6

39 3 0
                                    

  "Y/N, dimakan buburnya kalau nggak mau kambuh lagi."

  Suara Tante Yoona terdengar lagi. Saat membuka mata, aku menemukan tanteku bersandar di pintu kamarku. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, ia memandangku malas. Tante Rosa tampil tanpa cela dengan pakaian kantor. Sudah hampir pukul setengah sembilan, ia pasti berangkat sebentar lagi. Aku manggut manggut dalam diam, masih enggan meloloskan diri dari gulungan selimut.

  "Heran ya. Susah banget dibilangin. Lama-lama Tante bilang juga nih sama mamamu."

  Mendengar nama Mama disebut, nyaliku mendadak ciut. Pasti panjang urusannya jika sampai Mama mendengar magh-ku kambuh sampai-sampai aku tidak masuk sekolah hari ini. Bisa-bisa aku diminta segera pulang ke kampung halaman atau lebih buruknya, mungkin Mama yang akan datang bersama dengan obat-obatan tradisional dari tempat asalku.

  "Jangan, Tante. Please.…" aku berucap sambil buru-buru bangun.

  "Lagian kok bisa sih kamu sampai lupa makan kemarin?" gerutu Tante Yoona, masih bersandar pada pintu kamar.

  "Ngg... Itu... kemarin tugas kelompoknya banyak." jelas aku berbohong.

  Tante Yoona adalah anak perempuan termuda Nenek. Wanita yang kupanggil Tante sebenarnya lebih cocok kupanggil Kakak. Usia kami terpaut tidak lebih dari sepuluh tahun. Dekatnya usia kami ku syukuri karena membuat tinggal seatap dengannya selama aku bersekolah di Seoul menjadi mudah.

  "Beneran udah mendingan?" tanya tanteku lagi, masih terlihat cemas.

  Aku mengangguk kemudian berdiri dengan cepat, berusaha menunjukkan bahwa aku memang sudah hampir pulih sepenuhnya.

  "Kalau ada apa-apa, cepet kabarin Tante ya."

. Aku mengacungkan jempol sebagai jawaban. Suara ponsel berbunyi saat Tante Yoona sudah meninggalkan kamarku. Jika sampai Tante Yoona melihat ponsel baruku, bisa dipastikan akan ada lebih banyak rentetan pertanyaan mengenai asal benda yang ada dalam genggamanku. Nama Elsa muncul di layar. Buru-buru aku menggeser tombol hijau untuk menghentikan suara dering yang ku khawatirkan akan terdengar Tante Yoona.

  "Morning, Y/n," suara Bang Jongin terdengar ceria seperti biasa.

  "Bang. Hari ini gue nggak masuk sekolah, terpaksa libur ya jadi asisten Woozi," bisikku tanpa mengalihkan pandangan dari pintu kamar, berjaga-jaga kalau Tante Yoona masuk secara tiba-tiba.

  "Wait. What's wrong with you, honey?"

  Suara Tante Yoona kembali terdengar dari balik pintu. la sepertinya mengatakan sesuatu tentang minum obat dan hal lainnya.

  "Sakit, gue tutup ya, Bang. Sorry," ucapku sebelum memutuskan hubungan. Dalam sekejap. aku menekan tombol power, membuat ponsel dalam genggamanku padam sepenuhnya. Aku butuh istirahat. Bukan hanya untuk tubuhku, juga untuk kesehatan emosional dan mentalku. Peduli setan dengan artis kacangan satu itu.

🍚🍚🍚🍚🍚

  Pagi ini aku sudah mempersiapkan diri untuk segala hal. Kegiatan semedi di rumah kemarin membuatku sadar bahwa dengan terus berkeluh kesah aku cuma membuang - buang energi yang sebenarnya tidak perlu. Yang perlu kulakukan adalah mengerjakan semuanya seperlunya sambil terus berdoa agar luka di tangan Woozi lekas sembuh. Semakin cepat luka itu sembuh, semakin cepat pula aku terbebas darinya.

  Aku sedang memarkir sepeda saat sebuah suara familier terdengar memanggil namaku. Aku sedikit terkejut melihat Kak Doyoung tengah tersenyum ke arahku.

  "Sudah sembuh?" Aku melogo mendengar pertanyaan Kak Doyoung barusan.

  Mengejutkan ia tahu aku sakit kemarin. Menyadari Kak Doyoung masih menunggu respons dari ku, aku pun mengangguk kaku, mengiyakan. Tanpa disangka-sangka, Kak Doyoung ikut berjalan di sisiku saat aku menuju kelas. Langkah kami berjajar tanpa direncanakan.

I'm Not CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang