Eins : Welcoming Party

6.2K 624 43
                                    

Jepang
3 tahun setelah kecelakaan.

"Renjun!" seru seorang lelaki muda.

Nakamoto Renjun mengangkat kepalanya menatap si pemanggil. "Nana! Kapan kau datang?"

Renjun berdiri dan langsung berlari ke arah Jaemin.

"Baru saja." Jaemin tersenyum dan membalas pelukan Renjun.

"Ahh, aku sangat merindukanmu. Sudah tiga tahun kau tidak ke sini," keluh Renjun manja.

Jaemin tersenyum manis. "Bagaimana lagi. Nenek melarangku kemana-mana. Bahkan aku tak pernah meninggalkan Seoul dalam waktu tiga tahun," curhat Jaemin.

"Ya, wajar sih. Kau kan keluarga satu-satunya. Nenekmu pasti tak ingin terjadi apa-apa padamu." Renjun menepuk pundak Jaemin, memberinya dukungan.

Setelah kecelakaan tiga tahun lalu yang merenggut nyawa kedua orang tua Jaemin. Jaemin kembali ke Seoul dan diasuh neneknya. Selama itu juga, dia dan Renjun hanya bisa berhubungan lewat telepon. Hubungan mereka semakin dekat layaknya saudara. Hal ini yang membuat Jaemin memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Jepang. Agar dia bisa sering bersama Renjun.

Jaemin meyakinkan neneknya bahwa dia akan baik-baik saja karena keluarga Renjun bersedia menerimanya di keluarga mereka.

Setelah perdebatan panjang antara Jaemin dan neneknya. Jaemin mendapat izin melanjutkan sekolahnya di Jepang.

"Ahh, senangnya. Jadi kita bisa berangkat sekolah bersama. Main bersama, belanja bersama, tidur bersama." Renjun terus mengoceh tentang semua rencananya.

Jaemin tersenyum sumringah melihat tingkah kekanakan Renjun. Ya, itulah yang Jaemin suka dari Renjun. Mulutnya yang berisik itu selalu mampu membuat Jaemin melupakan semua masalahnya.

Renjun menatap Jaemin sejenak dan menariknya. "Ayo, aku antar kau ke kamarmu." Renjun menarik Jaemin untuk mengikutinya.

Mereka menuju lantai dua. Renjun terus mengoceh tentang rencananya sampai mereka tiba di depan pintu kamar Jaemin.

Jaemin ingat, di samping kanan kamarnya adalah kamar Renjun. Namun disebelah kiri kamarnya, Jaemin tidak tahu kamar siapa itu.

Renjun melihat arah pandangan mata Jaemin. "Ah, menjauhlah dari kamar itu. Ada seorang iblis yang mendiaminya dan dia tak suka diganggu."

Renjun menatap tidak suka kamar itu. Jaemin tersenyum mendengar penuturan Renjun. Dia Sudah bisa menebak siapa pemilik kamar itu. Ya, mengingat hubungan Renjun tidak terlalu baik dengan kakak sepupunya itu.

Renjun sering menceritakan rasa jengkelnya terhadap kakaknya itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Mark.

Jaemin masih menatap lekat pintu kamar itu, hingga tak sadar saat dirinya ditarik masuk ke kamarnya oleh Renjun. "Ayo, ku bantu kau menyusun pakaianmu."

Renjun terlihat begitu bersemangat. Mereka menyusun pakaian Jaemin dengan gembira.

Tanpa mereka sadari waktu berlalu begitu cepat. Kini matahari nyaris tenggelam, sementara keduanya masih sibuk berbagi cerita.

Winwin yang baru saja pulang langsung menemui putranya dan Jaemin. Dia lah yang menyarankan agar Jaemin tinggal bersama mereka.

Winwin membuka pintu kamar Jaemin dan mendapati Renjun dan Jaemin sedang mengobrol. Winwin tersenyum senang. Dia melangkah masuk dan menyapa keduanya.

"Mama," sapa Renjun.

Jaemin menoleh dan membungkuk sejenak, memberi hormat. Winwin tersenyum senang dan memeluk Jaemin.

Regular [ Markmin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang