19 ~ Merasa Membutuhkan

284 75 2
                                    

Jangan bersifat langit kala mereka memcarimu.
Merendahlah supaya banyak hati yang terjaga.
Jangan pernah membuat orang lain meneteskan air mata walau hanya setetes
Sebab meski diganti dengan seteko air mata, itu tak 'kan pernah cukup.
Jangan pernah menyakiti hati orang lain.
Sebab, meski hingga anak-cucu menebusnya itu tak 'kan terbayarkan

~Nardo Shidqiandra~

🍃🍃🍃

Nardo memutuskan untuk segera kembali ke kamar indekosnya. Meski sang ibu berkali-kali menahannya untuk tetap tinggal sehari atau dua hari, Nardo bersikukuh untuk tetap kembali.
Buah dari memaksakan diri adalah rasa lelah yang belum juga beranjak dari tubuhnya.

Lelaki itu memilih untuk melewatkan upacara bendera Senin pagi. Dia sudah berpesan pada Pak Yusuf bahwa dirinya akan datang terlambat. Kesempatan itu Nardo gunakan untuk beristirahat sejenak.

Pak Yusuf dan Pak Roni sudah mengetahui akhir pekan Nardo diisi dengan beristirahat di rumah. Perasaan bersalah melingkupi kedua rekan kerja Nardo yang tidak bisa membantu. Hingga keduanya berkirim pesan permintaan maaf disaat yang hampir bersamaan.

Nardo tersenyum kala mengingat hari itu. Harinya yang dimarahi oleh sang ibu karena masih berkutat dengan pekerjaan, lalu dua rekan kerjanya yang sama-sama meminta. Maaf.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bergegas bersiap-siap dan berangkat ke sekolah. Begitu sampai di parkiran, Nardo melihat Radit juga baru datang dan berjalan menuju gerbang utama.

"Baru datang juga, Bang?"

"Hm .... Masih antar Bunda ada keperluan di rumah saudara, makanya kesianga. Kamu kenapa baru datang?"

"Masih rehat bentar di kamar indekos."

"Pak Nardo!" Pak Yusuf tergesa-gesa menyusul dua lelaki beda usia itu.

Nardo menoleh dan tersenyum kala melihat rekan kerjanya itu bersimbah peluh. "Iya, Pak?".

"Katanya K.O? Kok sudah masuk?"

"Nggak jadi yang mau sakit. Begitu dapat kabar dari Cabang Dinas dan deadline jam Cinderlela langsung seger. Gobyos, Pak!"

"Sakit, Dek?" tanya Radit sembari mengamati wajah Nardo yang memang masih tampak sedikit pucat.

"Sudah nggak, Pak. Langsung strong ngadepin permintaan Cabdin yang serba mendadak. Meriangnya langsung hilang!" jawab Nardo sembari tertawa.

"Syukurlah kalau baikan. Oh iya, apa Pak Nardo ndak dihubungi sama Bu Dara? Pagi-pagi sekali Bu Dara telepon dan menanyakan soal berkas kenaikan pangkat itu. Ada apa ya, Pak?"

Nardo mengangkat bahunya, "Kemarin Bu Dara bantu update data punya teman-teman yang. Ada sekitar lima orang kayaknya. Ini berkasnya, Pak." Nardo berhenti sejenak membuka ranselnya dan memberikan beberapa berkas yang dimaksud Pak Yusuf.

🍃🍃🍃

Suasana ruang guru berubah riuh saat jam istirahat. Beberapa guru lainnya sibuk dengan persiapan mengajar untuk kelas selanjutnya. Sedangkan yang lain terlibat pembicaraan dengan sesama rekan kerja

"Pak Nardo! Kenapa data saya invalid?" teriak Bu Dara membuat ruangan hening seketika.

"Saya nggak ngapa-ngapain akun dan datanya Bu Dara. Bukannya Ibu sendiri yang sudah memperbaharuinya? Saya hanya melanjutkan siapa saja yang belum update."

Tanpa komando, guru-guru yang merasa harus memperbaharui kenaikan pangkat mengecek akun masing-masing.

"Punya saya aman, Dek!" ujar salah seorang guru PNS di sebelah Nardo.

Rush Hour ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang