[5. She's Gone]

64 10 14
                                    

"Antara kenyataan dan mimpi buruk, mengapa kenyataanku lebih menyakitkan?"

·

Menjatuhkan hati bukanlah perkara yang mudah bagi Kai. Oleh karena itu, mengambil keputusan untuk menjaga seseorang adalah hal paling serius dalam hidupnya. Sebab tak ada yang lebih Kai takuti daripada kehilangan.

Namun, sekuat apapun pemanjat tebing mempersiapkan fisik dan mentalnya, bila ia benar-benar terjatuh, rasa sakitnya tetap terasa, bukan? Begitu pun dengan Kai, sekuat apapun ia mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk dari jatuh hati, tetap saja jika terluka rasa sakitnya akan terasa sama dan nyata.

Oleh karena itu, Kai belum pernah merasa selega ini saat menyadari bahwa semua hal yang ada dalam ingatannya tak lebih dari sekedar mimpi buruk.

Benar-benar mimpi aneh yang tiba-tiba muncul di sela tidur siangnya. Mengajak Angel ke kedai makanan manis di sebrang jalan adalah hal buruk, apalagi sampai membiarkan gadis cilik itu menyebrang sendiri, sedangkan Kai justru sibuk mengikat tali sepatu.

Bagaimana bisa ia hanya tetap berdiam diri saat melihat adik kecilnya dalam bahaya?

Melihat dengan samar-samar malaikat kecil itu terkapar bersimbah darah, sedang kondisi tubuhnya sendiri yang entah mengapa menjadi teramat lemah. Mengingat kembali memori dalam mimpi itu saja membuat Kai merasa takut hingga bergetar, benar-benar tak sanggup bila itu sungguh terjadi.

Lihat, bahkan hampir sekujur tubuh cowok ini dipenuhi peluh akibat mimpi sialan itu. Kai membuka mata berat diiringi deru napas yang memburu. Lalu mengerjap beberapa kali, menyesuaikan sinar putih yang menusuk indra pengelihannya, seolah ia telah tertidur begitu lama.

"Kai...," Apa Kai masih terbawa oleh suasana dalam mimpi? Kali ini ia bahkan suara Thea menyapa telinganya samar-samar. Ia benar-benar harus bangun.

Kai mencoba mengangkat kepalanya untuk memulai posisi duduk, tetapi terasa begitu berat bahkan saat tangannya telah membantu untuk bangkit di sisi kiri kanan. Entah mengapa punggung tangan kirinya terasa begitu nyeri seolah ada yang mencoba untuk menusuk sebanyak beberapa kali. Apa yang salah dengannya?

"Kai, lo udah bangun?" Cowok bertubuh tinggi ini masih saja mendengar suara-suara dari alam mimpinya. Jadi, ia memutuskan untuk memejamkan mata kuat, agar pandangannya benar-benar kembali normal. Mengapa bangun dari tidur siang jadi sesulit ini?

Kai, cowok ini berangsur sadar tepat ketika netranya membingkai tempat asing dimana ia terbaring sekarang, bukan kamar tidurnya. Dengan sisa tenaga yang entah kemana perginya, cowok jangkung ini bersusah payah mengangkat tangan kirinya, memastikan apa kira-kira yang menjadi sumber rasa nyeri sedari tadi.

"Kenapa tangan gue di infus?" Tanyanya lirih pada diri sendiri, nyeri di kepalanya benar-benar tak mau hilang.

"Dev, kamu telfon om sama tante," Lagi-lagi suara Thea masuk ke indra pendengar Kai, disusul dengan suara dari langkah lebar yang perlahan menghilang.

"Kai lo oke? Ada yang sakit?" Dan Kai lagi-lagi sadar bahwa yang ia dengar sedari tadi bukan bagian dari bunga tidurnya, melainkan Thea benar-benar ada di samping Kai sedari tadi. Cowok ini mencerna apa yang baru saja ia lihat, nalarnya sungguh tak sampai saat melihat cewek satu ini bermata sembab.

"Kepala gue pusing, gak bisa bangun. Lo apain gue?" Cowok ini sudah terlalu terbiasa dengan kejahilan sejoli ini, jadi pertanyaan itulah yang paling tepat ia lontarkan.

"Bego, lo koma 2 hari. Gue bahkan janji sama Tuhan gak akan nyebelin lagi kalo lo bangun," Suara gadis sembrono ini bergetar, bahkan tak sampai akhir kalimat hingga air matanya benar-benar tumpah dan ia menjadi sepenuhnya terisak sambil menunduk menggenggam tangan kanan Kai.

Stay Alive!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang