08 ~ Peringatan Seorang Ibu

351 71 18
                                    

Apa yang ingin didapat, kejar!
Apa yang ingin dicapai, usahakan!
Namun, jika belum kesampaian tetap bersabar.
Mungkin itu bukan yang terbaik untuk saat ini,
Masih ada nanti, esok, lusa.
Jika belum juga tercapai, percayalah yang lain akan menyapa di waktu yang tepat

~L.K~

🍃🍃🍃

Rapat para pejuang data baru saja berakhir. Dua hari yang lalu setelah drama permintaan data guru yang mendadak sukses membuat penghuni ruang TU kalang-kabut. Dari kedua kubu PNS dan Non-PNS sama-sama ingin didahulukan.

Bu Dara ingin konfirmasi data dirinya dilakukan terlebih dahulu karena ada kepentingan keluarga dan harus pulang lebih awal. Sementara itu ada Pak Jaya yang mewakili guru Non-PNS meminta didahulukan karena jumlah mereka lebih banyak.

Debat kusir tak bisa dihindari. Mereka yang bertugas pun hanya bisa geleng-geleng. Usia tidak menjamin kedewasaan seseorang. Banyaknya pengalaman menghadapi sesama guru juga tidak menjamin mereka bisa saling mengerti satu sama lain.

Buntu! Penghuni ruang TU yang terdiri dari enam orang merasa tidak menemukan titik temu karena situasi yang memanas. Beruntung acara ghelut itu berada di ruangan tertutup sehingga siswa tidak turut menjadi pemandu sorak.

"Kalau kalian masih seperti bocah dalam menghadapi situasi, sebaiknya kalian kembali menjadi siswa." Suara Pak Tjah membuat suasana hening seketika.

Bu Dara tetap mengangkat dagunya, melirik pada Pak Jaya kemudian mlengos seolah tak sudi berhadapan dengan orang sepertinya. Pak Tjah menghela napas, beliau paham betul dengan watak kerasnya dan enggan mengalah.

"Permintaan data harus diantar sebelum jam empat sore dan sudah jam segini masih berdebat siapa yang mau didahulukan? Untuk Bu Dara dan teman-teman bisa ke Pak Yus. Kalau Pak Jaya dan sisanya, kalian ke Pak Nardo. Beres 'kan? Nggak usah pakai urat! Buang-buang tenaga saja." Pak Tjah berlalu dan meninggalkan ruang TU

🍃🍃🍃

"Pak Nardo sudah jelas dengan pembagian tadi? Beberapa siswa memang tidak jelas NISN-nya. Saya sudah meminta untuk scan berkas pendukung untuk membenahi kekeliruannya," ujar Pak Yusuf.

"Sudah, Pak. Nanti saya mulai mengerjakannya. Hm ..., Pak Yus biasanya kalau izin ke siapa, ya?"

Pak Yusuf menoleh, "Mau izin apa? Izin terlambat?"

"Iya, Pak. Saya harus pulang malam ini. Adik bungsu saya masuk rumah sakit sejak semalam, tapi ibu baru kasih kabar setelah Asar barusan."

"Langsung ke bagian piket, atau titip pesan sama Pak Radit bisa. Soalnya kalau jam kosong guru piketnya nggak ada beliau yang ngisi."

"Saya tidak ada jam mengajar untuk besok, Pak. Itu sama titip pesannya sama Pak Radit juga?"

Pak Yusuf mengangguk, "Izin nggak masuk saja, saya tahu bagaimana susahnya ngurus anak kecil yang sedang sakit. Meski sudah ada yang menjaga tetap yang dicari adalah yang terdekat. Pasti si bungsu ini paling dekat dengan Pak Nardo, ya?"

"Iya, Pak. Dia sempat ikut pas saya pindahan nempati kamar kost, dari datang sampai pulang tidur terus. Sepertinya dia kangen soalnya sudah beberapa hari ndak ketemu sama saya."

"Biar saya saja yang menyampaikan sama Pak Radit dan guru piket. Tidak apa-apa, pekerjaan itu bisa disambi dan diselesaikan di rumah. Toh Pak Nardo tidak ada jam mengajar. Nanti biar saya saja yang bilang."

Keduanya saling berjabat tangan dan berpamitan. Matahari sudah mulai tenggelam saat mereka mulai meninggalkan area parkir. Suasana sekolah sudah sepi, hanya menyisakan beberapa siswa yang menunggu jemputan.

Rush Hour ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang