"Terkadang kau butuh bantuan seseorang untuk menyadari seberapa banyak kebahagiaan yang telah Tuhan berikan padamu,"
[Kai Anthariksa]
·
Sejak petang kemarin, entah mengapa kata-kata Thea selalu menghantui pikiran Kai. Ucapannya yang mengklaim bahwa 'Semua orang berharga sejak pertama kali tangisannya terdengar di muka bumi,' apa Kai harus mengakui kebenarannya?
Tetapi, jika ia berharga, jika perasaannya sebagai seorang manusia patut di hargai, mengapa orang yang paling ia percaya ㅡayahnyaㅡ melakukan itu padanya? Kini, ada dua suara dalam benak Kai yang selalu bertentangan, dan cowok ini bingung untuk hidup sebagai siapa dan mengikuti yang mana?
Thea bisa saja mengatakan hidup setiap manusia berharga, itu karena ia tak pernah ada di posisi Kai. Dan Kai, ia selalu menganggap hidup dan perasaannya tak berharga, karena tak memiliki kehidupan atau pola pikir seperti Thea. Meski mereka kerap bersama, mustahil untuk benar-benar mengerti situasi dan perasaan satu sama lain jika tak merasakannya sendiri.
Namun, kini sebagian dari diri Kai seolah membenarkan apa yang Thea katakan. Atau sudah cukup lama ia merasakan kebenaran itu, hanya saja jika Thea tak mengungkit ia tak akan pernah menyadarinya.
Seperti saat ini, dimana ia harus mengaku kalah oleh tangisan Angel, entah dari mana datangnya kebahagiaan yang ia rasakan saat melihat perubahan ekpspresi yang signifikan dari gadis cilik ini hanya karena dirinya berkata, "Yaudah iya, gue anterin, buat pertama dan terakhir."
Nyatanya tangisan malaikat kecil itu mampu menggoyahkan pertahanan yang telah ia bangun selama lebih dari satu tahun lalu. Dan anehnya lagi, ia tak menyesal untuk mengakui bahwa ia kalah.
Mungkin Kai sudah mulai dapat menerima apa yang Tuhan gariskan untuknya. Menerima kenyataan bahwa ibu dan adik tirinya hadir bukan untuk merampas, melainkan menggantikan rasa kehilangan yang ia rasakan sepeninggal seorang wanita yang ia sebut 'Bunda'.
"Kakak, mau ini? Aku suapin." Pertanyaan dari gadis kecil yang tengah duduk rapi di kursi penumpang memecahkan kesunyian. Meski matanya masih sembab karena aksi menangisnya beberapa menit lalu, tetapi kebahagiaan terpancar begitu nyata dari sorot matanya sekarang.
"Enggak, gak laper," Jawab cowok yang baru memiliki surat ijin mengemudi itu tanpa mengalihkan pandang dari jalanan.
"Nih, bilang aaa." Gadis kecil itu tetap setia dengan watak keras kepalanya, ia merobek roti sarapan paginya lalu diulurkan pada sang kakak dengan tangan kecilnya.
Mata bulat dan senyumnya benar-benar mengembang maksimal saat uluran tangannya disambut baik oleh cowok jakung nan tampan yang tak lain adalah kakaknya itu. Angel, gadis cilik ini sama sekali tak peduli bila ia harus sarapan di jalan atau terlambat ke sekolah karena membuat drama pagi tadi. Yang ia tau sekarang kakak laki-lakinya bersedia untuk mengantar dan menjaganya, rasa senang yang belum pernah ia rasakan sejak 7 tahun lalu dilahirkan.
"Duh, pake acara lampu merah segala," Kai mengaduh pada keadaan, sebab ia tau bahwa adiknya sudah pasti akan terlambat hari ini.
"Gak papa kok," Kalimat singkat terlontar dari bibir merah Angel, ia tetap santai dan menikmati perjalanan sambil sesekali mengayun-ayunkan kaki juga menyesap susu kotak stoberinya.
Sontak, Kai menoleh pada gadis cilik yang duduk dengan sabuk pengaman melingkar di tubuhnya itu, "Bukannya masuk jam tengah 8?" Pertanyaannya lolos, sebab ia tau bahwa Angel bukanlah Thea yang dapat membaca pikiran orang.
"Angel bukan anak SMA yang kalo telat bakal dapet hukuman. Nih, aaa." Seolah tak membiarkan sang kakak bertanya lagi, gadis cilik ini kembali menyumpali mulut Kai dengan potongan roti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive!
Novela Juvenil#WYM2020 "Lo tau, gue bunuh adik gue sendiri. Setelah apa yang udah gue lakuin, tiap hembusan napas gue dipenuhi rasa bersalah," Kai~ "Orang kaya lo emang pantes mati," Kheila~ Kai tertegun, tak sepatah kata pun yang terbesit dalam benaknya untuk me...