31

59 2 0
                                    

Setelah ujian praktek, mungkin semua bisa santai-santai sambil bermain, jalan-jalan untuk refresing atau melakukan hal tidak berguna lainnya. Beda dengan Davino yang sekarang sedang tekun belajar bahasa Inggris, sudah dari lagi dia tidak keluar kamar karena ingin serius belajar.

Cita-cita Davino masih sama, ingin masuk jurusan bahasa Inggris di kampus ternama di Indonesia. Meski di sekolah nilai fisika dan matematika lebih menonjol, hal itu sama sekali tidak membuat niat Davino bubar. Dia tetap teguh pendirian untuk memasuki jurusan bahasa Inggris.

Davino contoh lelaki yang sangat mudah dalam menghafal, terbukti di saat lalu Biyla malam-malam pergi ke rumahnya untuk mengajak belajar untuk esok hari, hanya butuh waktu semalam Davino menghafal tiga halaman sekaligus untuk bahan presentasi.

"Menurut Lo, patah hati bisa buat kapasitas otak menurun nggak sih?' tanya Rendy pada Nino yang sedang asik memegang ponselnya.

"Gue nggak tahu, soalnya nggak pernah patah hati."

"Katanya tahu tentang seluk beluk cinta, masa iya soal begini aja nggak paham," celetuk Rendy dengan nada yang dibuat-buat seperti nada ucapan Nino tempo lalu.

"Lo tuh tanya ke orang yang salah, Nino nggak patah hati aja kapasitas otaknya udah menurun terus," sahut Davino yang menutup buku karena terusik oleh omongan dua temannya itu.

Kelemahan di saat belajar tapi tidak sendirian adalah begini, kita tidak terlalu fokus malah ikut berbicara karena obrolan yang memasuki kategori menarik.

"Heh, jaga mulutnya ya bambank!"

Rendy tertawa paling keras. "Astaga, benar juga, Dav, harusnya kan gue tanya ke lo ya. Kenapa tanya pada wasit yang nggak pernah ikut main. Oke deh gue serius, emang iya kapasitas bisa menurun ya, Dav?"

"Enggak sih, kecuali Lo terus mikirin dia. Otak Lo bakalan penuh mikirin dia, dan bakalan lemah kalau mikirin pelajaran."

"Oh, gue tahu, jangan-jangan Lo masih suka sama Zia? Astagfirullah, Rendy, Lo gamon?" Nino berteriak heboh.

"Serius, Ren? Lo nggak bisa move on, dari Zia? Gawat, gawat banget. Momen langka yang harus di abadikan ini tuh," ujar Davino lalu mengeluarkan kamera dari laci kamarnya. Satu bidikan di saat Rendy menatap wajahnya dengan sorot mata sayu berhasil di abadikan dalam kamera membuat Nino tertawa geli.

"Biadap lo, hapus nggak!"

"No, no, gue nggak akan pernah hapus. Ini pertama kalinya seorang Rendy sedih karena cinta."

"Nanti kirim ke gue ya, mau di cetak polaroid terus di tempel di kamar sama di taruh dompet. Kayaknya bagus banget, melihat hasil potret Lo selalu memuaskan, Dav," ujar Nino yang sangat senang jika salah satu temannya teraniaya.

Kebanyakan sahabat yang benar-benar sejati memang sifatnya tidak jauh beda dengan Nino. Di saat sedang patah hati bukannya di hibur malah di panas-panasi seperti itu. Meski begitu, perkataan Nino bukan karena cowok itu sama sekali tidak kasihan dengan Rendy. Menurutnya itu adalah suatu perkataan yang mampu membuat gairah lelucon Rendy bangkit.

"Nggak lucu sama sekali," kata Rendy dengan nada datar.

"Jangan bilang kalau Lo ngemis ke Zia terus minta balikan? Astagfirullah Rendy, jangan bikin gue menghujat Lo ya. Ini Rendy, Rendy Pangalila loh ya, yang punya pabrik teh di Bogor, dan perusahaan ternama. Jangan memalukan gue sebagai sahabat ya," kata Nino.

Rendy menghembuskan napasnya pelan. Mengapa sih kemarin dia memberitahukan pada Davino dan Nino tentang hubungannya yang telah usai, jadinya kayak gini kan. Bukannya di hibur malah di hujat habis-habisan, jadi males buat cerita lagi.

Sweet Friendship (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang