"BERHENTI LO!"
Suara itu berhasil menghentikan langkah pelan milik Biyla. Berjalan sendirian terkadang membuat ia merasa ketakutan, saat mendengarkan suara yang tidak asing berteriak di belakangnya
Biyla menggeleng. Apa-apaan ini, tidak, ini tidak mungkin, itu suara perempuan, tidak mungkin ada yang memanggil Biyla di pagi hari seperti ini. Kemarin tidak ada pr dan tidak ada kerja kelompok, jadi secara tidak langsung tidak ada yang membutuhkan dirinya untuk bertanya kan.Biyla melangkah lagi lebih jauh. Mungkin karena tidur terlalu larut membuatnya suka berhalusinasi, bahkan halusinasi yang sangat berlebihan dan terasa begitu nyata. Ada-ada saja.
"Biyla gue bilang berhenti."
Memastikan bahwa dirinya lah yang di panggil dari belakang, Biyla menghentikan langkah kembali. Pandangannya masih menghadap ke depan. Hingga akhirnya tiga orang siswi berada di depannya.
"Bagus ya Lo sekarang. Ada peningkatan, dulu Lo cuma sebatas ngikut sana sini sama Davino, sekarang Lo malah ngatur hidup dia."
Biyla terdiam mendengarkan ucapan yang baru saja keluar dari mulut perempuan di depannya. Cewek itu sekarang memang sedang sendirian, tidak ada Davino. Sebenarnya bukan kebetulan Biyla pergi sendirian, hanya saja dia ada piket kelas yang mengharuskan datang lebih awal, jika mengandalkan boncengan dari Davino, mungkin saat semua sudah bersih, Biyla baru memegang sapu yang di ambil dari pojok kelas.
Jemari mulus cewek di depan Biyla itu dengan cepat bersarang pada dagu Biyla, meremasnya kuat hingga membuat Biyla mendongak. Merasakan ngilu bersarang di area wajahnya.
"Bisa nggak Lo mati aja, pergi dari hadapan Davino. Gue eneugh lihat itu. Gue tahu kalian cuma sahabat, tapi gue yakin seratus persen kalau Lo suka sama dia."
Di dalam diam, sungguh perlakuan ini membuat Biyla sangat takut. Dia hanya menutup mulutnya rapat-rapat, menjawab lewat hati bahwa memang benar dia menyukai Davino. Wajah Biyla tidak bisa di gerakkan karena cengkraman yang begitu kuat, menyakitkan, sungguh.
"Kasian, anak orang, Del," ujar cewek yang berada di samping Biyla. Berpura-pura membela hingga akhirnya ikut menjambak sedikit rambut Biyla.
"Katanya kasihan, Lo ikut juga, hm."
"Nanggung, Lan, cewek kayak gini nggak pantes buat di kasihani."
"Lo apa-apa in sih," ujar Biyla sambil menepis kuat-kuat tangan mereka yang mencoba untuk melukai. Suaranya bergetar, Biyla sangat takut, sungguh, percayalah, berpura-pura melawan adalah yang yang sangat menyakitkan.
"Gue emang sebelumnya sahabat Lo, Biy, tapi setelah Lo penghianat yang merebut Davino dari tangan gue. Sekaligus menghancurkan hubungan gue sama dia, gue putusin kalau Lo bukan siapa-siapa gue lagi," ujar siapa lagi kalau bukan Arista yang sekarang berada dekat di depan Biyla. "Perbuatan yang Lo lakuin itu merugikan semua orang tau, nggak!"
"Lo boleh suka sama Davino, tapi jangan hasut dia buat putusin seseorang yang dia sayang. Lo egois tau nggak! Lo itu parasit di kehidupannya Davino!" cerocos Delia sambil menunjuk tepat di depan wajah Biyla.
Oh, Biyla sekarang tahu akar masalah mengapa Arista pagi-pagi membawa pasukan dan menyerang dirinya. Ternyata karena Davino.
Eh, tapi tidak, sama sekali salah jika kalian menganggap ucapan Arista adalah kenyataan."Gu-gue nggak pernah ha-hasut Davino."
Mendengar ucapan itu Arista dan kedua temannya tertawa renyah, sambil menatap muka Biyla yang kebingungan. Rasanya dia mendengar lelucon pagi hari yang menghibur diri.
"Davino itu nggak suka sama Lo, dia emang sengaja dekat sama Lo dengan alasan kasian. Apa Lo sama sekali nggak sadar, nggak ada satupun orang yang mau berteman sama Lo. Cuma Davino dan hanya Davino saja," ujar Delia membuat Arista dan Lana menjentikkan jari, membenarkan ucapan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Friendship (HIATUS)
RomansaWARNING UPDATE SESUAI MOOD BAHASA KASAR DAN TYPO BERTEBARAN *** Cinta dan persahabatan bukanlah sebuah pilihan. Kamu bisa memiliki atau bahkan kehilangan keduanya secara bersamaan. -Davino Alexandra ___ Bagi Davino Alexandra, sahabat adalah seor...