Part 6

1 0 0
                                    

Pria itu sedang termenung di jendela kantornya. Menatap ke bawah, matanya tak sedang mencari fokus. Meski, ia sendiri bisa melihat lalu lalang manusia yang terlihat sangat kecil hampir seperti kerumunan semut sedang berjalan saling melewati. Bayangan gadis yang sedang menatapnya penuh kesedihan pun kini sering menghampiri pikirannya.

Sesekali Angga melenguh, masih tak percaya dengan yang terjadi sejak semalam, ketika dirinya bertemu dengan gadis itu.

Sungguh, gadis itu bukan siapa-siapa. Bukan yang tercantik, bukan pula seorang wanita dari keluarga terhormat, hingga Angga harus memperlakukannya dengan baik. Memastikan kondisi dan kebutuhannya terpenuhi.

Tapi itulah yang sedang Angga lakukan sekarang. Ia sangat khawatir dengan gadis itu.

Ralat.

Angga ingin gadis itu cepat sadar, sehingga ia bisa mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Karena itulah yang sejak semalam ingin Angga lakukan. Dirinya penuh dengan pertanyaan untuk gadis tersebut.

Saat Angga sedang berkutat dengan pikirannya sendiri, terdengar ketukan dari arah pintu ruangan kantornya.

"Masuk"

Seorang wanita berambut panjang yang diikat kuncir kuda, berpakaian rapi lengkap dengan blazer dan sepatu pantofelnya masuk ke dalam ruangan begitu dipersilahkan oleh atasannya tersebut.

"Permisi Pak, ada yang ingin bertemu dengan Bapak. Beliau sudah membuat janji temu sebelumnya," ucap wanita itu yang tak lain adalah sekretarisnya sendiri.

"Oya? Siapa? Seingat saya nggak ada janji apapun hari ini," ujarnya.

"Kamu lupa sama janji kita Aswangga !"

Seorang laki-laki dengan tinggi rata-rata dan memakai setelan kemeja menerobos masuk. Wajahnya sedikit menampakkan rasa kesal.

"Seorang Aswangga yang workaholic melupakan janji bisnisnya. Oh C'mon. You gotta be kidding!" ujar lelaki itu sambil menyeringai.

"Rendy! Oh God, sorry. Aku bener-bener lupa."

Angga langsung bangkit berdiri ketika mengetahui siapa yang datang.

Ia menghampiri lelaki itu, menyambut dan menyalaminya yang tidak terlihat begitu 'formal'.

"Apa sih yang ada di pikiran seorang Angga sampai lupa janji dengan sahabatnya sendiri?"

Angga terkekeh saat mendengar ledekan sahabatnya itu, namun takmengelaknya. Poin pertanyaan Rendy memang sangat tepat dilayangkan untuk Angga yang saat ini sedang terganggu pikirannya oleh seorang gadis.

Namun tentu saja Angga tidak menjawabnya seperti itu.

"Kerjaan numpuk banget bro akhir-akhir ini. Maklum Papah udah nyuruh buat ekspansi. Banyak banget yang harus diurus."

"Okelah, bisa dimaklumi."

Rendy mengangguk memahami kondisi Angga sebagai sesama pelaku bisnis.

"Laras, tolong buatkan minum untuk tamu kita," perintah Angga pada sekretarisnya, yang juga dijawab anggukan oleh Laras.

Kemudian Laras keluar, meninggalkan mereka berdua di ruang kerja atasannya itu.

Laras bergegas ke pantry, meminta OB untuk membuatkan dua gelas kopi yang diminta oleh bosnya tadi. Sambil menunggu kopi buatan OB, seperti biasa, Laras n the gank berkumpul, bergosip, dan berjulid ria. Sebut saja Dian, pakarnya perghibahan. Dian segera menghampiri Laras begitu Laras keluar dari ruangan bosnya. Menyerangnya dengan berbagai pertanyaan.

Tak lama kemudian diikuti oleh anggota geng lainnya, Irma dan Dini yang tak mau ketinggalan.

"Ras, serius cewek tadi nggak ada di ruangan Pak Angga?" tanya Irma penasaran.

My ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang