13. Kecurigaan yang Lain

291 72 15
                                    

Zara mengamati cokelat di pegangannya dalam diam. Sekitar satu menit hanya membolak-balik benda itu, ia menghela napas kasar. Cokelat berpita biru ini ia temukan tadi di kolong mejanya.

"Masa gue punya penggemar rahasia, sih?" monolog Zara dengan nada tak percaya. Ia menggeleng pelan, merasa hal itu tidaklah mungkin. Tapi cokelat ini dari siapa? Dan apa maksudnya?

"Mana gak ada nama pengirimnya lagi. Gak ninggalin jejak juga." Zara kembali menghela napas lantas meletakkan cokelat itu di atas meja belajarnya. Ia beralih mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur.

Mengotak-atik sejenak benda berbentuk pipih itu, Zara menyambar cardigan di gantungan baju dan segera memakainya.

Ia harus ketemu Lily.

***

Asap mengepul dari pop mie yang baru saja diseduh di atas sebuah meja berpayung depan minimarket. Di sana, ada dua orang gadis yang tengah mengobrol dengan serius.

"Jadi ... lo curiga kalo cokelat itu dari Ahmad?" tanya Zara memastikan ucapan Lily tadi. Ia benar-benar tidak paham mengapa Lily bisa mencurigai Ahmad.

Lily memasukkan satu suapan mie ke mulutnya, mengunyah sejenak, lantas berucap, "Hooh. Anak kelas udah pada tau kali kalo tuh cowok naksir elo."

"Jangan nebar hoax deh, Ly!"

"Gue serius, Ndoro. Ahmad emang naksir elo kok. Masa lo gak nyadar juga, sih?"

Zara menggeleng pelan. Mendadak kilasan interaksi antara ia dan Ahmad berputar dalam kepala. Ia dan Ahmad pertama kalinya bertemu di hari pertama MPLS. Ahmad yang ramah. Ahmad yang supel, dapat diandalkan dan bertanggung jawab. Juga Ahmad yang penuh perhatian.

Menurutnya, perlakuan seperti itu tidak mengindikasikan jika Ahmad menyukainya. Tapi mengapa Lily berpikiran lain?

"Lo mungkin gak sadar karena emang gak suka sama tuh cowok dan terlalu sibuk sama dunia lo sendiri. Tapi anak-anak kelas udah tau, Ra. Si Ahmad beneran naksir elo." Seolah tahu apa yang dipikirkan Zara, Lily mengeluarkan argumennya. Membuat Zara terdiam, bingung.

"Jadi ... gue harus gimana?" tanya Zara dengan nada polos.

"Yaa ... nggak gimana-gimana. Toh, Ahmad gak nembak elo, kan? Dia cuma ngasih cokelat, itu pun diem-diem dan gak ngasih petunjuk. Pecundang tuh emang anak." Lily berujar dengan sarkas.

Zara hanya mengangguk, bingung dan masih mencerna ucapan Lily barusan. Pop mie yang sudah agak mendingin diraihnya dan segera menyuap beberapa sendok.

Beberapa menit saling mendiamkan, Lily kembali membuka suara. "Gue jadi keinget film yang abis gue tonton kemarin."

Kening Zara mengernyit tak mengerti.

"Iya, jadi kemarin gue abis nonton drama China gitu. Jadi ceritanya tuh ada cowok yang sengaja neror-neror si cewek dengan cara yang mainstream. Pake sms ancemlah, dikirimi paket creepy-lah, dan lain-lain.

"Dan lo tau nggak, ternyata nih cowok naksir si cewek. Tapi caranya tuh antimainstream banget. Karena dia neror si cewek di belakang, tapi di depan dia ikut bantu nyari pelaku peneror itu yang artinya dia sendiri."

Zara meraih susu cimory stroberi dan menyeruput minuman itu. Ia tertarik dengan cerita Lily ini.

"Dan akhirnya kebongkar sendiri. Si cowok ngaku dan minta maaf karena udah pake cara yang gak banget ini. Katanya dia ngelakuin ini supaya si cewek sadar dan ngerasa kalo cowok ini tuh pahlawan karena bantuin dia nyari pelaku peneror."

Zara's Mission [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang