part 3

10.6K 1.9K 114
                                    

"Gue salah apa? Gue cuma nggak mau urusan rumah tangga gue ikut diurus orang lain." Seakan mencari pembelaan, Kirania membuka suara setelah beberapa saat Cendana keluar.

Lovita menggeleng lambat. Ia menghela napas karena cukup tahu dengan apa yang Cendana mau dan Kirania inginkan. "Salah Cenda karena terlalu ikut campur. Tapi lo tau niatnya baik, kan?"

"Gue tau, Ta." Kirania menghempaskan tubuh ke kursi lalu bernapas pelan. Rasanya frustrasi sekali tiap kali adu mulut dengan Cendana. "Dia tuh selalu aja pengen nyamain cara gue memperlakukan Arun dengan cara dia memperlakukan Idzan."

Lovita tersenyum tipis mendengar keluhan Kirania yang memang lebih sering perang dengan Cendana. Tapi tak masalah, karena sebentar lagi keduanya akan saling melupakan perdebatan yang sudah terjadi lalu bercengkrama dan menggila bersama lagi.

"Caranya nasehatin lo itu salah, tapi ... Gue tau maksudnya apa."

Kirania menjatuhkan wajah di meja, menempelkan pipi di sana lantas ia tatap Lovita dengan bibir cemberut. "Apa?" Cendana pasti hanya ingin dirinya sama seperti wanita itu. Romantis dengan pasangan. Ya, kan?

Mengubah posisi duduk menghadap Kirania, Lovita melipat tangan di atas perut buncitnya. "Dia cuma mau kasih tau lo, cuma mungkin bingung gimana mengumpamakannya dengan benar."

"Maksud lo?" Kening Kirania mulai mengernyit tak mengerti.

"Bahasa gampangnya karena lo ngerti soal masakan. Kalau wortel dan kol, lo masukin ke dalam wadah nggak akan langsung jadi sop."

Keluar angin dari bibir Kirania yang membulat. "Gimana ceritanya rumah tangga lo umpamain sama masakan."

"Lo ga bisa menyamakan masakan dengan pernikahan tapi lo bisa menjadikan berbagai hal sebagai perumpamaan menjadi motivasi dan pecutan." Lovita nyaris mendengkus karena sanggahan Kirania yang memang keras kepala.

Menarik napas dalam, Kirania lantas menegapkan tubuh dan memutar kursi untuk menghadap Lovita. "Oke, lanjutin."

Tersenyum, karena Kirania mau mendengarkan, Lovita melanjutkan ucapan. "Kol dan wortel lo masukin ke air nggak akan jadi sop enak melainkan hambar kalau nggak lo tambahin bumbu. Bawang merah, bawang putih, garam, penyedap rasa. Oh...." Lovita mengacungkan jemari. "Potongan daging, dan tambahan bumbu lainnya biar makin nikmat. Ya, kan?"

Meski tak sepenuhnya menerima perumpamaan Lovita, Kirania mengangguk pelan. "Terus?"

"Terus?" Lovita mengusap perutnya pelan. "Sayang ... Lo harus nambah bumbu di pernikahan lo, biar lo paham apa itu rumah tangga."

"Maksudnya bumbu itu apa? Berantem? Saling cemburu dan saling tidak percaya?"

"Masing-masing ada porsinya Kiran. Cemburu nggak berlebihan. Berantem tapi menemukan damai."

Kiran menggeleng tak mengerti. Ia memilih mengedikan bahu lantas membuka laptopnya untuk mengerjakan pekerjaan barunya setelah lima bulan lalu Lovita meminta ia mundur dari dapur agar bisa bergabung di kantor saja.

"Gue dan Arun udah nyaman dengan apa yang kami jalani. Tanpa cemburu dan berantem nggak penting." Lantas ia tatap Lovita yang masih tersenyum meski Kirania tahu makna di balik senyuman itu. Putus asa menasehatinya. "Nggak masalah kan kalau kami tetap seperti ini?"

Bumbu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang