Part 2

115 4 0
                                    

Author pov

Seorang pria bersetelan kemeja biru dan celana jeans tampak bersender di sebuah kursi berbentuk setengah lingkaran dengan tangan yang melipat di dada. Kursi itu kini hanya ditempati olehnya, setelah teman-temannya yang tadi duduk bersamanya memilih untuk menari di antara para pengunjung kelab ini.

Matanya tertuju pada seorang gadis yang sudah tak asing lagi dilihatnya. Sudah tiga hari ini ia melihat gadis itu, hanya sebatas memesan minuman, mabuk dan pergi. Meski banyak pria yang terlihat ingin berkenalan dengannya, mereka hanya terlihat seperti batu bagi gadis itu. Pria-pria itu sama sekai tak digubris.

Malam ini gadis itu kembali duduk di tempat yang sama dan memakai pakaian yang sama pula. Hanya kaus hitam dan celana jeans serta rambut yang digelung asal-asalan. Gadis yang jauh dari kata seksi itu menyita perhatiannya sesaat.

Sebenarnya ia sadar ada gadis itu di kelab ini karena tak sengaja menyenggolnya ketika sedang memesan minuman di bar bersama temannya. Hampir saja minuman itu tumpa di baju si gadis berkaus hitam itu, namun dengan cepat ditahannya. Gadis itu hanya merebahkan kepalanya di meja bar, tatapannya kosong meski dia sudah mencoba meminta maaf karena telah menyenggolnya. Gadis itu tak bergeming.

Aneh. Batinnya.

"Jangan disini aja dong Angga. kita kesini kan buat senang-senang. Masa kamu cuma duduk disini dan minum sendiri aja." Seorang wanita cantik yang terbalut mini dress ketat berwarna merah serasi dengan anting yang heels yang digunakannya saat ini.

Dress yang hampir mengekspos seluruh tubuhnya itu memperlihatkan belahan dadanya. Hal itu tentu saja membuat para pria terpesona selain karena wajahnya yang cantik bak artis.

"Kalian duluan aja. Aku lelah banget hari ini Von. Banyak berkas yang harus kuselesaikan di kantor," keluhnya.

"Justru itu harusnya kamu ikut kita menari Angga. Lepasin semua beban kamu. Ayolah" ajaknya.

Wanita yang bernama Ivon itupun duduk disamping Angga dan menenggak minuman di atas meja.

"Aku cuma mau minum Von."

"Yaudah deh kalau gitu. Aku tinggal ya." Wanita itu pun mendesah dan mengelus pundak Angga sebelum berlalu menyusul teman-temannya yang lain, ketika Angga menunjukkan wajah lelahnya

"Tapi kalau kamu bosan. Langsung nyusul ya" kata Ivon berbalik sebentar kemudian benar-benar pergi meninggalkan Angga.

Angga hanya membalasnya dengan anggukan singkat.

Ivon tahu bahwa Angga pasti benar-benar lelah saat ini. Ia juga tahu bahwa Angga adalah seorang direktur di salah satu anak perusahaan Genand Group. Setelah Angga lulus kuliah, ia disibukkan dengan mengurus bisnis raksasa yang dibangun oleh Papanya. Sang papa ingin anak laki-laki semata wayangnya ini mempu meneruskan perusahaan keluarga.

Genand Group yang dibangun oleh papanya tidak secara instan terbentuk hingga menjadi raksasa seperti sekarang ini. Papanya merintis usaha tersebut mulai dasar. Berawal dari keinginan sang papa yang ingin memiliki sebuah usaha yang bergerak di bidang perhotelan. Dan saat ini, ia bukan hanya memiliki hotel yang telah berkembang di seluruh Indonesia, Genand Group sudah melebarkan sayapnya berinvestasi untuk pengembangan sebuah pusat perbelanjaan dan properti.

Kini seorang Aswangga Genandra harus belajar untuk mempertahankan dan mengembangan aset keluarganya tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa Aswangga adalah pria yang sempurna. Di usianya yang belum genap 30 tahun itu, ia telah memiliki rumah seharga milyaran rupiah, duduk di jajaran direksi, dan sebagai orang Jawa asli, sifat Angga memang terkesan sopan dan lembut. Itulah yang membuat para wanita semakin meleleh. Karena Angga bukanlah tipikal badboy. Angga benar-benar tau caranya bersikap. Dengan status dan segala kemudahan akses dalam hidupnya, tak lantas membuatnya lupa bahwa semua adalah privilege orangtua Angga. Ia tak mau menghancurkan image yang telah dibangun orangtuanya sedemikian rupa

My ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang