di kelasnya tidak ada yang beres, sih? Selalunya bikin darah tinggi saja.

"Iya ... iya bucin! Sabar dong!" sembur Zara kesal. Kalau saja bukan demi misinya, ia tak akan repot-repot menemui Rey yang bucinnya sudah akut.

"Emangnya mau nanya apaan, dah?" Rey bertanya, berusaha bersabar.

Zara berdeham sejenak. "Itu ..., lo pernah kehilangan pulpen nggak?"

Raut wajah Rey seketika berubah tak percaya. Cowok itu tampak gemas sekali dengan pertanyaan Zara. "Ya ampun, Ra. Jadi lo cuman mau nanyain ini?"

"Ish, telinga gue berdengin dengerin lo ngomong 'cuman'. Ini tuh penting!"

"Penting dari Hongkong! Gak berbobot pertanyaan lo, Ra!" Baru saja Rey ingin melenggang pergi, Zara menahan pergerakan itu. Ia menarik ransel Rey agar cowok itu tak pergi.

"Jawab dulu pertanyaan gue baru pergi!" ujar Zara kelewat kesal.

Karena tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Rey akhirnya mengalah. Ia melepaskan tangan Zara dari tasnya dan memfokuskan atensi pada cewek itu.

"Gue pernah kehilangan pulpen. Dan itu udah biasa."

Zara mengangguk-angguk sejenak. Kalau hal itu, sih, dia juga tahu. Sepertinya ia harus merevisi pertanyaannya.

"Enggak, maksud gue, lo pernah nggak kehilangan pulpen di dua minggu lalu?"

Rey terdiam sejenak, lantas cowok itu menggeleng pelan. "Gue lupa, Ra. Yang pasti pernah."

Bahu Zara melemas seketika, ia bingung dan tidak tahu harus bagaimana lagi. Semuanya terlihat rumit padahal sebenarnya masalahnya sepele. Akhirnya setelah memikirkan matang-matang, Zara memberanikan diri membeberkan kejadian yang ia lihat dua minggu lalu.

"Jadi, waktu gue pertama kali masuk sekolah lagi pas abis kecelakaan, gue ngeliat Azka ngambil pulpen gitu dari laci lo.

"Itu namanya nyolong, kan?"

Zara bisa melihat Rey tampak berpikir. Kening cowok itu terlipat, menandakan ia sedang menelaah sesuatu dalam kepalanya.

Detik setelahnya, Zara dapat mendengar kekehan keluar dari mulut Rey.

"Kayaknya lo salah paham deh, Ra," ujar Rey yang membuat Zara tambah bingung.

"Salah paham gimana? Jelas-jelas gue ngeliat Azka ngambil pulpen dari laci lo kok. Gue gak boong, sumpah!"

Zara's Mission [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang