TtS(Delapan)

46 6 0
                                    

Ruang seni yang sepi saat jam istirahat adalah kesempatan bagi Chaewon untuk membuat lagu. Chaewon membutuhkan alat musik untuk membuat aransemen lagunya. Karena Chaewon membuat lagu ballad, jadi piano dirasa pas untuk membuat intro. Jari tangan Chaewon lihai menekan tuts-tuts piano sambil matanya melirik pada note note balok yang ia buat. Sedikit lagi lagu Chaewon akan selesai. Tiga hari lagi tugas seni ini dikumpulkan, hal terakhir yang harus Chaewon lakukan adalah menyanyikan lagu tersebut dan merekamnya.

Jibeom sedari tadi memerhatikan Chaewon dari kejauhan. Jibeom ragu untuk mendekat, karena Jibeom sudah merasa Chaewon menjaga jarak dengan dirinya. Jibeom sendiri tak tahu kenapa senang sekali memerhatikan Chaewon dari kejauhan. Kadang tak sadar Jibeom tersenyum saat Chaewon tersenyum, lebih sering lagi Jibeom tertawa saat Chaewon terpeleset atau wajahnya tersiram soda saat pertama membuka tutupnya. Oh Chaewon kadang seceroboh itu, dan Jibeom diam-diam mulai menyukai sebagaimana gadis itu tersenyum.

"Aku pasti sudah gila, untuk apa aku ada di ruang seni," Jibeom mengacak rambutnya. Jibeom bergegas pergi sebelum Chaewon memergoki dia di sana. Akan repot mencari alasan kalau sampai dia ketahuan.

"Jibeom-ssi? Kenapa berdiri di situ? Kebetulan sekali kau ada di sini, kita harus merekam lagunya bersama," Chaewon menghentikan permainan pianonya. Dia berdiri dari tempat duduk dan berjalan menghampiri Jibeom.

"Oh, aku hanya lewat dan mendengar permainan piano dari dalam, jadi aku melihat saja," alasan Jibeom yang klasik. Namun Chaewon tak peduli.

"Begitu-, kemarilah! Kita nyanyikan lagunya bersama, aku yakin kau menyukai lagunya."

"Baiklah."

Suasana ruang seni kali ini menghangat. Selain karena suara merdu Chaewon dan Jibeom yang membuat nuansa hangat, hati Jibeom juga menghangat.

"Entah kenapa aku tak bisa berhenti melihat mata itu, aku merasa nyaman melihat senyumannya," bisik hati Jibeom.

Mereka menyelesaikan rekaman dalam 30 menit. Tak sadar bell masuk sudah berbunyi, maka mereka harus bersiap masuk ke kelas. Setelah ini pelajaran Etika, tak baik jika terlambat masuk.

"Kau suka lagunya?"

"Hem," jawab Jibeom. "Aku tak tahu kalau suaramu bagus, harusnya kau lebih sering menyanyi," puji Jibeom.

"Ah, gomawo. Aku memang sering menyanyi, mungkin kau yang tak pernah mendengarnya," balas Chaewon

Jibeom hanya mengangguk pelan. Mereka bergegas masuk kelas sebelum terlambat.

*

Side story Yul-Jae

Sore hari yang tak begitu cerah. Ada gumpalan awan mendung di selatan yang perlahan berarak ke tengah, tepat di langit Seoul. Hari ini Yuri pergi ke minimarket untuk membeli barang-barang keperluan wanita. Yuri membuka pintu kaca minimarket perlahan lalu dia lekas mencari gondola yang memajang barang-barang yang ia butuhkan. Tangannya sigap mengambil facial foam, kapas dan pembalut berukuran besar. Yuri berjalan lagi menuju gondola makanan ringan. Sambil melihat-lihat dan menimbang , snack apa yang ingin dia beli, tanpa sengaja Yuri menabrak seorang pemuda jangkung hingga barang belanjaan di tangannya terjatuh ke lantai.

"Maafkan aku," ujar pemuda tersebut sambil berjongkok mengambil barang-barang milik Yuri. Pemuda itu mengambil kapas dan pembalut. "Ini milikmu," pemuda itu menyodorkan kapas dan pembalut pada Yuri. Yuri yang melihatnya menjadi salah tingkah, cepat-cepat dia mengambil alih barang-barangnya dari tangan pemuda tersebut.

Sial sekali bagi Yuri, pemuda jangkung yang menabraknya adalah Jaeseok. Yuri sudah sangat malu karena pembalut itu, tapi kenapa pemuda jangkung ini harus Jaeseok? Mungkin ini takdir memalukan yang tertulis dalam buku kehidupan Yuri.

"Terima kasih," ucapan singkat Yuri, sebelum melesat berlalu menuju kasir. Bisa ditebak bagaimana malunya Yuri sampai tak bisa berkata-kata.

Sementara Jaeseok hanya memandangi telapak tangannya yang baru saja memegang pembalut itu. "Ini pertama kalinya dalam hidupku memegang benda itu, kenapa aku yang malu?" gumamnya.

Yuri berniat pergi dari minimarket secepat mungkin, tapi sayangnya hujan turun lebih dulu. Yuri tak ingin kehujanan karena dia orang yang gampang sekali terkena flu. Mau tak mau Yuri hanya berdiri di depan minimarket menunggu hujan reda. Jaeseok baru saja keluar dari minimarket dengan dua kaleng soda di tangannya. Dia berdiri tepat di samping Yuri.

"Apa yang akan kau lakukan sambil menunggu hujannya reda?" tanya Jaeseok

"Hanya berdiri dan menunggu."

"Baiklah, mari menunggu hujan reda sambil mengobrol ringan."

"Hem."

"Aku minta maaf, untuk perkataanku tempo hari. Semakin aku memikirkannya aku selalu tak tenang, aku merasa buruk terhadapmu," Jaeseok membuka kaleng soda perlahan dan memberikannya pada Yuri, "Minumlah!" singkatnya.

"Tak apa, aku akan berterima kasih jika kau tak membahas hal itu lagi," Yuri menerima soda tersebut dan meminumnya. Matanya menatap langit yang hujan.

Jaeseok hanya tersenyum. Ia membuka kaleng soda yang satu lagi dan meminumnya. "Aku ingin kita tak canggung seperti ini. Aku ingin kita akrab seperti dulu, sebelum aku tau perasaanmu, Yul. Ayo mulai dari awal!" seru Jaeseok sambil mengulurkan tangannya.

Yuri tak seketika menyambut uluran tangan tersebut, karena Yuri tahu, tak mungkin dia akan bersikap biasa setelah orang yang ia sukai mengetahui perasaannya. Miris. Ada rasa pedih yang tergores di hati Yuri, namun Yuri tak bisa berlama-lama membiarkan tangan itu terulur tanpa ia sambut.

"Geurae, mari mulai dari awal, meskipun aku rasa ini sulit," mereka akhirnya bersalaman sambil tersenyum. Perlahan, Yuri ingin menumbuhkan rasa di hati Jaeseok untuknya, atau malah menghilangkan perasaannya pada Jaeseok.

"Hujannya sudah reda, aku akan mengantarmu pulang," tawar Jaeseok

"Tidak apa-apa, rumahku dekat."

Side story Yul-Jae end

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Touch the StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang