21 ~ Perkara Berat

357 78 16
                                    

Rawat apa yang kau miliki sepenuh hati.
Jangan sampai sesal datang mendahului.
Jika sampai masa itu datang, terimalah!
Sebab tidak ada waktu yang terulang kembali.
Meski kau memintanya sekuat hati ....

~L.K ~

🍃🍃🍃

Radit meminta izin langsung pada Pak Tjah untuk membawa Nardo. Lelaki itu tampak panik saat salah satu kenalannya yang bekerja di rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa ada siswa SMK Bina Bangsa atas nama Jodi Adrian Erlangga sedang dirawat di sana.

Penjelasan singkat yang diberikan Radit membuat Pak Tjah menyetujui permintaannya. Kedua guru muda itu berangkat ke rumah sakit dengan beragam pikiran yang menghantui.

"Jodi nggak apa-apa, Bang?" tanya Nardo pelan, berharap tidak mengganggu fokus Radit yang sedang menyetir.

"Embuhlah! Emang ada orang masuk UGD nggak kenapa-kenapa?"

"Semoga saja nggak kenapa-kenapa. Itu anak ngapain aja, sih?"

"Ssst! Diem dulu, Abang masih nyetir. Ntar aja ditanya pas nyampe RS."

Nardo selaku wali kelas patut untuk khawatir pada Jodi. Kemarin dia masih melihat anak didiknya bercanda di depan kelas saat Nardo kembali dari perpustakaan. Belum lagi Radit memintanya untuk membawa surat pernyataan bermaterai dari ayah Jodi.

"Turun!" perintah Radit.

Nardo celingukan dan mengamati sekitar. Rupanya mobil sudah terparkir di halaman rumah sakit yang dituju. Dia kemudian turun dan menyusul Radit yang sudah beberapa langkah di depan mobil.

Radit melambai pada seseorang yang ada di depan UGD dan berbincang sejenak. Setelah itu Nardo mengekorinya hingga sampai di ruang tindakan.

Keduanya membelalak saat melihat murid yang dimaksud sedang memejamkan matanya. Suster memeriksa laju infus dan beranjak meninggalkan brankar tempat Jodi berbaring.

Beberapa lebam tersebar di sebagian wajah, di pelipisnya terdapat luka robek begitu juga dengan sudut bibirnya. Mata yang terpejam itu bergerak perlahan dan mulai terbuka.

"P-Pak ...." Jodi berusaha bangun tetapi tertahan dan meringis sambil memegangi dadanya.

"Nggak usah bangun, tetap tiduran saja, rusuk kamu retak!" Pak Radit membantu Jodi untuk menyamankan posisinya.

Nardo berpaling karena tidak kuasa melihat wajah anak didiknya yang berantakan. Hatinya terenyuh! Dia paham ini bukan luka kecelakaan, melainkan luka penganiayaan.

"Bapak tahu kamu di rumah sakit karena dokter jaga di UGD itu teman Pak Radit. Kamu pingsan di jalan, dan tukang ojek yang mengantar ke sini. Ada yang bisa diceritakan?"

"Saya kangen mau Bunda! Tapi jangan bilang Ayah ...," ujar Jodi dengan wajah tertunduk.

"Bapak tunggu sampai kamu siap, Pak Radit urus administrasi, kamu sama Pak Nardo dulu."

🍃🍃🍃

Suara teriakan membuat beberapa orang berhamburan dari kamar rawat pasien. Beberapa bahkan berkumpul di sekitar kamar rawat Jodi. Sesaat setelah Jodi dipindahkan, sang ayah datang dan langsung mengamuk begitu melihat Jodi.

"Anak durhaka! Berani-beraninya kamu kabur dari rumah!" sergah ayah Jodi sambil membuka selimut yang menutup tubuh anaknya.

"Pak, mohon tenang! Ini rumah sakit." Nardo berusaha menengahi.

Jodi berusaha untuk bangkit, tetapi rasa sakit di rusuknya benar-benar menyiksa. Anak itu hanya bisa meraih bagian belakang baju Nardo. Jodi meremat erat baju Nardo sembari berpegang pada tangannya.

Rush Hour ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang