dua belas: canggung

655 144 16
                                    

si manis

Byounggon membuka mata. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Ia bahkan kesusahan untuk tidur.


Mungkin dia tidur sekitar jam dua, lalu bangun jam lima. Bahkan matahari saja masih mau tidur dua jam lagi.




Byounggon menghela napas, menatap langit-langit ruang tengah ini.


Bagaimana caranya agar dia bisa tidur lagi?



Mau tidak mau, ia berjalan pelan menuju dapur. Takut membangunkan yang lain, tapi baru saja ia melangkah masuk ke dapur, langkahnya terhenti begitu melihat sosok lain dengan mug di tangan, ikut berhenti begitu melihat Byounggon berdiri.


Manik keduanya berkedip cepat lalu saling mengalihkan pandangan.



Byounggon dengan cepat berbalik, hendak kembali lagi ke tempat ia seharusnya.


"h-hyung!"


Byounggon berhenti. Tangan mungil menarik ujung bajunya, membuat Byounggon menoleh dengan gugup.


Hyunsuk mengalihkan pandangan, menunduk ke bawah dan melepaskan tangannya yang menarik baju Byounggon.



Ia menggenggam mugnya dengan erat. Gugup, terlalu gugup.


"u-uh.. kenapa ga tidur di kamar?" tanya Hyunsuk terbata.



Byounggon mengusap tengkuknya.


"y-ya, biar kamu bisa tidur nyaman..."

Genggaman Hyunsuk pada mugnya semakin kuat. Bohong bila Hyunsuk katakan jantungnya tidak berdegup dengan cepat.


"a-aku.. a-aku gapapa, nanti hyung sakit punggung kalo tidur di sofa.."


Demi Tuhan.



Byounggon bisa dengar jantungnya yang berisik. Berharap semoga Hyunsuk tidak mendengarnya sama sekali.



"a-uhh.. engga, ga papa, hyung yang gapapa.." ucap Byounggon lalu hendak berjalan tapi kembali dicegah Hyunsuk.


"engga! kalo hyung tidur di luar, aku juga tidur di luar!"


Mata Byounggon terbuka lebar, "jangan!"


"makanya hyung tidur di kamar!"


"iya iya, aku tidur di kamar!"

Hyunsuk tersenyum menatap punggung Byounggon yang berjalan cepat untuk mengambil selimutnya.


Hyunsuk menunggu di depan pintu kamar, masih memegang mug dan sesekali meminumnya.


"udah, aku udah ambil selimut,"



Hyunsuk mengangguk, "hyung mau susu? Hyunsuk buatin.."


"e-eh?"

.
.
.

Byounggon membuka mata untuk kedua kalinya. Tangannya meraba ponsel.



Pukul 7 pagi, dia masih punya dua jam untuk mereka kembali ke rumah.


Baru saja Byounggon hendak berangkat dari tidurnya. Ia tersadar sebab suara dengkuran halus terdengar tepat di telinga.



Jantungnya kembali berdegup kencang begitu sadar akan suatu hal.



Hyunsuk, di sampingnya.




Dan kini Hyunsuk meringkuk lucu dalam gulungan selimut. Berbaring menghadapnya.


Byounggon ingin teriak karena Hyunsuk benar-benar terlihat menggemaskan.


Tapi hal itu bisa ia tahan. Sebab saat ini, Byounggon malah ikut menghadap Hyunsuk, memperhatikan setiap inchi ciptaan Tuhan di hadapannya.



Bulu matanya, hidungnya, pipinya, bibirnya.




Byounggon diam-diam berdoa kepada Tuhan agar memberikan Hyunsuk kepadanya saat ini juga.



Hyunsuk menggeliat pelan. Perlahan-lahan membuka mata.


Entah apa yang ada di pikiran Byounggon, tapi pemuda Lee itu memilih untuk tetap di sana, memandangi Hyunsuk yang perlahan tersadar dari dunia mimpinya.


"hm?"


"selamat pagi," sapa Byounggon.


Hyunsuk menatap Byounggon masih dengan setengah sadar.


"Byounggon hyung?"


"hmm"


"selamat pagi, hyung.." balas Hyunsuk sambil tersenyum lalu merenggangkan tubuhnya dan duduk di atas kasur.



Byounggon masih setia di tempatnya berada. Menganggumi pemandangan terindah yang mungkin akan ia lihat untuk terakhir kalinya.



"hyung?"



"hm?"



Hyunsuk menoleh. Katakanlah Hyunsuk gila, tapi Hyunsuk tidak bohong.




Byounggon dengan pantulan cahaya pagi hari adalah pemandangan yang sangat indah.



"k-kenapa belum berangkat?"



"ga mau.."



Byounggon mungkin akan mengutuk dirinya sendiri setelah ini.



"kok gitu?" tanya Hyunsuk



"Hyunsuk.."


"y-ya?"


"yang semalam, aku serius.."



si manis

tbd

[on hold] si manis ; gonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang