Part 8

1 0 0
                                    

Kira menenggak air di botol minumnya yang tinggal setengahnya saja. Setelahnya ia kembali menjatuhkan dirinya di atas kasurnya. Kira merasa tak kuat menahan beban di tubuhnya. Bahkan air matanya ingin jatuh lagi. Namun, cepat-cepat ia usap kasar wajahnya, tak mau lagi terlihat lemah. Ia lelah.

Kira mencoba berdiri, menemukan semangat untuk mencari kesibukan lain di rumah. Baru saja akan memasuki kamar mandi yang terletak di samping kamarnya, ia sudah disuguhi pakaian menumpuk di ember yang belum sempat dicucinya.

Kira mendesah pelan, tapi dirinya tetap mencuci pakaian-pakaian kotor itu. Beginilah seharusnya Kira, tetap beraktifitas. Bagaimanapun hancurnya hati Kira, tetap saja ia masih seonggok daging yang diberi nyawa. Tetap saja Kira harus mengerjakan pekerjaan rumah itu. Bagaimanapun Kira kecewa dengan hidupnya,, menyerah bukanlah tipikal Kira. Berdiam diri bukan sifat alami Kira.

Dan bunuh diri bukanlah pilihan terbaik untuknya. Terlebih, meski Kira tak alim-alim banget. Tapi Kira juga mengerti apa yang agama telah ajarkan kepadanya. Bunuh diri tak semudah kelihatannya, itu juga sama menyiksanya. Selain itu, setelah bunuh diri, tak ada alasan bagi dirinya untuk tidak masuk ke dalam neraka, kan?

Saat asyik dengan aktifitas mencucinya, Kira kembali memikirkan kejadian kemarin. Apa yang dilontarkan Angga sungguh membuat dirinya kehilangan kata-kata.

Setelah kemarin dirinya diantar pulang oleh pria yang baru saja dikenalnya itu, Kira langsung melemparkan tubuhnya kembali. Seharian ia tertidur, otaknya tak mampu mencerna kejadian yang baru saja dialaminya.

"Maksud kamu ngomong seperti itu apa?" tanya Kira gusar sesaat setelah mereka keluar dari mobil.

Ia marah, kesal, sebal, dan jengkel dengan manusia satu ini. Sudah seenaknya dia menahan Kira, memerintah Kira selama disana, dan baru saja malah membuat masalah dengan mengatakan hal-hal aneh.

"Kamu dengar sendiri kan tadi? Mereka mau tau kamu siapa," ucap Angga mengedikkan bahunya tanpa merasa bersalah.

"Tapi kamu malah nggak jujur ke mereka. Bicaramu mengada-ada," tegasnya.

Ia sungguh tak terima dengan perlakuan Angga yang secara sepihak mengumumkan kepada teman-temannya tentang kepemilikan atas Kira tadi.

"Siapa yang mengada-ada? Mereka kan nyuruh aku ngaku Kir. Yaudah aku kasihtau ke mereka."

Angga masih santai menanggapi Kira.

"But It's not a confession! Aku bukan tunangan kamu!" sergahnya.

Kini dahi Kira berkerut, tangannya sudah mengepal menahan amarah.

Masalahnya pria ini baru saja berbohong kepada teman-temannya perihal pertunangan. Sejak kapan Kira menjadi tunangan pria ini?

Dia baru saja bertemu dengan pria itu, namun sudah mengaku menjadi seseorang yang seakan penting dalam hidupnya. Dasar GILA! Bayangkan, hanya dalam sehari Kira sudah dihadapkan dengan masalah yang membuat muak dirinya.

"Jadi kamu lebih memilih kalau aku bilang ke mereka bahwa aku membawa seorang gadis mabuk ke kamarku semalam?" tanya Angga mengangkat sebelah alisnya.

"Aku nggak pernah minta kamu untuk melakukan itu!" ujar Kira emosi.

"Dan kamu mau aku ninggalin kamu disana? Untuk jadi santapan singa-singa lapar?" tanya Angga.

Kira terdiam sesaat.

Itu benar. Itu pilihan yang lebih buruk baginya. Entah apa yang terjadi semalam itu jika Angga tak segera menyelamatkannya. Mungkin Kira sudah tak bernyawa. Meski Angga benar, tak lantas membuat Kira mengakui aksi superhero sang pria. Mata Kira menatap tajam ke arah Angga. Ia mendengus kasar melihat pria di depannya ini begitu santai menanggapi setiap perkataannya.

My ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang