[11. Empty Space]

17 4 1
                                    



"Rasanya, ada terlalu banyak hal yang hilang, membuatnya kosong. Namun, ia tak tau apa yang harus dikembalikan,"

·

Pernah merasa muak pada diri sendiri? Hingga setiap kali bangun tidur bukan kesegaran yang kau dapat, melainkan rasa mual bahkan ingin muntah karena harus menghadapi hari-hari yang sama seperti sebelumnya. Hari yang penuh akan kekosongan.

Rasanya mungkin aneh, bila seseorang bisa merasa teramat sangat rindu terhadap hal-hal sepele yang selalu dilalui di hari-hari biasa. Pertanyaan sederhana yang muncul dalam benak saat rasa tak sabar untuk menanti kehadiran hari esok, seperti "Besok, ada hal baru apa ya di sekolah?" dan "Weekend ini mau ngapain, ya?", atau yang lebih sederhana lagi seperti "Besok pagi sarapan pake apa?". Satu kata untuk kalian yang masih dapat merasakan itu, kalian beruntung.

Menjalani hari yang penuh dengan kehampaan, layaknya zombie yang tetap berjalan tapi tak memiliki rasa. Hanya raga yang ada, tetapi tidak dengan jiwanya. Sepertinya tak perlu repot-repot untuk menyayat nadi, sebab jiwamu sudah mati dan hanya menyisakan cangkangnya saja.

Kai Anthariksa, cowok ini bahkan tak ingat apa yang dilakukannya selama beberapa minggu terakhir. Ia hanya perlu menelan berbutir-butir pil secara teratur, sebab kata dokter hidupnya akan kembali normal seiring dengan berjalannya waktu. Lalu, apa bedanya Kai dengan sebuah mobil yang harus diisi bensin agar dapat terus berjalan?

Rasanya, terlalu banyak yang hilang, membuatnya kosong. Namun, Kai tak tau apa yang harus dikembalikan.

Jika sebelumnya Kai selalu mencari alasan untuk mengulur waktu pulang, sekarang cowok jangkung ini justru selalu mengedepankan urusan rumah dalam hidupnya yang sudah mati ini. Ya, urusan rumah yang ia maksud adalah berdiam diri di kamar, tanpa melakukan apa pun selain duduk dan tetap bernapas, kecuali ada tugas dari sekolah.

Jika dulu cowok bermata elang ini selalu memikirkan cara untuk melarikan diri dari hidupnya yang sudah cukup memuakkan, sekarang ia justru membiarkan jiwanya tenggelam dalam segala hal yang jauh lebih memuakkan dari sebelumnya. Nanti juga kalau lelah akan mati dengan sendirinya.

"Kai?" Seseorang mengembalikan jiwa Kai pada raganya, membuat cowok ini membuka mata. Menatap lurus ke langit-langit putih kamar mandinya, lalu cepat-cepat mendudukan diri karena sisa oksigen di dalam paru-parunya makin menipis. Cowok ini terbatuk, mengeluarkan air dari lubang hidung dan tenggorokanya.

"Kai, kamu gak papa, Nak?" Wanita 30 tahunan itu kembali mengetuk pintu kamar mandi lepas mendengar suara terbatuk putra sulungnya. Hati Gina tak tenang sedari tadi, sebab sudah lebih dari satu jam Kai berada di dalam kamar mandi tanpa bersuara apa pun, di malam hari.

Sedangkan yang dikhawatirkan masih sibuk mengumpulkan keping demi keping pikirannya yang selalu melayang kemana-mana belakangan ini, membuat raganya kosong tak berjiwa. Kai menyenderkan tubuh di dinding kamar mandi, baru sekarang ia merasakan nyeri di kepalanya.

"Kai, jawab mamah." Sekali lagi terdengar seruan dari luar, masih dengan tujuan yang sama yaitu mengecek keadaan cowok jangkung di dalam sana. Ketukannya menguat seiring dengan pikiran yang makin kalang kabut.

"Kai lagi mandi," Jawab Kai dengan suara paraunya, membuat Gina mengembuskan napas lega dari balik pintu.

"Jangan kelamaan, nanti kamu masuk angin," Ibu sambung Kai menambahkan.

Mungkin Kai lebih membuka diri di rumah sekarang, membuka diri dalam artian kembali berbicara dan tak hanya diam saat ditanya. Jujur, saat Gina memeluknya di rumah sakit, Kai merasakan ketulusan sang ibu sambung.

Stay Alive!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang