10

30 2 0
                                    

  SAAT Woozi meneleponku dua setengah jam lalu dan memintaku berpakaian rapi, aku seharusnya tahu itu artinya Woozi sedang berusaha mengerjaiku. Dengan polosnya, kukira berpakaian rapi maksud Woozi adalah mencuci rambut, mengenakan celana jeans hitam dan blus polkadot berlengan tiga perempat Aku bahkan memilih sepatu olahraga yang paling bersih dan ransel mungil yang diberikan Jihyo saat ulang tahunku dua tahun lalu.

   Waktu masuk ke mobil Woozi yang menjemputku di depan pintu masuk perumahanku, aku baru sadar aku telah melakukan kesalahan besar. Benar benar besar. Bagaimana tidak? Woozi di balik kemudi siap dalam kemeja hitam slim fit, celana bahan, dan sepatu kulit cokelat yang entah sudah disemir apa sampai semengilat itu.

  "Kita mau ke mana? Gue beneran nggak salah kostum nih sementara lo kayak gini?" tanyaku, melihat ke arahWoozi dari atas hingga ke bawah.

   Melihat penampilan Woozi membuatku berpikir, jangan jangan kami akan pergi ke resepsi pernikahan.

   "Mmm... Not a problem for me. Kita nggak punya banyak waktu lagi," jawab Woozi asal setelah meneliti penampilanku sejenak.

  Tanpa memberiku kesempatan, Woozi sudah melajukan mobil, membawaku ke acara yang tidak pernah kubayangkan, gala premier film Woozi.

  Saat turun dari mobil, Woozi melengkapi pakaiannya dengan jas biru tua yang membuat penampilannya tidak berbeda dengan poster poster film yang ia bintangi. Saat Woozi begitu memukau, aku melihat penampilanku di kaca spion mobil Woozi. Rambut setengah kering dan awut awutan. Blus yang awalnya kukira terlalu glamor, sekarang tampak begitu dekil. Melengkapi konyolnya penampilanku, sepatu olahraga dan ransel? Orang-orang akan berpikir aku hendak pergi ke stadium olahraga dibanding gala premier film. Berdiri di samping Woozi hanya membuat aku terlihat semakin menyedihkan. Jangankan menjadi asistennya, menjadi pembantunya saja rasanya tidak pantas. Sementara saat menjemputku tadi Woozi bilang penampilanku dengan rambut yang belum sepenuhnya kering, bukan masalah? Woozi pasti gila! Atau dia memang sengaja mengerjaiku habis habisan kali ini?

  "Ngapain sih lo ngajak-ngajak gue?" Aku bertanya sambil mencari masker di ransel.

  Kuharap aku membawa benda itu. Pada saat seperti ini, hanya masker yang bisa sedikit menyelamatkanku.

  "Lo sering ngatain gue artis kacangan, kan?"

  Pentingya untuk Woozi membahas masalah itu sekarang?

  "Lo nggak pernah nonton film gue, kan?" tanya Woozi lagi.

  Minta dilempari kacang saja si Woozi. Peduli setan dengan film film Woozi yang tidak pernah kutonton.

  "Kenapa sih?Mana nih masker gue?" teriakku mulai panik. Setelah mengobrak abrik isi ransel, aku berhasil menemukan benda penyelamat itu.

  "Buat buktiin gue bukan artis kacangan kayak lo bilang, malam ini gue ajak lo nonton film gue," jelas Woozi dengan ekspresi puas.

  "Haduh! Penting banget gue nonton film lo? Lagian... Lagian... emang harus banget pas gala premierya? Emang nggak bisa lain kali?"

  Aku menggerutu saat memasang masker dan melihat pantulan wajah ku di kaca spion, memastikan wajahku tertutup sempurna.

  "Gue cuma nonton film gue sendiri pas gala premier." Woozi ikut menunduk, melihat lebih dekat aku bercermin.

   Percuma berdebat dengan Woozi. Lihat saja. Orang normal mana yang sengaja berada sedekat ini hanya untuk melihat orang lain bercermin? Lagi pula ia seharusnya tahu ia berada sedekat itu denganku, aroma mint bercampur cologne dari tubuhnya hanya membuatku... semakin... kehilangan... konsentrasi. Tidak. Tidak. Ini tidak boleh sampai terjadi!

I'm Not CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang