prolog

83 9 1
                                    

Hal yang paling sakit adalah ketika kita tidak bisa jujur pada diri kita.
***

   "Kalo begitu, kita putus aja," putusnya.

   Remaja berseragam SMA menoleh kaget mendengar kalimat itu keluar dari wanita yang dicintainya. "Maksud kamu?"

   Sepasang sejoli saling menatap dalam dia. Angin sore yang dingin seakan tidak berdampak pada mereka. Wanita yang berseragam SMA sedang sibuk dengan pikirannya, sibuk memikirkan apa yang belum tentu terjadi. Aasma kini memilih menatap perepustakaan sekolah.

   Pria dengan dasi sudah tak karuan dan baju yang sudah tidak lagi dimasukan kini hanya terdiam menatap manik mata wanitanya yang enggan menatapnya. Hatinya seakan terjatuh dari atas gedung tinggi lalu terlindas kendaraan yang kebetulan lewat. Remuk. Hancur. Tak bersisa.

   Wanita yang selama ini dia jaga, wanita yang selama ini menjadi semangat untuk mendapatkan beasiswa di Harvard, kini seakan memotong tali yang sejak lama dia satukan.

   Tangan pria itu terkepal sangat erat. Sebisa mungkin emosi diredam. Manik mata yang hitam kini tak lagi memancarkan kelembutan, tetapi sebaliknya.

   Wanita berkuncir kuda itu akhirnya membuka mulutnya. "Maaf, aku nggak bisa kalo harus LDR-an sama kamu."

  "Tapi, zaman sudah canggih kamu kalo kangen aku tinggal telepon, kalo nggak diangkat tinggal SMS. Apa lagi?"

  "Aku nggak mau pacaran hanya sebatas udara, kalo sekedar SMS dan telepon, tukang PAM rumahku juga bisa kutelepon dan SMS!"

   Pria yang kerap dipanggil Raka itu, memilih menatap jalanan yang semakin sore semakin ramai dengan hiruk piruk kendaraan. Langit sore yang tampak lebih gelap dari biasanya seakan-akan mengetahui akan ada hubungan yang retak hanya kerana tidak bisa berpisah jarak.

   "Kamu tau kan Harvard itu di mana? Dan kamu tau kan Indonesia di mana? Jauh Rak, aku nggak bisa." Aasma menunduk demi menyembunyikan wajahnya yang memerah akibat menahan tangis.

   "Aasma, bukan ini kan? Bukan ini alasan sebenarnya kamu mutusin hubungan kita? Bukan jarak, kan?"

  Aasma, wanita itu mendongak. Menatap Raka yang jauh lebih tinggi darinya. Aasma hanya takut jika mereka jauh, Raka akan tergoda oleh wanita di sana.

   "Alasan sebenarnya adalah kamu kurang percaya sama aku, kamu takut jika aku nggak bisa jaga hatiku. Kamu terlalu memikirkan hal yang belum tentu terjadi, Ma," ujarnya Raka mengambil tangan Aasma lalu meletakannya tepat di dadanya. "Aasma, hatiku hanya untuk kamu. Kemana pun aku pergi, aku selalu membawa namamu, kamu harus percaya itu ... percaya aku Ma, aku mohon ...."

   Aasma menarik tanganya. Aasma menggeleng, keputusan yang ia ambil sudah bulat dan tak akan bisa berubah menjadi kotak apalagi berubah menjadi Iron Man.

   "Maaf, aku bisa berhadapan dengan soal fisika, kimia, atau matematika, tapi untuk yang satu ini aku nggak bisa. Jarak terlalu kuat untukku lawan."

   Aasma berlari, meninggalkan Raka yang terdiam. Hatinya hancur berkeping-keping. Kini, dia tidak lagi tau tujuan untuk ke Harvard jika tujuannya sudah memutuskan untuk pergi.

   Benar kata pepatah, motivasi yang terbaik adalah diri kita sendiri. Tujuan yang paling terbaik adalah kebahagiaan kita sendiri. Menjadikan seseorang sebagai tujuan kita menggapai sesuatu, seakan kita sedang merakit bom yang sewaktu-waktu bisa saja meledak. Menghancurkan diri kita dan impian itu.

   "Aasma aku mencintaimu ...," lirihnya menatap kosong gerbang sekolah.

   Aasma pun sama, hatinya lebih hancur karena harus membohongi perasaannya dan orang yang dicintai, tapi Aasma tidak akan pernah sanggup menjalani hidupnya tanpa Raka. Ia tidak akan pernah sanggup.

   Maka dari itu, pergi adalah keputusan terbaik. Melupakan adalah jalan aman yang dia ambil---Aasma harap seperti itu.

   Kini, bersama Raka bukan lagi mimpi yang membuatnya tersenyum pada pagi hari. Kini, namanya bukan lagi penyemangat pada sore hari atau kini motor vespa berwarna hitam itu bukan lagi kendaraan yang akan mengantarnya kemana pun Aasma pergi.

   Selamat tinggal Raka, selamat tinggal.


T

bc ...

Jumlah kata : 589

  Nah, hallo guys. Kali ini aku balik dengan  cerita baru yey! Dan sedikit  bercerita naskah ini adalah salah satu syarat agar aku bisa lulus dari  satu grup kepenulisa, WGA.

  Dan kalo kalian tanya. "Kok, chapter-nya dikit?" Biar kujawab. "Ini namanya, novelet gen." Semacam  cerita pendek, tapi nggak pendek-pendek ama gitu. Labil.

  Dan ... udah kali ya, segitu aja. Gimana, enjoy bacanya? Dan seperti  biasa aku mau kasih wajengan.

  Bantu 2tau1904 yuk dengan cara:Vote Komen And share Terima kritikan dan saran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Bantu 2tau1904 yuk dengan cara:
Vote
Komen
And share
Terima kritikan dan saran.

  See you!

Mengapa Kita? (Usai√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang